IMAN SUGEMA | Daan Yahya | Republika

Analisis

Pemulihan Ekonomi ala Paul Krugman

Terkadang, pesimisme yang terlalu berlebihan justru yang menjadi penyebab kita sulit move-on.

Oleh IMAN SUGEMA

OLEH IMAN SUGEMA

 

Beberapa waktu yang lalu, Paul Krugman, salah satu peraih Nobel bidang ekonomi, memberikan gambaran yang sangat optimistis tentang pemulihan ekonomi. Ia bilang bahwa ekonomi akan cepat pulih pasca Covid-19.

Alasannya sangat sederhana, yaitu resesi global terjadi bukan akibat kelemahan struktural. Perusahaan tidak beroperasi karena terpaksa atau dipaksa ditutup oleh kebijakan lockdown dan social distancing. Konsumen berhati-hati dalam membelanjakan uang karena belum ada kepastian kapan mereka akan bekerja kembali.

Konsekuensinya, ketika perusahaan dapat beroperasi secara normal maka aktivitas ekonomi akan kembali seperti biasa. Mungkin beberapa aktivitas seperti pelayanan online akan menjadi lebih maju. Sementara itu, sebagian lagi mungkin akan meredup. Akan tetapi secara keseluruhan, aktivitas ekonomi akan bangkit secara mudah.

Argumen seperti ini tentunya memerlukan beberapa kualifikasi. Pertama dan yang paling utama adalah kepastian tentang solusi permanen terhadap pandemi Covid-19. Wabah akan berakhir dengan sendirinya jika dua pertiga penduduk dunia telah divaksinasi. Hanya dengan demikian kita semua bebas berinteraksi sosial, bepergian ke mana saja kita mau dan bekerja seperti biasanya.

Presiden Joko Widodo sendiri memberi target bahwa vaksinasi akan dimulai pada awal tahun 2021. Kalau benar maka vaksinasi massal akan membutuhkan waktu sekitar setengah tahun. Tentunya kita semua harus sabar menunggu antrean. Vaksin perlu diproduksi secara massal, didistribusikan dan disuntikan. Semua itu tentunya memerlukan waktu.

Vaksinasi massal bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Akan ada pihak-pihak yang menolak untuk divaksin. Beberapa pihak akan secara sengaja melakukan propaganda palsu dengan berbagai alasan seperti agama, kepercayaan terhadap kandungan vaksin, dan lain sebagainya. Akan ada pihak yang mengisukan bahwa vaksin mengandung komponen haram.

 
Vaksinasi massal bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Akan ada pihak-pihak yang menolak untuk divaksin.
 
 

Untuk kasus Indonesia, mungkin isunya akan sedikit lebih rumit. Beberapa pihak memang sejak awal tidak mudah kooperatif dengan kebijakan pemerintah. Bukan tidak mungkin akan ada yang mengaitkannya dengan isu komunisme. Akan tetapi memang tidak semua orang harus mendapatkan vaksin.

Boleh saja satu pertiga penduduk tidak divaksin dan mendapatkan kekebalan secara kelompok. Mereka terlindungi dari wabah bukan karena dirinya kebal, tetapi karena wabah tidak mudah mencari mangsa.

Vaksinasi juga mungkin akan menjadi masalah besar bila kualitasnya tidak terjaga. Produksi massal dengan waktu yang sangat singkat biasanya berasosiasi dengan kesulitan untuk menjaga konsistensi kualitas. Beberapa pihak mungkin akan memanfaatkan kesempatan bisnis dengan cara curang seperti pemalsuan dan pengenceran.

Bisa jadi kita juga terlalu tergesa-gesa dari awal sehingga terjadi kesalahan dalam memastikan kemujaraban vaksin yang diedarkan. Pastinya, tahun depan adalah tahun di mana keandalan pemerintah dalam pengorganisasian logistik kesehatan akan betul-betul diuji.

Kualifikasi yang kedua adalah sejauh mana Covid-19 telah menimbulkan kerusakan ekonomi. Krugman sendiri mengasumsikan kerusakan tidak bersifat permanen atau hanya sementara saja. Perusahaan berhenti beroperasi bukan karena mereka bangkrut secara teknis. Mereka tutup karena situasi tidak memungkinkan.

Bahkan di beberapa negara yang sudah sukses dengan lockdown, relaksasi aktivitas produksi dilakukan secara berhati-hati. Lockdown tidak meniadakan kemungkinan berjangkitnya second wave. Sampai sekarang belum ada satu pun negara yang bisa kembali normal.

Bahkan mayoritas ekonom di Amerika Serikat dan Inggris berpendapat bahwa lockdown merupakan langkah yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan beban ekonomi yang terlalu besar. Akibatnya, semua pemerintahan melakukan ekspansi fiskal yang jor-joran untuk menyelamatkan perekonomian. Berbagai paket stimulus dan penyelamatan digulirkan dengan cara menggelontorkan likuiditas.

Indonesia sendiri mungkin sedikit agak beruntung karena tidak melakukan lockdown secara ekstrem. Ini berarti kerusakan ekonomi yang timbul mungkin saja lebih ringan. Akan tetapi ini baru akan kita ketahui setelah data statistik tentang produk domestik bruto (PDB), pengangguran dan kemiskinan keluar. Perkiraan sementara sih tidak akan separah Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Argumentasi yang dikembangkan Krugman memberikan sebuah nuansa bahwa bisa jadi situasi ekonomi dunia tidak separah yang kita perkirakan. Terkadang, pesimisme yang terlalu berlebihan justru yang menjadi penyebab kita sulit move-on. Sekarang pilihan ada di tangan kita: mau move-on atau tidak?

 
Argumentasi yang dikembangkan Krugman memberikan nuansa bahwa bisa jadi situasi ekonomi dunia tidak separah yang kita perkirakan.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat