Ketua KPPS memberikan surat suara kepada pemilih saat dilaksanakan simulasi Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9). | MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

Nasional

Pemerintah Minta PKPU Direvisi

PKPU kegiatan kampanye bersifat pertemuan fisik yang masih diperbolehkan bisa direvisi.

JAKARTA—Pemerintah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye yang berpotensi menjadi ajang berkumpulnya massa. Dalam PKPU Nomor 10 tahun 2020, masih dibolehkan kampanye pengumpulan massa di tengah pandemi Covid-19. 

Di pasal 63 mengatur kampanye seperti rapat umum, kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik, kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai, dan perlombaan. Masih di PKPU, kegiatan tersebut harus dilakukan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, meminta PKPU kegiatan kampanye bersifat pertemuan fisik yang masih diperbolehkan bisa direvisi. Sebab, kerumunan massa berisiko tinggi penularan Covid-19. "Tidak apa-apa kalau aturan itu kita perbaiki, saya pikir," ujar Bahtiar dalam konferensi pers yang digelar Bawaslu secara daring, Kamis (17/9). 

Ia mengatakan, konser musik yang menjadi bagian kegiatan kampanye pilkada dapat diupayakan digelar secara daring. "Jadi segala bentuk konser musik kita tolak. Seluruh dunia juga konser musik sedang ditutup kan? Jadi aneh juga kalau kita di Indonesia ini justru masih mengizinkan, itu sikap dari Kementerian Dalam Negeri," tegas Bahtiar.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi menilai, meskipun PKPU masih membolehkan kampanye dengan pengumpulan massa, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 bisa membubarkan kampanye yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Walaupun kegiatan itu diatur sah dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

"Mana regulasi yang sesuai dengan kondisi. Kalau proses pelaksanaan tahapan kampanye itu memang tidak sesuai dengan protokol kesehatan, maka pada saat itu satgas bisa merekomendasikan itu dibubarkan," kata Khairul, Kamis.

Bahkan, katanya, ketika ada potensi pelanggaran protokol kesehatan, satgas dapat segera bertindak. Sebab, ada aturan juga terkait larangan kerumunan massa saat kondisi pandemi Covid-19 sebagai upaya menghentikan risiko penyebaran virus korona. 

Khairul menuturkan, KPU harus memberikan kejelasan dalam aturannya mana ranah rezim hukum pemilu dan ranah rezim protokol kesehatan. Dengan demikian, kewenangan masing-masing lembaga/insitusi jelas dalam penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi.

Namun, dia lebih mendorong adanya regulasi yang dapat mengatur mekanisme pelaksanaan pilkada di tengah pandemi dalam tatanan perundang-undangan. 

Menurutnya, pemerintah semestinya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu itu harus berisi pelarangan kegiatan pengumpulan massa karena pilkada dilakukan saat pandemi hingga aturan sanksinya.

"Sekali lagi kalau mengandalkan peraturan di bawah saya tidak begitu yakin itu akan bisa terkawal dengan baik," ujarnya.

Wewenang satgas

Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, Satgas Penanganan Covid-19 daerah atau pusat bisa meminta konser kampanye pilkada tidak bisa digelar. "Aturannya ada, tapi tidak bisa dilaksanakan, mengapa? Bukan tidak boleh, (tetapi) tidak bisa karena sesuai dengan permintaan Satgas Covid di daerah masing-masing atau pusat semua konser ditiadakan," ujar Bagja.

Menurut dia, pelarangan Satgas itu bisa dilakukan jika semua pihak serius. Di sisi lain, Bawaslu juga sudah meminta kepolisian membubarkan massa seperti dengan mekanisme pembubaran unjuk rasa.

Sebelumnya, KPU mengeklaim aturan protokol kesehatan dalam kegiatan pilkada diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang pelaksanaan pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, undang-undang tentang pilkada tidak diatur hukum pidana bagi pelanggar protokol kesehatan. 

Akan tetapi, penegakan hukum pidana atau sanksi pidana terkait protokol kesehatan dapat mengacu undang-undang lain di luar UU pemilihan. "Tentu keseluruhan perundangan-undangan itu kita himpun untuk dijadikan dasar jangan sampai ada tindakan yang di luar undang-undang," kata dia.

Sedangkan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta agar pemerintah mengantisipasi terjadinya penularan Covid-19 saat digelar konser di pilkada. Ia tak ingin kegiatan tersebut justru menimbulkan kerumunan dan penularan yang lebih luas di masyarakat.

Menurutnya, konser pilkada tetap dapat digelar, tapi melalui media digital atau secara virtual tanpa mengumpulkan massa yang dapat melakukan kontak fisik secara langsung. “Di sisi lain kita juga harus antisipasi kemungkinan adanya konser atau acara yang digelar yang berpotensi memunculkan kerumunan dan penularan. Mohon agar sesuaikan, supaya kegiatan itu tidak menimbulkan kerumunan dan penularan dengan mengalihkan ke digital tanpa mengumpulkan massa secara fisik,” jelas Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (17/9).

Ia menyampaikan, kewaspadaan perlu ditingkatkan utamanya di daerah peserta pilkada yang masuk dalam kategori zona merah. Seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi wilayah berisiko tinggi untuk para peserta pilkada karena persentase kematiannya terbanyak.

“Artinya pengetatan protokol kesehatan wajib dilakukan di semua rangkaian kegiatan pilkada. Ini menjadi catatan penting bagi semua daerah terutama di dua wilayah ini,” ujarnya. 

Namun, ia juga menyebut terdapat beberapa provinsi peserta pilkada serentak yang memiliki persentase kesembuhan tinggi. Karena itu, Wiku menekankan agar antisipasi penularan terus dijalankan sehingga tak menambah jumlah kasus yang ada.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat