Wakil Ketua Umum IDI Adib Khumaidi. | Republika/Raisan Al Farisi

Wawasan

Bentuk Komite Keselamatan Tenaga Medis

Salah satu tugas komite ini mengawasi fasilitas kesehatan dan memfasilitasinya.

Sebanyak 115 dokter meninggal dunia karena terpapar Covid-19 di tempat mereka mengabdi hingga Sabtu (12/9). Jumlah itu mengerikan mengingat dokter dan tenaga kesehatan lainnya adalah tulang punggung dalam memerangi penyebaran virus korona jenis baru dari Wuhan, Cina, tersebut.

Tentu saja, kematian ratusan dokter tersebut akan memberikan dampat tersendiri bagi penanganan kasus ini, baik secara psikis maupun secara tenaga, dalam pelayanan di rumah sakit. Untuk mengetahui itu, wartawan Republika, Rr Laeny Sulistyawati, mewawancarai Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi pada Senin (14/9). Berikut petikannya:

Apa saja dampak dari kematian 115 dokter akibat penularan Covid-19?

Jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Artinya, Indonesia hanya memiliki empat dokter yang melayani 10 ribu penduduknya. Rasio dokter spesialis juga rendah, sebesar 14,6 per 100 ribu penduduk.

Selain itu, distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan juga terkonsentrasi di Jawa dan kota-kota besar. Namun, jumlah dokter yang ada saat ini ternyata sebanyak 115 dokter di antaranya meninggal dunia akibat Covid-19. Sebagian mereka yang meninggal adalah dokter umum sekitar 60 orang, sisanya spesialis dan profesor, tercatat sebanyak tujuh profesor. 

Jika asumsinya satu dokter melayani 2.500 orang pasien, bisa digambarkan rakyat Indonesia sebanyak hampir 300 ribu jiwa kehilangan pelayanan dari dokter dan dokter gigi. Kehilangan dokter (juga) tentunya akan berakibat menurunnya kualitas pelayanan bagi rakyat Indonesia.

Dokter adalah aset bangsa, investasi untuk menghasilkan dokter dan dokter spesialis sangat mahal. Karena pendidikan dokter itu tidaklah sebentar. Pendidikan dokter ditempuh selama enam tahun ditambah spesialis lima tahun, itu belum termasuk kalau menempuh pendidikan S-3 bisa selama dua hingga tiga tahun. Jadi, investasi terkait sumber daya manusia kesehatan mahal dan membutuhkan waktu.

Apakah pelayanan kesehatan akan semakin berkurang?

Bergantung dokternya meninggal di daerah mana. Kalau di daerah jauh dari ibu kota, kehilangan satu dokter saja sangat terasa. Karena dalam kondisi normal saja Indonesia sudah kekurangan dokter, apalagi saat kondisi seperti sekarang.

Namun, memang di daerah kota besar seperti Jakarta dan Surabaya tidak begitu terasa karena dokter kan menumpuk di kota-kota besar. Karena itu, harus ada upaya untuk menekan meninggalnya dokter dengan memberikan perlindungan. Ini untuk kepentingan kita sebagai rakyat Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik.

Rekomendasi bentuk konkret perlindungan dokter seperti apa?

Salah satunya pembentukan Komite Keselamatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Salah satu tugas komite ini adalah melakukan proses pengawasan terhadap fasilitas kesehatan dan memfasilitasinya. Ini kaitannya dengan regulasi yang dibuat pemerintah, termasuk adanya regulasi zonasi rumah sakit.

Jadi, rumah sakit harus membuat zonasi supaya mengurangi paparan virus. Zonasi ini, yakni merah, kuning, dan hijau di semua RS berpotensi terpapar dengan Covid-19.

Selain itu, pemerintah di daerah bisa menunjuk rumah sakit yang ditunjuk khusus untuk Covid-19. Mengapa? Karena di rumah sakit umum, penyakit bukan Covid-19 harus ditangani juga.

Akibatnya, kondisi pasien umum terbengkalai, tidak tertangani dengan baik bahkan terjadi angka kesakitan dan kematian yang malah terjadi pada pasien non-Covid. Jadi harus ada upaya strategi clustering rumah sakit khusus Covid-19 itu. Upaya ini sekaligus mempermudah untuk relokasi sumber daya manusia, relokasi sarana prasarana.

Selain itu, pemerintah juga bisa membuat regulasi terkait tata kelola ruang di RS, misalnya ventilasinya baik, adanya air purifier dengan filter yang mengurangi penumpukan virus dalam satu ruangan.

Terakhir, memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) karena saat ini tidak semua fasilitas pelayanan kesehatan menyediakannya. Bahkan, teman-teman kami ada yang sampai mencari sendiri. 

Seberapa urgen pembentukan komite keselamatan ini sekarang?

Kami tidak minta diprioritaskan. Namun, ibarat dalam kondisi peperangan, harus ada satu pasukan khusus menghadapi musuh, yaitu dokter dan tenaga kesehatan.

Karena kehilangan satu pasukan dalam satu peperangan saja sangat berpengaruh, apalagi kalau semakin banyak dokter meninggal dunia saat melawan Covid-19 ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat