Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Kejaksaan Agung dan Direkto | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Nasional

KPK Bidik Pihak Lain dalam Kasus Djoko Tjandra

KPK telah mengundang MAKI yang melaporkan bukti keterlibatan pihak lain.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengindikasikan keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam upaya pembebasan terpidana Djoko Sugiarto Tjandra. Pada Jumat (18/9), KPK telah mengundang Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang melaporkan bukti keterlibatan pihak lain tersebut kepada KPK dan Kejaksaan Agung (Kejakgung). 

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan, lembaganya siap menindaklanjuti laporan tersebut. "Jika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, maka KPK dapat langsung mengambil alih dan menindaklanjutinya sendiri," ujar Nawawi saat dikonfirmasi, Ahad (20/9).

Terlebih, kata dia, Kejakgung telah melimpahkan kasus Pinangki ke persidangan. Artinya, KPK memiliki kewenangan meneruskan penyelidikan berdasarkan informasi dari masyarakat yang tak ditindaklanjuti Kejakgung.

"Insya Allah, karena berkas Jaksa P telah dilimpahkan ke persidangan, maka terbuka bagi KPK untuk memulai penyelidikan pada nama-nama yang disampaikan MAKI sepanjang memang didukung bukti yang cukup untuk itu," kata Nawawi. Hal ini, kata dia, selaras dengan kewenangan yang dibuka oleh Pasal 10A ayat (2) huruf (a) UU Nomor 19 Tahun 2019.

Pasal tersebut menyatakan KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan kepolisian atau kejaksaan. Salah satu syaratnya, adanya laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti.

Pada Kamis (17/9), Kejakgung melimpahkan berkas perkara Pinangki ke PN Tipikor Jakarta Pusat. Pinangki ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (11/8) karena menerima uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra.

Terpidana korupsi hak tagih Bank Bali memberikan uang itu lewat perantara mantan politisi Nasdem Andi Irfan. Uang tersebut diduga sebagai panjar pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko yang saat itu masih buron. Djoko telah ditangkap di Malaysia pada 30 Juli 2020 dan kini menjadi tersangka dalam kasus yang sama. 

Banyak pihak mengkritisi pelimpahan berkas Pinangki sebagai aksi buru-buru penegkan hukum. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga langkah buru-buru itu untuk melokalisir perkara hanya pada Pinangki dan menutupi pihak lain yang terlibat dalam skandal Djoko Tjandra. 

"Kalau boleh menduga lah adanya kejanggalan karena nampak buru-buru itu menutupi pihak-pihak lain. Dan pihak-pihak lain itu ada nampak kemudian yang bisa lebih besar dan lebih tinggi jabatannya," kata Boyamin di gedung KPK, Jumat (18/9). 

Kedatangan Boyamin di KPK untuk memenuhi undangan dari lembaga antirasuah. Ia kemudian menjelaskan mengenai gambaran sosok 'King Maker' dalam skandal Djoko. Dia mengatakan, sosok 'King Maker' yang membuat Pinangki bersama teman dekatnya bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Malaysia. 

"Tapi, ketika Pinangki pecah kongsi dengan Anita (Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra) dan hanya mendapatkan rezeki, seakan-akan Anita (langsung) dari Djoko Tjandra, maka King Maker ini berusaha membatalkan (urusan fatwa) dan membiarkan PK (peninjauan kembali kasus Djoko oleh Anita) itu sehingga terungkap di DPR segala macam itu. 'King Maker' itu di belakang itu semua. Dan kemudian semua bubar, istilahku itu 'kalau gue enggak makan, lu juga enggak makan'. Nah inilah tugasnya KPK untuk menelusuri King Maker ini," tutur Boyamin.

Kasus ini terungkap dari pengakuan Jaksa Agung Sanitar Burhanuddin di DPR bahwa Djoko melakukan PK. Meski enggan mengungkapkan sosok tersebut, Boyamin menyebut King Maker bisa merupakan penegak hukum aktif atau yang sudah pensiunan.

Menurut dia, untuk mengungkap siapa sosok itu merupakan tugas para aparat penegak hukum. "Biar KPK nanti yang mendalami," kata dia. 

Berbasis bukti

Menanggapi tudingan MAKI tersebut, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menegaskan, tak akan menindaklanjuti semua dugaan keterlibatan pihak lain jika tak ada pembuktian. Kata dia, penegakan hukum harus berbasis pada alat bukti. Sementara ini, kata Ali, proses pengungkapan skandal tersebut baru menyeret jaksa Pinangki dan Andi Irfan.

photo
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8/2020). Djoko Tjandra diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap kepada oknum jaksa Pinangki terkait kepengurusan permohonan peninjauan kembali (PK) dan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) - (ANTARA FOTO/ Adam Bariq)

“Selama tidak ada kaitannya dengan pembuktian, untuk apa (diselidiki). Kalau hanya omongan, bapakku-bapakmu, apa hubungannya dengan pembuktian,” kata Ali di Jakarta, Jumat (18/9). 

MAKI juga pernah melaporkan Kejakgung soal adanya pihak lain yang berinisial T, DK, BR, dan HA, dan SHD. Selain itu, dalam menjalankan misi bebas untuk Djoko, komunikasi antara Pinangki dan Anita, juga menggunakan kode ‘bapakku dan bapakmu’.  

Menurut Ali, inisial tersebut, tak punya pembuktian terang. Namun, Ali menegaskan, jika dugaan keterlibatan pihak lain tersebut terungkap dalam pemeriksaan, pun pengadilan, penyidikannya memastikan untuk menindaklanjuti. “Nanti kita lihat sidang Pinangki, Rabu (23/9). Ada enggak dibacakan itu. Kalau ada, dan punya nilai pembuktian, baru kita selidiki,” kata Ali.

Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah menerangkan, inisial-inisial tersebut memang ada dalam proposal fatwa bebas ajuan Pinangki dan Andi untuk membebaskan Djoko. “Terutama nama (inisial) DK. Itu sedang kita cari juga,” kata Febrie. 

Persidangan perdana Pinangki akan digelar pada Rabu (23/9). Sementara pemeriksaan Andi Irfan baru akan dimulai pekan ini. Peran Andi dalam kasus ini krusial karena sebagai penghubung aktif Djoko ke Pinangki.

Dalam berkas perkara Pinangki, terungkap Pinangki bersama Andi meminta Djoko menyediakan uang 1 juta dolar AS (sekitar Rp 15 miliar) untuk pengurusan fatwa MA. Sementara, Djoko telah menyediakan dana 10 juta dolar AS atau sekira Rp 150 miliar untuk pejabat di Kejakgung dan MA. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat