Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (kiri) didampingi Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono memberikan keterangan pers terkait penangkapan buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO

Nasional

Lagi, Kasus Djoko Tjandra Seret Jenderal Polisi

Djoko Tjandra diduga menyuap jenderal polisi di Mabes Polri.

JAKARTA-- Mabes Polri menetapkan dua jenderal polisi sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi red notice Djoko Tjandra yaitu Irjen Pol Napoleon Bonaparte (NB) dan Brigjen Prasetijo Utomo (PU). Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena menerima hadiah atau imbalan dari Djoko Tjandra (JST) dan Tommy Sumardi (TS).

"Dalam kasus tipikor red notice ini ada pemberi dan penerima hadiah. Kami sudah periksa 19 saksi dan kami tetapkan JST dan TS sebagai pemberi dan PU dan NB sebagai penerima," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8).

Ia melanjutkan, penyidik kepolisian telah mengamankan barang bukti berupa uang 2 ribu dolar AS, telepon genggam, laptop dan CCTV. Ia menambahkan JST dan TS dikenakan pasal  5 ayat 1 kemudian pasal 13 UUD nomor 20 2002 tentang Tipikor dan pasal 55 KUHP.

"Sedangkan PU dan NB dikenakan pasal 5 ayat 2 kemudian pasal 11 dan 12 a dan b UUD nomor 20 2002 tentang Tipikor dan pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman 5 tahun penjara. Untuk selanjutnya masih diselidiki tentang tipikor red notice ini," kata dia.

Djoko Tjandra yang merupakan buron kasus pengalihan piutang Bank Bali diketahui kembali ke Indonesia selepas pelarian 11 tahun pada Juni 2020 lalu. Kembalinya Djoko Tjandra untuk mengurus peninjauan kembali kasusnya di PN Jakarta Selatan itu dimungkinkan dengan bantuan sejumlah oknum di Mabes Polri.

Salah satunya dengan pemberitahuan dicabutnya status red notice Djoko Tjandra ke pihak imigrasi. Keterangan pencabutan tersebut memungkinkan Djoko membuat surat-surat jalan serta paspor di keimigrasian. Menurut keterangan Mabes Polri sebelumnya, pemberitahuan pencabutan red notice itu dikirimkan sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol di Mabes Polri, Brigjen Nugroho Wibowo ke Ditjen Keimigrasian pada 5 Mei 2020. 

Brigjen Nugroho merupakan bawahan Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat kadiv Hubungan Internasional Polri. Selain mereka, Brigjen Prasetijo Utomo yang kala itu menjabat  kepala Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri juga terlibat dengan menerbitkan sejumlah surat jalan serta surat keterangan sehat sehingga Djoko bisa bolak-balik Kuala Lumpur-Jakarta via Pontianak sepanjang Juni lalu.

Pada 17 Juli lalu, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencopot Irjen Napoleon dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dari jabatan masing-masing. Dalam surat telegram itu, disebutkan Irjen Napoleon dimutasikan ke Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Sementara Brigjen Nugroho digeser ke Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.

Kala itu Argo Yuwono mengatakan, Brigjen Nugroho hanya menyampaikan surat ke Dirjen Imigrasi tentang informasi red notice Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014. Ia mengatakan, Nugroho tidak menghapus red notice Djoko di sistem basis data Interpol pada 2014. 

Ia menyebut bahwa red notice alias surat buron Interpol Joko Tjandra terhapus otomatis oleh sistem di Interpol. Argo Yuwono menjelaskan, red notice Joko Tjandra diajukan pada 2009 oleh Kejaksaan Agung melalui Sekretariat NCB Polri. Kemudian, lima tahun kemudian pada 2014, nama Joko Tjandra terhapus dari Interpol.

"Memang di tahun 2014 itu 2009-2014 itu sudah lima tahun itu adalah delete, delete by system sesuai dengan article nomor 51 di Interpol rules processing of data itu pasal 51 di article 51 itu ada tertulis delete automatically disana," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/7).

Namun, saat Joko Tjandra kedapatan di Papua Nugini pada 2015, Divisi Hubungan Internasional Polri menyurati Imigrasi agar Joko Tjandra masuk daftar pencarian orang (DPO) berlaku sejak 12 Februari 2015. 

Seturut pengembangan kasus tersebut, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo kemudian dijadikan tersangka karena pada 5 Agustus lalu karena dinilai terbukti menyalahgunakan wewenang dengan mengeluarkan surat jalan bagi buron Djoko Tjandra. Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking juga dijadikan tersangka bersangkutan dengan surat-surat tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui turut serta dalam gelar perkara terkait dugaan suap dan gratifikasi kasus penghapusan red notice, Jumat (14/8). Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Bareskrim Polri telah mengirimi surat undangan untuk mengajak KPK membantu Bareskrim Polri dalam giat gelar perkara itu. KPK juga telah menunjuk pejabat di kedeputian penindakan untuk ikut menghadiri gelar perkara tersebut.

Dalami fatwa

Di Kejaksaan Agung, upaya penerbitan fatwa pembebasan terpidana Djoko Tjandra terkait tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari akan didalami. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono memerintahkan, tim penyidiknya mengecek dugaan tersebut. Tetapi Ali memastikan, tak ada fatwa pembebasan yang keluar dari Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut. “Kalau dikatakan ada fatwa (bebas) dari Jaksa Agung, fatwa yang mana itu? Jaksa Agung tidak berwenang mengeluarkan fatwa,” kata Ali. 

Ali menerangkan, otoritas hukum yang punya kewenangan menerbitkan fatwa bebas, hanya di lembaga peradilan. “Fatwa itu, kewenangannya dari PN (Pengadilan Negeri), PT (Pengadilan Tinggi), maupun di MA (Mahkamah Agung),” ujar dia.

Kejaksaan Agung (Kejakgung), kata Ali menegaskan, hanya berewenang melakukan penuntutan atas terdakwa, dan eksekusi atas terpidana. “Tidak ada fatwa di jaksa. Apalagi jaksa agung,” kata Ali. 

Namun begitu, Ali mengatakan, akan menjadikan informasi keterkaitan tersangka Pinangki dalam upaya penerbitan fatwa bebas Djoko Tjandra tersebut, sebagai bahan penyidikan di Jampidsus. “Tetapi ini (fatwa bebas), tetap akan kita (penyidik) dalami dulu,” terang Ali.

photo
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking usai menjalani pemeriksaan di gedung Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Jakarta, Senin (27/7). Pemeriksaan tersebut untuk mengkonfirmasi terkait adanya pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna. - (Republika/Putra M Akbar)

Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka penerimaan uang, dan pemberian hadiah, serta janji terkait jabatannya. Penerimaan tersebut diduga berasal dari Djoko Tjandra. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, tersangka Pinangki menerima uang dan janji senilai 500 ribu dolar AS, atau setara dengan Rp 7 miliar. Hari mengatakan, uang tersebut Pinangki terima terkait dengan upaya Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan (Jaksel).

Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah, sebelumnya menerangkan, peran tersangka Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra tak cuma soal PK. Kata dia, juga terkait upaya pembebasan Djoko Tjandra melalui jalur fatwa. “Yang jelas, tersangka P (Pinangki) ini masih terkait dengan fatwa,” kata Febrie. Tetapi Febrie, belum mau membeberkan fatwa yang dimaksud tersebut.

Kordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyampaikan, peran Pinangki terkait fatwa bebas Djoko Tjandra itu, sebetulnya dugaan kejahatan yang sudah pernah ia beberkan ke Jampidsus, pun Komisi Kejaksaan (Komjak). Ada dua peran Pinangki terkait upaya penerbitan fatwa bebas Djoko Tjandra itu.

Dugaan pertama, kata dia, jalur langsung Pinangki ke kamar tertinggi yudikatif agar MA mengeluarkan fatwa bebas. Kedua, dugaan Pinangki, dalam kapasitasnya sebagai jaksa di Kejakgung. Yaitu dengan mencari celah penerbitan fatwa Jaksa Agung, yang dapat dijadikan dasar hukum bagi MA, untuk membebaskan Djoko Tjandra sebagai terpidana. Kata Boyamin, Djoko Tjandra menyediakan dana senilai 10 juta dolar, terkait upaya pembebasan status hukum tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat