Yonas Kedeikoto (15) mengikuti proses belajar mengajar secara daring di Kota Jayapura, Papua, Senin (10/8). Mendikbud menyatakan, pembelajaran tatap muka dilakukan buka tutup. | ANTARA FOTO/Indrayadi TH

Nasional

Nadiem: Tatap Muka Buka Tutup

Nadiem mengatakan, sebagian besar zona kuning dan hijau merupakan wilayah 3T.

JAKARTA – Pembelajaran tatap muka di beberapa daerah terbukti memunculkan penularan Covid-19 terhadap guru dan siswa. Di sisi lain, pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih menuai banyak masalah di lapangan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun memutuskan menggunakan sistem buka tutup untuk terkait hal tersebut.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, apabila sekolah di zona kuning atau hijau terdapat warga sekolah yang terpapar Covid-19, maka pembelajaran tatap muka harus langsung ditiadakan kembali. Jika terbukti ada kasus terpapar dalam satuan sekolah, kata Nadiem, satuan sekolah tidak boleh melakukan tatap muka sampai kondisi aman.

“Jadinya dalam kondisi kebiasaan baru, sebagai sistem pendidikan harus belajar untuk buka tutup dengan adanya kondisi ini,” kata Nadiem dalam diskusi virtual, Selasa (11/8).

Berdasarkan data Kemendikbud, Nadiem mengatakan, sebagian besar zona kuning dan hijau merupakan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Di wilayah 3T inilah, menurut dia, masalah PJJ lebih banyak muncul dibandingkan wilayah lain. Nadiem beranggapan, karena itulah kebijakan tidak bisa disamaratakan atau pukul rata.

Dia menyatakan akan terus melakukan observasi terhadap pembelajaran tatap muka di sekolah yang ada di zona kuning. “Jadi kebijakan ini jangan ada mispersepsi. Jadi dari pusat, karena sekolah itu dimiliki daerah, dari pusat kami hanya memperbolehkan pemda dan komite sekolah mengambil keputusan,” kata dia.

Pada Jumat (7/8) pekan lalu, Mendikbud memutuskan, sekolah di zona hijau dan kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka. Keputusan ini berdasarkan revisi surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, yaitu Mendikbud, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri terkait proses pembelajaran tatap muka di sekolah pada tahun ajaran 2020/2021.

Dinas Kesehatan Kalimantan Barat mengungkapkan, sampai Senin (10/8), ada 14 siswa dan delapan guru tertular Covid-19 di provinsi ini. Penularan terjadi di beberapa sekolah tingkat SMP dan SMA. Dari 604 orang guru dan siswa yang dites swab, ada delapan guru dan 14 murid yang terkonfirmasi positif Covid-19. “Sehingga total guru dan siswa yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 22 orang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Harisson.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menegaskan, pembelajaran tatap muka di sekolah hanya bisa dilakukan di zona hijau dan kuning. Selain dua zona itu, Satgas belum memperbolehkan reaktivitasi belajar mengajar. “Di luar (zona) itu dilarang karena kita harus peduli kepada anak didik kita,” ujar Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Tommy Soeryotomo.

PJJ paling aman

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Muhaimin Iskandar menilai, PJJ masih merupakan yang paling aman untuk dilakukan saat pandemi Covid-19 masih belum terkendali. “PJJ merupakan opsi terbaik untuk melindungi para siswa, guru, dan keluarga siswa dari paparan wabah Covid-19, meskipun harus diakui pola ini mendapatkan tantangan berat dalam pelaksanaannya di lapangan,” ujar Muhaimin.

Untuk menyukseskan PJJ, Muhaimin mengharapkan adanya partisipasi publik yang besar. Partisipasi publik akan membantu kelancaran pola pendidikan yang harus dipilih demi menyelamatkan peserta didik dari penularan Covid-19.

Muhaimin menilai, perlu peran aktif berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama membantu para peserta didik yang mengalami kendala selama PJJ. Partisipasi bisa berupa donasi membantu wifi gratis, pembelian gawai, hingga menjadi relawan untuk mendampingi para siswa selama belajar di rumah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, kebijakan pendidikan terkait pembukaan sekolah tersebut berkebalikan dengan fakta yang ada. “Di satu sisi angka statistik penyebaran Covid-19 di Indonesia makin tinggi. Tetapi di sisi lain kebijakan pendidikan membuka sekolah makin longgar,” kata Wasekjen FSGI, Satriwan Salim.

photo
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengikuti belajar tatap muka di salah satu rumah warga di Kota Kupang, NTT, Senin (10/8). Beberapa sekolah di Kota Kupang mulai menerapkan sistem belajar tatap muka di rumah-rumah siswa dengan membaginya menjadi beberapa titik dan setiap titik dibatasi hanya boleh 10 murid. - (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

FSGI menyadari jika persoalan siswa dan orang tua selama PJJ banyak mengalami kendala, khususnya secara teknis. Dalam pelaksanaan PJJ, persoalannya hampir semua terkait teknis, antara lain tidak adanya jaringan internet atau jaringan buruk. Kemudian siswa dan guru yang tidak memiliki gawai, hingga persoalan jaringan listrik.

Selain itu, keluhan dari orang tua yakni ketidakmampuan mendampingi anak selama PJJ. Penugasan untuk siswa yang menumpuk dan pengeluaran yang meningkat untuk membeli kuota internet juga menjadi laporan yang banyak diterima FSGI.

Satriwan menilai, pemerintah pusat dan daerah perlu membenahi persoalan-persoalan PJJ tersebut. “Koordinasi dan komunikasi yang intens dan solutif lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah adalah kuncinya,” kata dia.

FSGI menilai, tidak optimalnya pusat dan daerah menyelesaikan proses PJJ yang sudah dua fase saat ini, bukan alasan sekolah di zona kuning boleh dibuka kembali. Sebab, risiko nyawa dan kesehatan anak, guru, dan orang tua, lebih besar ketimbang tertinggal dan tak optimalnya layanan pendidikan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat