Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/9). | Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Nasional

Novel versus Marwata di MK 

Marwata mengakui adanya proses yang lebih lama dalam izin penyadapan.

JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memberikan keterangan yang saling berseberangan dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait pelemahan KPK melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Keduanya memberikan keterangan sebagai saksi pemohon dalam sidang uji formil UU hasil revis atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang tersebut, Novel berharap MK mencegah pelemahan KPK akibat revisi tersebut. Novel mengatakan, KPK lahir dari adanya reformasi dan diamanatkan dalam TAP MPR nomor 8. Namun, revisi tersebut telah berdampak pada kinerja KPK yang melemah. "Artinya, ketika ada semua hal terkait pelemahan KPK, pastilah itu harus dipandang sebagai pengingkaran amanat reformasi," kata Novel Baswedan di Jakarta, Rabu (23/9).

Novel menekankan, ada empat hal yang ingin ia tegaskan, yakni penyadapan, penggeledahan, penyitaan, dan penghentian penyidikan serta penuntutan. Dia mengatakan, KPK tidak memerlukan izin manapun untuk melakukan penyadapan berdasarkan UU yang lama. "Hal ini bukan berarti tidak ada pengawasan karena proses tersebut dilakukan dengan berjenjang," katanya.

photo
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (tengah). - (Republika/Thoudy Badai)

Dia menjelaskan, penyadapan dilakukan mulai dari penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan. Penyadapan dilakukan dengan pengajuan fungsional pada struktur dan direktur yang disampaikan kepada deputi dan pimpinan untuk mendapat persetujuan.

Sedangkan dalam UU yang baru, proses penggalian informasi itu ditentukan oleh persetujuan atau izin dari dewan pengawas. Menurutnya, proses ini membuat penyadapan menjadi semakin panjang karena tidak bisa dilakukan dalam tempo singkat. "Padahal ketika ditemukan (tindak pidana korupsi), dibutuhkan tindakan yang cepat dan segera. Sedangkan kalau proses tidak dilakukan segera ini berpotensi menghilangkan alat bukti dan ini beberapa kali terjadi," kata dia.

Dia menegaskan, UU KPK yang baru itu melemahkan proses penegakan hukum yang dilakukan KPK. UU hasil revisi itu juga tidak menjamin akuntabilitas, misal dalam hal wewenang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan.

Saat ini, KPK juga kehilangan kemampuan mendeteksi korupsi dengan cepat karena penyadapan harus seizin dewas. KPK juga tidak leluasa dalam penindakan karena penggeledahan dan penyitaan karena harus izin dewas. "Dibandingkan dengan penegak hukum lain, KPK lebih tidak berdaya karena tidak bisa melakukan tindakan dalam keadaan mendesak. Ini ironi ketika korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa," katanya.

photo
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Dalam sidang yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan yang sebaliknya. Eks pimpinan KPK periode sebelumnya ini menilai kehadiran dewas sesuai amanat UU KPK baru tidak menghambat pelaksanaan penyadapan, penggeledahan, maupun penyitaan. "Terkait dengan penyadapan, ini dengan keberadaan dewas apakah ada hambatan? Sebetulnya sejauh ini kalau dianggap hambatan mungkin juga tidak, karena semua permohonan penyadapan yang diajukan itu selalu disetujui oleh dewas," ujar Alexander. 

Meski begitu, ia mengakui waktu yang diperlukan sebelum melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan lebih lama. Ia juga mengakui pernah terjadi penundaan hingga paling lama 24 jam setelah batas waktu pemberian izin. Namun sejauh ini, kata dia, anggota dewas tidak pernah menolak permintaan izin yang diajukan penyidik melalui pimpinan KPK. 

Ia juga membantah anggapan pimpinan KPK hanya sekadar sebagai pengantar permohonan izin kepada dewas. "Bagi kami rasa-rasanya kok ya kurang tepat, karena seharusnya quality assurance (pertanggungjawaban) berbagai kegiatan di KPK menjadi tanggung jawab pimpinan, tetapi apakah ada kaitan dihilangkannya pasal penanggung jawab tertinggi KPK adalah pimpinan atau tidak saya kurang mengetahui," tutur Alexander.

Ia juga menjelaskan terkait pertanggungjawaban penyadapan. Menurutnya, setiap periode penyadapan selesai, penyidik melaporkan perkembangan penyidikan kepada dewas untuk meminta pendapat izin penyadapan perlu diperpanjang atau justru dihentikan.

UU No 19 Tahun 2019 resmi tercatat pada lembaran negara pada 17 Oktober 2019. KPK sendiri sudah mengidentifikasi 26 hal yang berisiko melemahkan KPK dalam UU baru tersebut. Menjelang akhir jabatannya, para pimpinan KPK sebelumnya dan pegiat antikorupsi.mengajukan uji materil UU tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat