Jamaah haji menjaga jarak saat melaksanakan tawaf di Masjidil Haram. | Reuters

Tajuk

Persiapkan Pedoman Kesehatan Umrah

Pemerintah Indonesia harus berkonsultasi atau menjalin komunikasi dengan Saudi.

Antusiasme umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah umrah sangat tinggi. Tak kurang dari 1,3 juta Muslim dari Tanah Air setiap tahun menunaikan ibadah sunah tersebut ke Baitullah.

Namun, sejak 27 Februari 2020, Pemerintah Arab Saudi menutup sementara akses untuk umrah akibat meluasnya wabah Covid-19. Penutupan akses ibadah umrah itu tentu saja berdampak besar.

Banyak jamaah yang tertunda keberangkatannya untuk berkunjung ke Baitullah. Namun, yang paling terpukul adalah biro perjalanan haji dan umrah. Selama empat bulan lebih para pelaku di bisnis travel ini tak bisa beroperasi. Jika kondisi tak kunjung membaik, diperkirakan sekitar 60 persen perusahaan biro perjalanan haji dan umrah bakal gulung tikar.

Awal pekan ini, secercah harapan datang dari Pemerintah Saudi. Setelah sukses menyelenggarakan ibadah haji secara terbatas dengan jumlah jamaah sebanyak 1.000 orang, Kerajaan Saudi menyatakan segera memulai persiapan untuk membuka kembali akses umrah. Berdasarkan informasi dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono, Saudi berencana untuk membuka penerbangan internasional mulai 16 September mendatang.

Tentu saja, ini menjadi kabar baik bagi jamaah umrah yang sempat tertunda keberangkatannya. Jamaah yang telah melunasi biaya umrah dan perjalanannya tertunda akibat merebaknya Covid-19 harus mendapatkan prioritas jika akses umrah kembali dibuka. Selain mendapatkan prioritas, jamaah ini harus mendapatkan hak-haknya serta tak dikenakan biaya tambahan yang memberatkan.

 
Dalam menyusun pedoman kesehatan ini, Pemerintah Indonesia harus berkonsultasi atau menjalin komunikasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
 
 

Kabar dari Tanah Suci itu juga menjadi angin segar bagi para pelaku bisnis biro perjalanan haji dan umrah. Namun, pelaksanaan umrah pada masa pandemi Covid-19 ini tentu akan berbeda disbanding pada masa normal. Karena itu, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus segera mempersiapkan diri.

Salah satu yang perlu disiapkan adalah terkait syarat dan aturan untuk menunaikan ibadah umrah pada masa pandemi ini. Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Haji tengah menyusun pedoman kesehatan umrah dan haji pada masa pandemi Covid-19. Upaya Pusat Kesehatan Haji Kemenkes ini tentu patut diapresiasi. Hal penting yang harus segera diputuskan adalah terkait batasan umur jamaah, pembatasan jumlah jamaah, serta lama waktu beribadah selama di Tanah Suci.

Dalam menyusun pedoman kesehatan ini, Pemerintah Indonesia harus berkonsultasi atau menjalin komunikasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Hal ini penting dilakukan agar aturan yang ditetapkan di Tanah Air sesuai dengan pedoman yang diterapkan di Arab Saudi. Dengan begitu, pada saatnya akses umrah dibuka semua jamaah yang akan diberangkatkan dapat menunaikan ibadah secara khusyuk di Tanah Suci.

Para calon jamaah serta para pelaku bisnis biro travel haji dan umrah tentu sangat berharap, pedoman kesehatan ini segera ditetapkan. Keselamatan dan kesehatan jamaah haruslah menjadi pertimbangan utama. Karena itu, Kemenkes, Kemenag, dan PPIU perlu mempertimbangkan dan mempersiapkan pembukaan kembali ibadah umrah ini secara matang. Dan yang paling penting adalah sosialisasi aturan dan pedoman yang ditetapkan harus benar-benar sampai kepada jamaah dengan baik.

Selain itu, menjadi tugas pemerintah untuk membantu para pelaku bisnis biro travel haji dan umrah. Banyaknya, biro perjalanan haji dan umrah yang kolaps harus menjadi perhatian serius pemerintah. Kontribusi dari sektor ini terhadap negara juga cukup besar, mengingat ada 1,3 juta rakyat Indonesia per tahun yang menunaikan umrah. Maka sudah selayaknya, pemerintah memberi insentif bagi para pelaku usaha di sektor ini. 

Terlebih, diperkirakan akan ada kenaikan biaya yang signifikan jika akses ibadah umrah kembali dibuka Kerajaan Saudi. Kenaikan ini kemungkinan dipicu pajak lokal, biaya transportasi, dan biaya kesehatan. Salah satu komponen utama biaya adalah kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 15 persen, yang diberlakukan Kerajaan Saudi. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat