Presiden Joko Widodo berdoa pada pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). | Prayogi/Republika

Kabar Utama

RAPBN 2021 Fokus Pemulihan Ekonomi 

Pemulihan ekonomi tak hanya dari belanja pemerintah pusat, tapi juga belanja daerah. 

JAKARTA -- Pemerintah menetapkan empat fokus kebijakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2021). Fokus pertama untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah bahkan menargetkan ekonomi Indonesia pada tahun depan tumbuh di kisaran 4,5-5,5 persen. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, program pemulihan ekonomi akan dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. "Tema kebijakan fiskal tahun 2021 yaitu percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi," kata Presiden saat menyampaikan keterangan mengenai RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan di rapat paripurna DPR RI, Jumat (14/8).

Kebijakan RAPBN 2021 diarahkan untuk mendorong reformasi struktural, mempercepat transformasi menuju era digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

Terkait pemulihan ekonomi, Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 356,5 triliun. Ada enam pokok pemanfaatan anggaran PEN. Pertama, penanganan kesehatan dengan alokasi anggaran Rp 25,4 triliun. Fokus pemanfaatannya untuk pengadaan vaksin antivirus Covid-19, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, litbang, serta bantuan iuran BPJS untuk pekerja bukan penerima upah (PBPU).

Kedua, program perlindungan sosial untuk masyarakat menengah ke bawah sekitar Rp 110,2 triliun. Penyaluran anggaran ini melalui program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, kartu prakerja, dan bansos tunai. Ketiga, alokasi anggaran pemulihan ekonomi melalui program sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Besarannya mencapai Rp 136,7 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, pembangunan kawasan industri, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, serta antisipasi pemulihan ekonomi.

Jokowi menambahkan, pemerintah tetap memberikan dukungan untuk UMKM melalui subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR), pembiayaan UMKM, dan penjaminan serta penempatan dana di perbankan. Pada tahun depan, pemerintah juga tetap melanjutkan bantuan pembiayaan korporasi serta insentif usaha. 

Upaya memulihkan ekonomi tak hanya berasal dari belanja pemerintah pusat. Jokowi mengatakan, pemerintah menganggarkan Rp 769,3 triliun untuk dialokasikan sebagai transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Anggaran ini difokuskan untuk mendukung langkah pemulihan ekonomi yang sejalan dengan prioritas nasional.

Jokowi menjelaskan, pemulihan ekonomi melalui TKDD dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya, pembangunan aksesibilitas dan konektivitas kawasan sentra pertumbuhan ekonomi serta dukungan insentif kepada daerah untuk menarik investasi. "Juga, perbaikan sistem pelayanan investasi, dan dukungan terhadap UMKM," kata Jokowi. 

Kebijakan TKDD tahun depan diarahkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan dana bagi hasil guna mendukung penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan ekonomi dampak Covid-19. Jokowi menjelaskan, sekitar 25 persen dari dana transfer umum akan dialokasikan untuk mempercepat program pemulihan ekonomi daerah dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Berbagai kebijakan yang ditetapkan dalam RAPBN 2021 diharapkan dapat membuat ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 4,5-5,5 persen. "Tingkat pertumbuhan ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi," kata Jokowi. 

Untuk mendukung program pemulihan ekonomi, pemerintah memasang angka defisit sebesar 5,5 persen terhadap PDB atau senilai Rp 971,2 triliun. Angka defisit sebesar itu karena pemerintah mematok anggaran belanja sebesar Rp 2,747,5 triliun. Sementara pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 1.776,4 triliun.  "Defisit anggaran 2021 dibiayai dengan memanfaatkan sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati," kata Jokowi. 

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong pemerintah menahan laju penurunan ekonomi dengan meningkatkan penyaluran bantuan sosial dan stimulus bagi dunia usaha. Ia juga berharap peemerintah menyiapkan langkah dan strategi untuk mencegah terjadinya efek domino akibat Covid-19.

"Jika tidak segera diatasi, efeknya  akan menyebar ke berbagai sektor, mulai dari macetnya kredit perbankan hingga lonjakan inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya deflasi yang tajam karena perekonomian tidak bergerak," kata Bamsoet dalam pidato sidang tahunan. 

Bamsoet pun mengimbau masyarakat untuk tetap bersabar dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan tetap optimistis keadaan akan membaik. Bamsoet dalam kesempatan tersebut juga mendukung langkah pemerintah yang telah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan  Ekonomi Nasional dinilai sangat tepat. "Sebab,  persoalan ekonomi dan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan penanganan Covid-19," kata dia. 

Ketua DPR Puan Maharani saat membuka masa persidangan I DPR tahun persidangan 2020-2021 mengatakan, DPR mendorong pemerintah untuk mengarahkan APBN 2021 pada pemulihan sektor UMKM dan sektor padat karya. Menurutnya, sektor UMKM semestinya memainkan peran krusial dalam program pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19.

"Hampir 60 persen PDB nasional bersumber dari sektor UMKM dan 97 persen tenaga kerja nasional menggantungkan hidupnya dari sektor ini," ujar Puan. 

 

Belanja Harus Cepat

Konsumsi rumah tangga dapat menjadi tumpuan untuk membangkitkan perekonomian Indonesia pada tahun depan. Namun, peningkatan konsumsi membutuhkan dorongan yang kuat dari belanja pemerintah.

Konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar produk domestik bruto dari sisi pengeluaran. Kontribusinya mencapai 57,85 persen. Pada kuartal II 2020, lesunya konsumsi rumah tangga akibat pandemi Covid-19 menjadi pemicu terkontraksinya pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pemerintah harus bisa lebih cepat dalam merealisasikan belanja. Menurut dia, meskipun nominal belanja dalam postur APBN mencantumkan angka yang besar, implementasinya di lapangan sering tidak sesuai ekspektasi. "Tataran realisasinya berjalan lambat, jadi tidak efektif mendorong konsumsi," kata Yusuf kepada Republika, Jumat (14/8).

Yusuf mengatakan, hambatan ini sebenarnya sudah dirasakan oleh Presiden Joko Widodo dan tergambarkan dari pidatonya saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU tentang APBN 2021 Beserta Nota Keuangannya di Rapat Paripurna DPR, kemarin.

Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan, krisis kesehatan saat ini mengubah cara kerja dengan banyak kata kunci. Yakni, lebih cepat, ekstra normal, fleksibel, efisien, kolaboratif, disiplin, dan produktif. Jokowi juga mengajak semua pihak untuk 'membajak' momen krisis membuat lompatan dalam berbagai aspek.

"Arahan tersebut perlu diturunkan dalam aturan teknis tentang tata cara belanja pemerintah yang cepat dan tepat sasaran," kata Yusuf.

Pada tahun depan, Yusuf menilai, kekuatan konsumsi masyarakat juga relatif baik, mengingat pemerintah yang masih akan fokus pada program peningkatan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Ini terlihat dari peningkatan anggaran pada perlindungan sosial.

Selama ini, Yusuf menuturkan, program jaring pengaman sosial yang telah dirancang pemerintah juga telah berhasil mendorong dalam mengurangi kemiskinan, sekaligus menjaga daya beli mereka.

Namun, agar lebih optimal dalam mendorong konsumsi, kemampuan pemerintah untuk menstimulasi penciptaan lapangan kerja juga perlu dielaborasi lebih lanjut. "Akan seperti apa strateginya, harus lebih tergambarkan," ucapnya.

Berbeda dengan konsumsi, Yusuf memprediksi, investasi akan sulit diharapkan untuk menjadi tumpuan perekonomian tahun depan. Sebab, variasi faktor pendukungnya lebih kompleks apabila dibandingkan konsumsi rumah tangga.

Yusuf mengatakan, investasi dipengaruhi oleh banyak hal. Di sisi lain, permasalahan klasik masih akan terus dialami. Misalnya, ongkos logistik yang tinggi, ketersediaan gas industri yang cukup, konsistensi kebijakan, hingga masalah kepastian hukum dan stabilitas polhukam menjadi poin yang harus diselesaikan pemerintah dalam mendorong investasi.

Sementara itu, mantan menteri perdagangan Enggartiasto Lukita menilai, persoalan birokrasi masih menghambat pelaksanaan program penanganan kesehatan ataupun stimulus pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah. Pria yang akrab disapa Enggar mengatakan, proses lamanya birokrasi itu membuat bantuan pemerintah tidak mampu dirasakan secara cepat oleh masyarakat yang membutuhkan.

"Upaya yang dilakukan pemerintah sudah sangat baik. Tetapi yang menjadi soal adalah tahapan pelaksanaannya yang tampak masih belum sesuai," katanya.

Ia menjelaskan, langkah pemerintah untuk memprioritaskan masalah kesehatan dengan tidak mengorbankan sektor perekonomian sudah sangat tepat dilakukan. "Langkah yang diambil oleh Presiden bahwa perlu ada keseimbangan gas dan rem sangat tepat, karena tidak mungkin hanya dilakukan pengetatan semata," katanya.

Namun, pelaksanaan stimulus ataupun bantuan tersebut membutuhkan pengawasan yang ketat dan menyeluruh agar kegiatan ekonomi dapat kembali bergerak. Salah satu kebijakan yang memerlukan pengawasan khusus dari pemerintah, BI, dan OJK, adalah pemberian dana pemerintah Rp 30 triliun kepada Bank Himbara untuk menggerakkan sektor riil.

Politikus senior Partai Nasdem ini juga mengingatkan pentingnya insentif perpajakan untuk mengundang investasi masuk usai pandemi berakhir. Terkait perdagangan, ia menyarankan adanya skema barter dengan negara lain untuk produk tertentu, baik secara bilateral maupun multilateral untuk memperkuat daya tahan perekonomian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat