Perempuan dan dunia teknologi | Pixabay

Inovasi

Perempuan dan Kemajuan TIK Indonesia

Perempuan jangan pernah takut untuk terjun ke dunia TIK.

Teknologi sejatinya harus bisa dimanfaatkan oleh siapa pun. Sayangnya, meski dunia digital sudah cukup lama bergulir, partisipasi perempuan dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tingkat tinggi, dirasa masih kurang. 

Ketua Dewan Profesi dan Asosiasi Masyarakat Telemtika Indonesia (Mastel) Betti Alisjahbana menelusuri tren ini sewaktu ia menjabat sebagai presiden direktur PT IBM Indonesia. Menurutnya, banyak perempuan tidak memiliki cita-cita yang tinggi. 

Mereka hanya mengikuti alur kehidupan, seperti bersyukur bisa bekerja padahal memiliki keluarga. “Jadi dia tidak punya suatu next-nya saya mau apa. Padahal ketika kita punya tujuan, kita bisa mempersiapkan diri sehingga ketika peluangnya ada, kita siap,” ujar Betti dalam acara Women For ICT: Peran Perempuan dalam Kemajuan TIK, secara virtual, pekan lalu.

Selain itu, peran perempuan dalam dunia teknologi juga masih dibatasi oleh stereotipe, seperti tidak suka diberi penugasan ke luar kota. “Jadi ada stereotipe dengan maksud baik di kalangan para pimpinan laki-laki yang secara dia tidak sadar sebetulnya membatasi potensi perempuan,” katanya.

Selanjutnya adalah saat perempuan memiliki anak. Tanggung jawab dalam keluarga membuat mereka tidak bisa sepenuhnya berperan dalam pekerjaan, sehingga akhirnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan.

Berdasarkan analisa itu, Betti kemudian membuat program mentoring untuk para perempuan yang memiliki potensi. Ia juga mengadakan diversity training untuk para pemimpin agar mereka paham bahwa keragaman itu penting.

IBM pun memiliki program EXploring Interests in Technology and Engineering (EXITE) untuk anak-anak sekolah menengah atas (SMA) agar tertarik dengan teknologi. Program ini berisi kamp selama 10 hari dan membahas bagaimana teknologi sangat relevan untuk perempuan. 

Dibuat dengan suasana yang feminim, kegiatan ini diharapkan dapat membuat perempuan kian tertarik menekuni teknologi. Tapi, minat kepada dunia teknologi, tak harus selalu diperkenalkan. 

Terkadang, ketertarikan untuk mendalami suatu ilmu justru datang sedari awal. Staf Ahli Bidang Transformasi Digital, dan SDM, Kemenko Bidang Perekonomian, Mira Tayyiba mengaku, ia sudah tertarik dengan bidang teknologi digital sejak sekolah dasar. 

Itu yang membuat Mira bersekolah di bidang teknologi, khususnya telekomunikasi. Ia juga kaya pengalaman di bidang kebijakan publik. 

Menurutnya, di bidang kebijakan publik ini tidak ada istilah gender. Karena sebetulnya pekerjaan itu bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.

Jadi, Mira berpendapat, yang dituntut adalah kemampuan, bukan gender sensitifnya. Sementara, tantangan yang dirasakan sekarang ini adalah pemerintah sedang giat-giatnya menggalakkan transformasi digital.

“Sebetulnya transformasi digital di sektor pemerintah itu sudah berjalan beberapa tahun yang lalu. Tetapi kemudian kita akselerasi dengan menggunakan momentum pandemi sekarang ini untuk melakukan percepatan,” ujar Mira.

Menurutnya, yang menarik adalah, dulu sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bersifat vertikal. Tapi, sekarang pemanfaatan teknologi bersifat horizontal yang membuatnya terhubung dengan sektor lain.

“Koordinasinya harus sangat baik, karena platform digunakan oleh berbagai macam sektor yang mungkin tingkat kesiapannya berbeda, pandangannya berbeda, kebutuhannya berbeda dan sebagainya. Jadi, digital yang sifatnya lintas sektor ini memerlukan penanganan yang berbeda,” katanya.

Digital Paradox

Salah satu agenda transformasi digital ada yang disebut dengan digital paradox. Di satu sisi, kata Mira, digital dapat meningkatkan nilai atau mempercepat leadfront bagi suatu bangsa atau sebagai individu.

 Tetapi, jika tidak memiliki akses, maka akan tertinggal. Mira mengungkapkan digital paradox bukan hanya masalah akses infrastruktur, namun juga berusaha untuk melahirkan teknologi digital yang inklusif.  

Hal ini berarti tidak hanya membahas hak infrastruktur, tetapi juga melihat pada kelompok masyarakat tertentu. Misalnya, saat ponsel masih terbatas, seseorang harus datang ke warnet untuk mengerjakan tugas kampus. 

Mungkin rasanya, situasi ini tidak nyaman bagi perempuan karena harus mengerjakan tugas di warnet sampai malam. Belum lagi lingkungan berbahaya ketika malam.

Tapi, kini dengan hadirnya berbagai macam gawai, membuat kehidupan menjadi lebih nyaman. Terutama bagi perempuan untuk makin akrab dengan teknologi. 

Mira mengungkapkan, ia pun mengamati pemberdayaan perempuan dengan menggunakan digital maupun pemberdayaan perempuan  di sektor digital.

Karena banyak mengawal soal e-commerce, ia melihat sendiri bagaimana entrepreneur perempuan dan UMKM yang digerakkan oleh wanita bisa tumbuh berkembang dengan bantuan digital. Salah satu contohnya, Pisang Goreng Bu Nanik.

Menurutnya, sudah banyak program  pemberdayaan perempuan di sektor digital. Salah satunya adalah program Coding Mom untuk ibu-ibu. Di program tersebut, ibu-ibu bisa berkesempatan belajar coding.

Kedepannya, menurut Mira, berbagai macam kebijakan afirmatif (affirmative policy) untuk perempuan sebetulnya sudah dimulai oleh pemerintah. Bukan hanya di bidang digital saja, tapi yang juga perlu dipahami lagi, termasuk juga dalam meningkatkan literasi digital

“Karena sekarang lagi pandemi, jadi cara ukur fisiknya sangat terbatas. Saya pikir dengan melalui digital itu, perempuan khususnya ibu rumah tangga yang di rumah bisa memiliki fleksibilitas waktu untuk belajar digital yang bisa diperoleh melalui online,” ujarnya. 

Niat dan Ketekunan 

photo
Peran perempuan di dunia digital - (Pixabay)

Saat ini, teknologi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat. Dengan makin akrabnya masyarakat dengan teknologi, perempuan sudah sewajarnya mampu mengambil peran yang lebih dalam perkembangan TIK di Indonesia. 

Direktur Utama PT Dama Persada, Sylvia E Sumarlin mengungkapkan, perempuan mungkin sekali berperan di dunia TIK. Sylvia mengatakan perlu ada ketekunan dan ketabahan bergerak di dunia TIK karena jamnya panjang.

Menurutnya, niat kuat berperan di bidang TIK menjadi hal penting. Sebab, jika tidak ada niat, maka akan mudah putus asa. Sylvia yang juga anggota Tim Pelaksana Wantiknas ini berharap perempuan tidak melihat dunia TIK sebagai sesuatu yang sulit.

“Kalau memang suka, maju terus, lakukan. Kalau punya kesempatan, kenapa tidak diambil. Jangan lihat ‘Kayak-nya perempuan enggak pantas di situ’ karena tidak ada pandangan gender di dunia IT,” katanya menjelaskan.

Senada, Kepala Balai Jaringan Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Novi Turniawati yang juga hadir di acara virtual ini mengatakan, penyebab peran perempuan masih belum terdengar di dunia TIK adalah kemungkinan ada rasa takut ketika akan terjun ke dunia TIK. 

Menurutnya, justru perempuan jangan pernah takut terjun ke dunia TIK yang sering disebut dunia laki-laki. Berkarier di dunia TIK juga tidak melulu tentang menarik kabel atau memanjat ke atas atap untuk membenarkan antena. 

Namun, perempuan juga bisa menjadi programmer yang bekerja di depan laptop. “Dia bisa membuat atau menciptakan suatu program, selain itu juga bisa merancang terkait tata kelola TIK, juga untuk menerapkan TIK di masing-masing instansi,” katanya.

Contoh sederhana dalam bidang TIK yang selama ini dilakukan oleh perempuan, kata Novi, adalah berbelanja daring. Di situ perempuan sudah menerapkan dan melek TIK karena bisa menggunakan gawainya untuk mengaktivasi aplikasi belanja daringnya.

 
Kalau memang suka, maju terus, lakukan. Karena tidak ada pandangan gender di dunia IT.
Sylvia E Sumarlin, Direktur Utama PT Dama Persada
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat