Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) mengucapkan ikrar pada apel ikrar netralitas ASN pada Pilkada serentak tahun 2020 di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (24/9). | Mohamad Hamzah/ANTARA FOTO

Nasional

Sanksi Pilkada Masih Lemah

Sanksi tegas demi menyelamatkan calon kepala daerah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat saat pilkada.

JAKARTA – Sejumlah larangan dan sanksi dalam rangkaian penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Pandemi Covid-19. Namun, sanksi yang diatur di dalamnya dinilai masih terlalu lemah.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, tidak ada sanksi lebih serius saat terjadi pelanggaran protokol kesehatan. “Sanksi ini sangat lembek di PKPU ini. Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius untuk itu,” kata dia dalam diskusi daring, Kamis (24/9).

PKPU 13/2020 telah diundangkan pada Rabu (23/9). Dalam PKPU ini, pada saat terjadi pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu provinsi, kabupaten/kota, hingga Panwas kecamatan dan desa/kelurahan memberikan peringatan tertulis kepada pihak yang melanggar. Apabila tidak diindahkan dalam kurun waktu satu jam, Bawaslu kemudian mengenakan sanksi berikutnya.

Sanksi itu mulai dari Bawaslu melaporkan ke kepolisian, penghentian, dan pembubaran kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran serta memberikan rekomendasi larangan melakukan metode kampanye yang dilanggar selama tiga hari. “Sanksi-sanksi yang saya kira akan dengan mudah kemudian dianggap remeh oleh pasangan calon,” ujar Lucius.

photo
Seorang warga memeriksa namanya dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilgub Sulteng dan Pilwakot Palu yang dipasang di Kantor Kelurahan Palupi, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (23/9). Sesuai tahapan Pilkada Serentak, Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat mengumumkan DPS kepada masyarakat luas untuk ditanggapi agar dapat dilakukan perbaikan sebelum ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). - (BASRI MARZUKI/ANTARAFOTO)

Metode kampanye secara fisik juga masih diperbolehkan dengan syarat tertentu. Pasal 58 mengatur agar peserta pilkada mengutamakan pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka melalui media sosial dan media daring.

Jika tidak bisa dilaksanakan melalui media daring atau media sosial, pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dilakukan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir sebanyak 50 orang dengan menerapkan protokol kesehatan.

Larangan dan sanksi diatur dalam BAB IXA. Dalam Pasal 88C, KPU melarang kegiatan lain dalam bentuk rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; dan/atau peringatan hari ulang tahun partai politik.

Bentuk-bentuk kegiatan lain dalam Pasal 57 huruf g dilarang dalam Pasal 88C ayat 1. “Partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon, tim kampanye, dan/atau pihak lain dilarang melaksanakan kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g,” ujar Komisioner KPU Ilham Saputra.

Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Azis Syamsuddin mengatakan, calon kepala daerah harus siap didiskualifikasi bila melanggar berat protokol kesehatan. Dia menginginkan ada sanksi yang lebih berat dan tegas yang dikenakan kepada para calon kepala daerah pelanggar protokol.

“Golkar siap diskualifikasi cakada internalnya sesuai kesalahan dan aturan serta mekanisme internal partai,” kata Azis.

Wakil Ketua Umum Golkar itu menilai, sanksi tegas diperlukan demi menyelamatkan para calon kepala daerah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Jangan sampai, Pilkada Serentak 2020 menjadi catatan sejarah yang kelam bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan pesta demokrasi.

“Semoga, setiap partai memiliki komitmen yang sama di pilkada serentak Desember ini. Agar menjawab keinginan publik, sehingga pilkada serentak dapat berjalan bebas dan rahasia serta, aman, jujur dan adil,” kata dia.

Satu juta kasus

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, angka epidemiologi akan meningkat lebih besar jika Pilkada 2020 dilanjutkan. "Sebenarnya, ini cukup prihatin dan mengkhawatirkan ya. Para ormas sudah mengaharapkan Pilkada 2020 ini ditunda. Tapi keputusan pemerintah tetap berlanjut. Kalau ini berlanjut angka epidomologi akan cukup besar," kata Hermawan saat dihubungi Republika, Kamis (24/9).

"Sekarang dengan kasus 250 ribuan positif itu kalau kami forecasting dengan kenaikan laju harian sekitar 4.000-an kurang lebih 600 ribu hingga 1 juta kasus akan terjadi pada Desember saat puncak pencoblosan," katanya.

Kemudian, ia melanjutkan saat ini proses Pilkada 2020 memang ada pengerahan keamanan untuk menjaga massa agar tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Namun, beberapa anggota pengamanan tersebut diam saja jika ada masyarakat yang berkampanye tidak sesuai protokol kesehatan Covid-19.

Hal ini tentu berbahaya, apalagi saat pencoblosan pilkada nanti. Terdapat lanjut usia, ibu hamil, dan sebagainya. Mereka dalam satu ruang lingkup. "Dalam hal ini apakah sudah ada peraturannya seperti apa? Apakah akan menjamin tidak akan tertular virus Covid-19?" kata dia.

Ia menambahkan, walaupun saat ini pemerintah mengimbau di Pikada 2020 ini diterapkan protokol kesehatan Covid-19, tetapi adakah hal yang menjamin ketika di lapangan akan dipatuhi di seluruh daerah. Apakah pengamanan dan Satgas Covid-19 akan berfungsi dengan baik.

"Indonesia sudah disorot oleh pemerintahan luar negeri terkait lambatnya untuk mengendalikan Covid-19. Lalu, saat ini Indonesia tetap adakan Pilkada 2020 di tengah pandemi. Mereka akan melihat pemerintah akan mengorbankan apa dalam hal ini. Ya kalau tetap dilanjutkan pilkada ini akan seperti bom waktu ya untuk kasus Covid-19," kata dia.

Rekor kasus harian

Angka penambahan kasus positif Covid-19 harian kembali mencetak rekor. Catatan rekor penambahan terus terjadi dalam dua pekan terakhir. Bahkan, dua hari terakhir secara berturut-turut, rekor tambahan kasus positif Covid-19 harian terus dipecahkan.

Pada Kamis (24/9) pemerintah merilis ada tambahan 4.634 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia pada awal Maret lalu. Padahal, baru pada Rabu (23/9) rekor kasus harian tercatat dengan 4.465 kasus baru.

Indonesia kini mulai ‘terbiasa’ dengan angka penambahan kasus harian di kisaran 4.000 orang per hari. Tercatat, dalam satu pekan terakhir, sudah lima kali angka kasus harian tembus 4.000-an. Jumlah keseluruhan pasien yang meninggal dengan konfirmasi positif Covid-19 sampai saat ini tercatat sebanyak 10.105 orang.

Ironinya, penambahan ini terus terjadi jelang pilkada serentak yang pemungutan suaranya akan dilakukan pada 9 Desember. Jika tren kenaikan kasus positif Covid-19 seperti ini, dikhawatirkan gelaran pilkada justru akan memperburuk situasi dengan adanya ledakan kasus baru.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan tentang situasi saat ini terkait gelaran pilkada. Ia prihatin, masih banyak calon kepala daerah yang menggelar acara besar sehingga menimbulkan kerumunan masyarakat di tengah pandemi saat ini.

“Kami masih melihat penambahan kasus positif yang cukup tinggi dan ini juga terkait dengan pilkada,” ujar Wiku. Apa pun alasannya, kata dia, wakil rakyat harus dapat melindungi keselamatan rakyatnya sehingga pesta demokrasi dapat berjalan dengan baik.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng Mohammad Faqih mengatakan, tenaga kesehatan (nakes) menjadi salah satu pihak yang mengkhawatirkan penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Sebab, kalau terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 secara signifikan, nakes akan terdampak.

“Terus terang, yang sangat khawatir termasuk nakes. Karena apa, karena kalau terjadi sesuatu maka beban beratnya memang di nakes,” ujar Daeng. Menurut dia, para nakes sudah mengukur kapasitas fasilitas kesehatan tidak akan mencukupi jika terjadi lonjakan hebat terhadap orang-orang yang terpapar Covid-19.

“Perlihatkan kepada semua pihak biar pihak-pihak yang mengkhawatirkan itu memahami dengan betul, memahami dengan ukuran-ukuran yang tepat bahwa ini KPU bertanggung jawab menjaga dan memastikan tidak akan terjadi penularan,” ujar Daeng.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat