Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melakukan test swab jemput bola ke rumah warga di Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9). | Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO

Wawasan

Pembukaan Prodi Kedokteran Harus Adil dan Merata

Prodi Kedokteran dibuka kembali, tetapi dengan aturan-aturan yang berlaku.

Kurang lebih 117 dokter di Indonesia gugur selama masa pandemi Covid-19. Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah bagi profesi dokter di Indonesia. Perlu ada upaya luar biasa untuk memastikan kebutuhan dokter di Tanah Air terpenuhi. Berikut wawancara wartawan Republika, Rr Laeny Sulistyawati dengan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Putu Moda Arsana.

Sebanyak 117 dokter telah meninggal sejak pandemi Covid-19 Maret lalu. Bagaimana Anda melihat kejadian ini?

KKI tidak mau berkomentar banyak mengenai masalah ini karena bukan ranah kami.

Apakah KKI setuju pencabutan moratorium prodi fakultas kedokteran (FK) untuk memperbanyak dokter?

KKI mendorong dan memberikan pendapat supaya FK dibuka kembali, tetapi tentu saja dengan aturan-aturan yang berlaku. Kemudian kami sudah diajak rapat beberapa kali, termasuk dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Bahkan, besok (hari ini --Red) kami akan kembali rapat dengan Kemendikbud untuk berbicara mengenai masalah ini. Katanya FK akan segera dibuka kembali tetapi tentu saja harus memenuhi prasyarat seperti program studi, kurikulum, hingga dosen.

Apakah KKI mendorong FK dibuka di semua daerah seperti tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)?

Itu bukan ranah KKI. Kami hanya mendorong supaya FK dibuka di tempat-tempat tertentu yang memiliki potensi. Sebab, calon mahasiswa kedokteran harus diberi peluang yang sama. Meski tidak meminta di mana areanya, KKI hanya mendorong FK kembali dibuka di daerah berdasarkan azas keadilan dan pemerataan karena Indonesia kan dari wilayah Sabang hingga Merauke. Tetapi yang menentukannya adalah Kemendikbud. Tetapi memang ada kendala-kendala.

Bagaimana pendapat Anda soal UU Praktik Kedokteran yang menyatakan dokter spesialis tidak wajib ditempatkan di daerah?

Sebetulnya UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran itu sejak awal memang tidak mengatur kewajiban ini. Kemudian Presiden Joko Widodo mengaturnya di Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).

Sebenarnya kami semua termasuk KKI sudah menyetujuinya. Tetapi itu dimentahkan oleh Mahkamah Agung (MA) karena menganggap bahwa seharusnya yang diwajibkan adalah yang dibiayai oleh negara, padahal faktanya banyak di antara mereka (dokter) yang belajar mandiri sehingga ini dianggap tidak adil.

MA mencoret kebijakan Presiden Jokowi sehingga pemerintah tak bisa menugaskan dokter spesialis sampai ke seluruh Indonesia. Putusan tersebut menganulir Perpres Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Alasan penolakan ini disebabkan karena dianggap melanggar UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 19 tahun 1999 tentang Konvensi ILO soal Penghapusan Kerja Paksa. MA menilai bahwa adanya wajib kerja 1 tahun serta WKDS di daerah di seluruh Indonesia dianggap sebagai bagian dari kerja paksa.

Lantas bagaimana untuk mengisi kekurangan dokter di daerah-daerah itu?

Kementerian Kesehatan bisa ditanya memiliki program apa untuk mengisi kekurangan dokter itu.

Bagaimana dengan ketimpangan dokter yang menumpuk di kota besar, tetapi sangat sedikit di daerah 3T?

Kita kan punya stakeholder yaitu Kemenkes, Kemendikbud, Kolegium Kedokteran, dan Kolegium Kedokteran Gigi. Yang jelas KKI sepakat bahwa Kemendikbud dan Kemenkes yang menginginkan pemerataan. Tetapi aturan pemerataan tenaga dokter itu ada dua, satu dengan aturan yang harus diikuti seperti instruksi presiden (inpres) atau kedua, contohnya memberikan beasiswa sejak awal kepada mahasiswa itu.

Hanya saja yang memegang kendali mengenai beasiswa adalah Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), sedangkan KKI hanya sebagai komunikator.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat