Adrianus pertama kali merasakan keraguan tentang agama lamanya sejak duduk di bangku SMP | DOK IST

Oase

Adrianus, Diskusi Berujung Hidayah

Adrianus mendapat hidayah dan menjadi mualaf setelah berbincang dengan dosen agama Islam.

Adrianus merupakan seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu, Sulawesi Tengah. Sejak 16 Oktober 2019, lelaki berusia 23 tahun itu telah resmi memeluk agama baru, yakni Islam. Sebelumnya, ia tumbuh besar dalam lingkungan keluarga dan pendidikan non-Muslim.

Melalui akun YouTube pribadinya, Adrianus menuturkan kisah perjalanan hidupnya sehingga dapat menemukan cahaya Islam. Baginya, keputusan untuk menjadi Muslim harus dilalui dengan penuh perjuangan. Banyak lika-liku yang membuat kalbu dan pikirannya terganjal. Bagaimanapun, semua kendala itu, atas izin Allah SWT, dapat diatasinya. Hatinya mantap memeluk agama tauhid.

Ayah dan ibu kandung Adrianus merupakan orang-orang yang taat beragama non-Islam. Maka di tempat asalnya, Desa Pasangkayu, Sulawesi Barat, dia pun digembleng di lembaga pendidikan non-Muslim. Akan tetapi, takdir membuatnya bertemu dengan sosok-sosok Muslim. Bahkan, waktu itu dirinya pernah sangat dekat dengan seorang guru agama Islam.

Hingga kelas satu SMP, Adrianus sebenarnya seorang anak yang pemalu. Dia mulai menjadi lebih terbuka dalam bergaul ketika kelas dua SMP. Saat itu, dia dekat dengan guru agama Islam. Meski berbeda agama, sang guru memperlakukannya dengan sangat baik.

Karena kebaikan sang guru dalam interaksi mereka sehari-hari, Adrianus menjadi tertarik untuk mengikuti kegiatan di masjid sekolah. Setiap masjid sekolah menyelenggarakan kegiatan, Adrianus tak sungkan untuk ikut serta. Dia juga sering membersihkan teras masjid dan lebih suka dekat dengan masjid dibandingkan dengan tempat ibadahnya sendiri saat itu.

Meski sering bergaul dengan teman-temannya yang Muslim, ketika di sekolah, Adrianus tetap beribadah sesuai agamanya saat itu. Sebagai remaja, dia pernah melakukan kenakalan seperti membolos dari sekolah. Hingga satu pekan lamanya, dia tidak masuk sekolah dan tanpa ada keterangan atau surat izin.

Karena hal itu, nilai sekolahnya jatuh dan dia tidak dapat naik kelas. Namun, guru agama Islam mengetahui kondisi Adrianus yang sesungguhnya serta perilaku Adrianus yang baik. Oleh karena itu, sang guru membantunya untuk berbicara kepada kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian mengizinkan Adrianus naik kelas.

Ketika menginjak kelas tiga SMP, satu hari usai melaksanakan ibadah, dia pergi ke perpustakaan sembari menunggu teman-teman Muslimnya selesai shalat. Di perpustakaan tersebut terdapat sebuah buku tentang kisah rasul yang menarik perhatiannya.

"Bukan karena buku itu untuk umat Islam, tetapi saya ingin mencari tahu awal dan jalan cerita nabi-nabi dan rasul versi Islam. Sebab, banyak sekali cerita mereka. Setelah membaca, saya lantas bingung dan ragu dengan agama saya (sebelum masuk Islam –Red), tetapi saya belum berpikir jauh setelah itu," ujar dia, beberapa waktu lalu.

Menginjak masa-masa sekolah di SMK, Adrianus tak lagi memikirkan soal agama. Namun, saat telah mulai kuliah, Adrianus merasa ada sesuatu yang mengetuk pintu hatinya. Dia mulai memikirkan kembali keraguan hatinya tentang agama yang dirasakannya semasa SMP.

Dia pun menceritakan hal itu kepada temannya yang Muslim, terutama tentang kisah nabi dan rasul yang pernah dibacanya dulu. Tak berselang lama dari hari itu, dia mendengar kabar tentang salah seorang teman seagamanya yang memeluk Islam.

Muncul rasa iri dalam hatinya. Saat itu, Adrianus mulai yakin. Islam adalah agama yang sesungguhnya benar. Namun, dia masih ragu-ragu untuk mengambil keputusan besar: memeluk Islam.

 
Islam adalah agama yang sesungguhnya benar. Namun, dia masih ragu-ragu untuk mengambil keputusan besar: memeluk Islam.
 
 

Dia kemudian mencari tahu tentang Islam seorang diri dengan sering menonton video-video tentang perdebatan atau perbandingan agama. Hingga semester kelima perkuliahan tahun 2019, Adrianus pun menguatkan tekadnya untuk semakin mendalami Islam.

Tidak hanya melalui belajar mandiri, dia juga memutuskan menemui dosen agama Islam di kampusnya. Dengan begitu, ia bisa memahami dengan lebih baik apa dan bagaimana itu Islam. Setelah beberapa lama berbincang, Adrianus merasa terkagum-kagum dengan pemahaman tentang keislaman dari dosen yang ditemuinya.

Pada awalnya, dosen tersebut tidak mengetahui bahwa Adrianus sebenarnya ingin memeluk Islam. Adrianus perlu waktu hingga akhirnya memberanikan diri untuk memberitahukan bahwa dia ragu dengan agamanya saat itu dan merasa Islam lebih sesuai untuknya.  

Karena waktu yang terbatas, sang dosen pun mengajaknya datang ke rumah untuk mendiskusikan hal tersebut lebih dalam. Adrianus mengenang, waktu itu dirinya merasa ragu untuk langsung bersyahadat karena ada masalah ekonomi. Dalam arti, ia masih bergantung pada sokongan orang tua.

"Saya yakin ketika saya memeluk Islam, orang tua saya pasti akan berhenti membiayai kuliah dan hidup saya, bahkan saya mungkin bisa diusir dari rumah. Saya belum siap untuk itu," ujar dia.

Adrianus menghadapi dilema yang tidak mudah. Akan tetapi, sang dosen melihat ada keyakinan yang kuat dalam diri mahasiswanya itu. Maka, dia berusaha mencarikan waktu bagi Adrianus untuk bersyahadat.

photo
Adrianus kini tidak hanya aktif di Mualaf Center Palu, melainkan juga mengelola saluran YouTube miliknya - (DOK IST)

Bersyahadat

Setelah berdiskusi, keesokan harinya sang dosen menghubungi Adrianus untuk datang ke rumah dan berbicara dengan ketua Mualaf Center Palu. Saat itu, Adrianus mengira bahwa pertemuan tersebut sekadar untuk berdiskusi.

"Saya terkejut begitu tahu sampai-sampai ketua mualaf center datang. Padahal, saya belum siap untuk bersyahadat," jelas dia.

Malam itu, Adrianus bertemu dengan dosen agama Islam, ketua mulaf center bersama temannya, dan dua orang kemenakan dosen tersebut. Mereka itulah yang kemudian menjadi saksi dirinya saat bersyahadat. Setelahnya, Adrianus memiliki nama Muslim Adam.

"Ketua Mualaf, Koh Jeff, menjelaskan kepada saya kalau menjadi Muslim itu berat, banyak ujian, mental juga harus kuat. Namun, saya siap untuk menerimanya," jelas dia.

 
Menjadi Muslim itu berat, banyak ujian, mental juga harus kuat. Namun, saya siap untuk menerimanya.
 
 

Ketua Mualaf Center Palu, Koh Jeff, meminta Adrianus bersyahadat malam itu juga. Awalnya, Adrianus menyampaikan keberatan karena merasa waktunya terlalu cepat. Namun, Koh Jeff meyakinkan bahwa lebih cepat lebih baik karena tidak ada yang tahu kapan ajal akan tiba.

Setelah Adrianus diminta berwudhlu, Koh Jeff menggenggam tangannya dan menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat berbahasa Arab dan Indonesia. Usai Adrianus bersyahadat, setiap orang pun memeluk dia dan memberikan dukungan.

Sang dosen agama mengatakan bahwa ketika bersyahadat, semua malaikat berada di sekitar orang yang mengucapkannya dan ikut mendoakan. Adrianus memang merasa momen saat itu berbeda dari saat-saat sebelumnya ketika dia belajar sendiri untuk mengucapkan syahadat.

Usai bersyahadat, dia kemudian belajar shalat. Dalam mempelajari shalat, Adrianus juga dibimbing oleh tim Mualaf Center Palu.

Dia juga kemudian semakin mendalami Islam dengan mengikuti kajian di Masjid Al Muhajirin, Petoboh, Palu. Usai kajian, dia biasa berkumpul bersama dengan anggota Mualaf Center.

Usai bersyahadat, Adrianus belum berani memberitahukan hal tersebut ke orang tuanya, terutama karena pertimbangan masalah finansial yang dia khawatirkan sejak awal. Akan tetapi, jika tidak memberitahukannya, dia juga khawatir di rumah akan sulit melaksanakan shalat lima waktu, termasuk makan makanan halal.

Adrianus mendapatkan dukungan dari sesama mualaf serta pembimbing. Ia diyakinkan bahwa sebagai Muslim seharusnya dirinya lebih takut kepada Allah dibandingkan yang lain, termasuk orang tua. Akhirnya, ketika libur akhir tahun, dia memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Selama di perjalanan dan di pemberhentian untuk shalat, dia tidak berhenti berdoa agar mendapatkan kekuataan untuk berbicara kepada orang tuanya.

Singkat cerita, Adrianus memberi tahu orang tuanya melalui surat yang dititipkan kepada adik perempuannya. Awalnya, mereka menerima dengan tangan terbuka dan tetap membiayai hidupnya.

Namun, saat perayaan hari besar, tanggapan mereka mulai berubah. Sebagai Muslim, tentu dia tidak lagi merayakan hari besar agama lamanya dan dia pun tidak makan makanan yang haram.

Saat itu, pertengkaran sempat terjadi. Sebab, keluarga besar melihat Adrianus tak lagi melakukan ibadah di hari besar agama mereka. Ia dianggap telah membuat malu keluarga. Meski tetap tinggal di rumah, keluarga Adrianus akhirnya bersikap dingin kepadanya.

Kini, dia tidak lagi mendapatkan dukungan finansial dari keluarga. Dia bersyukur, kini Mualaf Center Palu memberikan dukungan dan bantuan secara penuh baik terkait biaya hidup, tempat tinggal, maupun biaya kuliah.

Adrianus juga bergabung dengan Mualaf Center. Di sana, ia didaulat untuk mengelola akun daring multimedia YouTube Mualaf Center Palu. Di bawah bendera organisasi itu, dia terus terlibat aktif dalam berbagai aksi sosial. Sebagai contoh, penggalangan dan penyaluran donasi untuk para korban musibah banjir yang terjadi di Masamba bulan ini.

Dari lubuk hati yang terdalam, ia bertekad untuk menjadi seorang Muslim yang bermanfaat bagi sesama. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat