Iqtishodia
Ketahanan Pangan dan Budidaya Maggot
Ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sektor pertanian agro hortikultur.
OLEH Nindyantoro, Kastana Sapanli, Novindra, dan Muhammad Arifin (Dosen IPB University)
Pulau-pulau di kawasan Kepulauan Seribu menarik wisatawan, baik dari wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Dengan karakteristik yang dimiliki, pulau penduduk yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu menyimpan pesona yang dapat dinikmati. Terdapat 11 pulau berpenduduk di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu yang dengan beragam pesona dan destinasi wisata yang dimiliki, mulai dari wisata budaya, bahari, ziarah dan lainnya.
Berdasarkan data Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kepulauan Seribu, dikunjungi 23.924 wisatawan nusantara dan mancanegara yang mengunjungi pulau penduduk di Kepulauan Seribu selama periode November 2023.Pulau penduduk yang paling banyak dikunjungi adalah Pulau Pari dengan jumlah kunjungan 7.321, diikuti Pulau Tidung sebanyak 4.748 orang, Pulau Pramuka sebanyak 3.470 orang.
Pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 2.000 kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Sehingga Pulau Pari seluas 43 hektar dan pulau Tidung 107 hektar tergolong sebagai pulau kecil. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.
Sebagai wilayah kepulauan, potensi permasalahan di Pulau Tidung adalah akses transportasi sehingga ketahanan pangan merupakan hal penting. Ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sektor pertanian agro hortikultur maupun peternakan dan perikanan. Selain itu sebagai kawasan wisata favorit, permasalahan secara umum adalah masalah sampah bertumpuk, apabila sampah diangkut ke luar pulau (Bantar Gebang).
Masalah dan Potensi Pulau Tidung
Sebagai kawasan wisata yang ramai dikunjungi, permasalahan sampah menjadi hal yang mendesak untuk ditangani di pulau-pulau di wilayah kepulauan seribu. Masalah aksesibilitas pengangkutan sampah menuntut diterapkannya metode pengolahan sampah di tempat sehingga lebih efisien.
Berkaitan dengan sampah dari sektor wisata itu maupun domestik berupa sisa makan, dibutuhkan metode pengolahan sampah berbasis maggot. Produk maggot dapat menjadi input sebagai pupuk bagi sektor hortikultur dan pakan bagi sektor peternakan dan budidaya perikanan. Karena itulah dalam kegiatan pengabdian dosen IPB di pulau Tidung diperkenalakan Maggot sebagai solusi masalah sampah sekaligus pendukung ketahanan pangan.
Kebersihan dan Ketahanan Pangan dalam Syariat Islam
Kebersihan juga merupakan salah satu hal yang disukai Allah, berdasarkan hadits: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu." (HR Tirmidzi).
Dalam ajaran Islam, upaya membersihkan lingkungan sebagai salah satu amal mulia. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ada seorang lelaki yang membuang dahan pohon yang menghalangi jalan, lalu ia berkata, demi Allah, aku akan singkirkan dahan ini agar tidak mengganggu dan menyakiti kaum muslimin, maka Allah pun memasukkannya ke surga," (Hadits Riwayat Muslim).
Dalam pandangan Islam, ketahanan pangan harus didukung sektor pertanian sebagai salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan.
Pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang berpengaruh terhadap perekonomian negara, yang apabila lemah menimbulkan ketergantungan pada negara lain. Sejarah Islam mencatat optimalisasi bidangpertanian pada masa Khilafah ditempuh melalui kebijakanintensifikasi dan ekstensifikasi. Negara dapat mengupayakan intensifikasi dengan pencarian dan penyebarluasan teknologi budidaya terbaru di kalangan para petani.
Ekstensifikasi dilakukan dengan pembukaan lahan pertanianbaru serta menghidupkan tanah mati. Lahan baru bisa berasal dari lahan hutan, lahan pasang surut, dan sebagainya sesuai dengan pengaturan negara. Menghidupkan tanah mati berartimengelola tanah atau menjadikan tanah tersebut siap untuk langsung ditanami.
Rasulullah SAW, sebagaimana dituturkan oleh Umar bin al-Khaththab telah bersabda: Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya [HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud]. Siapa saja yang memiliki sebidang tanah, hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah ia memberikan kepada saudarnya. Apabila ia mengabaikannya, hendaklah tanahya diambil. [HR al-Bukhari dan Muslim].
Aspek ketahanan pangan berikutnya adalah kebijakan distribusi dan ketersediaan pangan maupun input pertanian. Kebijakan itu memastikan tidak adanya kelangkaan pangan dan penimbunan. Rasul menunjuk Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib yang mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian.
Masa kekhalifahan merupakan masa kejayaan penerapan sistem ketahanan pangan. Umar bin Khatab menerapkan inovasi soal irigasi untuk mengairi area perkebunan. Kawasan delta Sungai Eufrat dan Tigris serta daerah rawa dikeringkan dan diubahmenjadi lahan pertanian.
Dalam hal distribusi pangan khalifah Umar juga memberlakukan pengendalian suplai pangan. Hal ini terlihat ketika musim paceklik melanda Hijaz, beliau memerintahkan Gubernur Mesir Amr bin al-Ash, agar mengirimkan pasokan makanan melalui jalur laut. Kebijakan untuk mendukung pertanian sebagai penopang ketahanan pangan yang utama tetap dilanjutkan di era kekhalifahan. Sejak awal abad ke-9 M, peradaban kota-kota besar Muslim yang tersebar di Timur Dekat, Afrika Utara, dan Spanyol telah ditopang dengan sistem pertanian yang maju, irigasi yang luas, serta tinginya pengetahuan pertanian.
Kebijakan Ketahanan Pangan
Sejarah isu ketahanan pangan dimulai saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia pada 1971. Istilah ketahanan pertama kali digunakan oleh PBB untuk membebaskan dunia, terutama negara yang sedang berkembang dari krisis produksi dan suplai makanan pokok.
Fokus ketahanan pangan pada masa itu, pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan dunia dari krisis pangan. Definisi tersebut kemudian disempurnakan pada International Conference of Nutrition (1992) menjadi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang, baik dalam jumlah maupun mutu pada setiap individu untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Maknanya adalah tiap orang setiap saat memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup agar hidup sehat dan produktif. World Food Summit pada tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan yaitu apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup aktif dan sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan tiga pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan pemanfaaatan pangan (utilitas). Ketersediaan pangan menyangkut kemampuan individu memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasarnya. Sementara itu, aksesbilitas pangan berkaitan dengan cara seseorang mendapatkan bahan pangan.
Sedangkan utilitas pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan berkualitas.Ketersediaan dan kecukupan pangan mencakup kuantitas dan kualitas pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.
Dalam UU No. 18/2012 tentang pangan disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup produktif secara berkelanjutan
Kemandirian dan Ketahanan Pangan di Pulau Seribu
Kemandirian dan ketahanan pangan berbasis pulau dibutuhkan agar masyarakat terhindar dari kekuarangan pangan atau bahkan kelaparan.
Untuk mewujudkan ketahanan pangan di kepulauan seribu secara berkelanjutan diperlukan enam kriteria, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, pemanfaatan, kestabilan, self reliance dan keberlanjutan.
Sedangkan untuk mendukung kemandirian pangan di pulau-pulau kecil tidak terkecuali di kepulauan seribu kapasitas produksi pangan di pulau tersebut sangat menentukan. Dibutuhkan perencanaan yang mempertimbangkan menghitung kapasitas produksi pangan pulau kecil, antara lain: luas dan kualitas lahan pertanian, spesies pangan lokal dan spesies pangan dari luar yang memiliki kecepatan multiplikasi yang tinggi, yang akhirnya berpeluang menggeser spesies asli menerima teknologi luar bagi tujuan peningkatan produksi pangan, serta kesiapan masyarakat lokal dalam menerima atau menolak teknologi baru yang diperkenalkan kepada mereka.
Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan di Pulau Tidung
Berbagai upaya telah dilakukan pemangku kepentingan untuk memperkuat ketahanan pangan di pulau Tidung. Antara lain pengenalan konsep Urban Farming yang menghasilkan sayurankangkung dan bayam, dengan pendampingan oleh Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP) Kepulauan Seribu. Sayuran yang itu hasil dari penanaman konvensional dan hidroponik. Selain juga ditanam cabai, terung, ubi jalar, singkong, jagung, berbagai jenis buah, dan tanaman lainnya. Penjual sayuran sangat jarang di pulau Tidung, tetapi dengan adanya kebun ini, masyarakat menjadi lebih sering mengkonsumsi sayuran.
Pengabdian dosen IPB di pulau Tidung melanjutkan upaya Sudin PKP tersebut dalam mewujudkan ketahanan pangan sekaligus mengatasi masalah sampah. Pada tahap awal dilakukan pelatihan pengenalan budidaya Maggot (yang sebenarnya merupakan penguatan saja kerena sudah pernah mereka dapatkan dari Sudin PKP), kemudian juga diperkenalkan tatacara pengolahan magot dan pemanfaatannya.
Sesuai prinsip seeing is believing pada pengolahan maggot, peserta pelatihan langsung praktek menyangrai maggot dan melakukan pengemasan. Sedangkan pada pemanfaatan maggot kering maupun segar, peserta diajak memancing dengan umpan maggot, atau memberi pakan magot di kolam serta memberi maggot untuk ternak ayam.
Hasil evaluasi pre test dan post testmenunjukkan adanya peningkatan aspek pengetahuan sikap dan pemahaman. Pengetahuan yang diuji meliputi teknik budidaya, manfaat serta teknik pengolahan dan nilai tambah produk olahan maggot.
Sedangkan aspek sikap yang ditanyakan adalah kebersediaan untuk berpartisipasi dalam penanganan masalah sampah, dan aspek pemahaman terhadap praktek pengolahan dan pemanfaatan maggot. Setelah pelatihan diharapkan masyarakat dapat menerapkan secara mandiri setelah tersedia demplot hortikultur untuk menerapkan pupuk kasgot dan stok maggot berikut kandangnya di Sudin PKP, dan pemahaman budidaya, pengolahan, pemanfaatan maggot.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
