Warga menggunakan masker beraktivitas di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Ahad (30/8). | Republika/Thoudy Badai

Opini

Membangun Budaya Sadar Risiko

Budaya risiko dapat diterapkan juga untuk menghadapi kemungkinan risiko lainnya.

M SOLEH, Konsultan dan Trainer Manajemen, Aida Consultant & SmartRisk

Salah satu kasus Covid-19 tertinggi terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan data sebuah surat kabar, disebutkan jumlah orang yang tidak mematuhi aturan menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah di Jawa Timur mencapai 70 persen.

Orang yang melanggar aturan jarak fisik saat berkegiatan di luar rumah 62 persen (Isfandiari, 2020). Ini sejalan dengan pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Syaf Satriawan (2020) yang mengatakan bahwa penggunaan APD harus dievaluasi.

Mungkin APD sangat bagus, tetapi perilaku petugas medis sangat buruk. Misalnya, mereka sering makan siang bersama ketika sedang membuka masker.  Ini secara tak langsung menunjukkan rendahnya kesadaran dan kegagalan dalam mengelola risiko.

Orang yang memiliki kesadaran terhadap risiko cenderung selalu berhati-hati dan senantiasa mengumpulkan data dan informasi untuk membuat prediksi atau harapan masa depan yang bermanfaat untuk menghadapi situasi seperti Covid-19 ini.

 
Dalam kasus Covid-19, budaya sadar risiko harus ditumbuhkembangkan pada pengelolaan risiko di pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan.
 
 

Maka, mereka tak melakukan hal yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, sebaliknya mematuhi protokol kesehatan. Ini terlaksana dengan baik ketika semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan memiliki budaya sadar risiko.

Budaya sadar risiko (risk culture) adalah nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko yang dianut oleh sekelompok orang yang mempunyai tujuan sama.

Jadi, sadar risiko dapat disebut sebagai budaya ketika semua pihak yang terlibat dalam sebuah hal atau kegiatan memiliki keselarasan dalam memahami dan melaksanakan nilai, kepercayaan, dan pengetahuan tentang risiko.

Dalam kasus Covid-19, budaya sadar risiko harus ditumbuhkembangkan pada pengelolaan risiko di pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan.

Ada empat alasan kita membutuhkan budaya sadar risiko. Pertama, pandemi Covid-19 disebut risiko karena terjadi secara tak terduga serta memberikan efek tidak menyenangkan seperti kerugian perusahaan, ketidakstabilan ekonomi, bahkan kematian.

Kedua, budaya sadar risiko akan membuat masyarakat lebih sadar dengan segala risiko di balik tindakannya. Dalam hal ini, orang yang memiliki budaya sadar risiko mengikuti peraturan pemerintah mengenai penerapan protokol kesehatan secara sukarela.

Sebab, mereka menyadari dengan mengikuti protokol kesehatan, mereka aman dan pandemi dapat dikalahkan. Ketiga, orang dengan budaya sadar risiko akan menjadi lebih sadar dengan situasi volatile, uncertain, complex, dan ambigu (VUCA).

Keempat, orang dengan budaya sadar risiko siap menghadapi berbagai risiko, termasuk yang berulang. Mereka tak akan terkejut karena selalu belajar dari risiko yang terjadi sebelumnya. Mereka memiliki rencana mitigasi untuk mengatasinya.

Ketika kita ingin mengembangkan budaya sadar risiko di perusahaan, organisasi, atau negara, kita harus mengubah budaya itu menjadi budaya yang dilakukan berdasarkan kesadaran risiko.

Untuk mengembangkan dan menumbuhkan budaya tersebut, diperlukan beberapa pihak, di antaranya sponsor perubahan, agen perubahan, dan target perubahan. Selanjutnya, seluruh pihak bersama-sama menumbuhkan budaya sadar risiko.

Untuk menumbuhkan budaya sadar risiko individu, setidaknya terdapat empat tahapan. Pertama, memberikan pemahaman mengenai arti, manfaat, dan dampak ketika tidak memiliki budaya sadar risiko.

Kedua, setelah memiliki pemahaman budaya sadar risiko, secara otomatis ia mulai menyadari, budaya sadar risiko memang perlu dibangun. Ketiga, kesadaran tersebut selanjutnya mendorong kemauan menerapkan budaya sadar risiko.

Sedangkan tahapan keempat, mereka yang sudah memiliki kemauan menerapkan budaya sadar risiko perlu didukung agar berkemampuan melaksanakannya.

 
Perlu dipahami, budaya risiko dapat diterapkan juga untuk menghadapi kemungkinan risiko lainnya.
 
 

Membangun budaya sadar risiko bagi individu, harus disertai membangun budaya risiko bagi perusahaan, organisasi, atau negara. Beberapa hal dapat dilakukan perusahaan, organisasi, atau negara.

Yakni, memperbaiki struktur dan tata kelola perusahaan agar mengarah ke budaya sadar risiko, sosialisasi agar tata kelola tersebut diketahui semua pihak, mendisiplinkan pelaksanaan budaya sadar risiko dengan reward dan punishment.

Selain itu, memberikan dukungan berupa sumber daya yang diperlukan, dan memberikan pelatihan terkait budaya sadar risiko guna mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan budaya sadar risiko.

Ketika budaya sadar risiko sudah dapat ditumbuhkembangkan dengan baik di lingkungan pemerintah, masyarakat, tenaga medis dan pihak terkait lainnya, kita akan lebih siap menghadapi segala risiko yang akan terjadi di masa mendatang.

Perlu dipahami, budaya risiko dapat diterapkan juga untuk menghadapi kemungkinan risiko lainnya.

Ke depannya, diharapkan budaya sadar risiko dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia sehingga kasus seperti Covid-19 ini dapat dimitigasi lebih awal dan dampaknya dapat dikendalikan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat