Pengantin pria merapikan alat pelindung wajah yang dipakai istrinya usai rangkaian prosesi akad nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Tandes, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (21/5/2020). | Moch Asim/ANTARA FOTO

Fikih Muslimah

Muslimah Menikahi Non-Muslim, Bolehkah?

Bila seorang Muslimah menikahi non-Muslim, konsekuensi hukum pun mengikuti langkah yang diambil tersebut.

Orang yang bukan beragama selain Islam dapat menghadirkan konsekuensi tersendiri bagi orang Muslim yang berhubungan, baik secara adat maupun syariat. Alquran menyebutnya dengan kalimat ulaika yad'una ilannari (orang-orang kafir akan membawa kita/umat Muslim kepada neraka).

Terlebih, apabila seorang Muslimah memutuskan untuk menikahi seorang laki-laki non-Muslim, konsekuensi hukum pun mengikuti langkah yang diambil tersebut.

Dalam buku Menikah Beda Agama dalam Alquran karya Isnawati dijelaskan, seorang suami memiliki kekuasaan atas istri. Ada kemungkinan bagi suami untuk memaksa istrinya meninggalkan agama asalnya dan membawanya kepada Yahudi ataupun Nasrani.

Pada umumnya, anak akan mengikuti agama ayahnya. Jika ayahnya merupakan seorang Yahudi atau Nasrani, besar kemungkinan keturunan yang dihasilkan antara Muslimah dengan lelaki kafir itu bukanlah Islam.

Jumhur ulama pun berpendapat bahwa haram hukumnya bagi seorang Muslimah menikahi seorang laki-laki non-Muslim. Pernikahan dalam Islam dikenal sebagai sebuah ibadah yang mulia. Di mana dua insan menyatu dalam ikatan yang suci.

Dalam menuju pernikahan, terdapat hal-hal yang telah dilalui. Dari menyiapkan diri, memilih pasangan yang sesuai, melewati proses taaruf, khitbah, dan proses-proses persiapan lainnya. Dalam menentukan pasangan, Rasulullah SAW pun mengamanati umat Islam akan empat hal.

Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah seorang wanita itu karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka utamakan dia yang beragama (yang menjalankan agama), maka kamu akan beruntung." Hadis ini merupakan hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Dalam hadis tersebut jelas kiranya bahwa Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan bagi setiap mukmin untuk menikahi seseorang yang paling diutamakan. Pernah Umar berkata kepada Hudzaifah: "Apabila orang-orang Islam suka mengawini peremuan kitabiyah (ahli kitab/non-Muslimah), maka siapakah yang mengawini perempuan Islam? Dan beliau (Rasulullah) melarang pernikahan Muslim dengan perempuan kitabiyah."

Demikian bagi seorang Muslimah. Sangat dianjurkan Muslimah mencari laki-laki yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 221, "Janganlah wanita-wanita Muslimah menikahi lelaki musyrik, kecuali mereka beriman dan meninggalkan kekafirannya. Maka, ketika itu (kekafirannya ditinggalkan) kufu (satu kelompok) keduanya."

Imam Abu Ja'far at-Thobari dalam Tafsir al-Maraghy menjabarkan, maksud turunnya ayat 221 surah al-Baqarah itu adalah haramnya seluruh musyrikah untuk para lelaki Muslim. Baik itu perempuan dengan latar belakang agama Yahudi, Nasrani, maupun lainnya. Muslimah yang menikahi non-Muslim tidak diperkenankan, sebab akan menimbulkan mudharat bagi dirinya. Menjalankan rumah tangga bukan hanya urusan antara manusia dengan manusia, tapi juga urusan antara manusia dengan Tuhan.

Pernikahan adalah ibadah, maka nilai ibadah tersebut haruslah berorientasi kepada Allah SWT semata. Jika apa yang sudah disebutkan dan ditegaskan oleh agama itu jelas mengenai hukum dilarangnya menikahi laki-laki non-Muslim, alangkah baiknya bagi Muslimah untuk mengikuti hal itu. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat