Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf. | AP

Nasional

PBNU Putuskan Ikut POP

LP Ma'arif NU belum sepakat dengan keputusan PBNU

JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan untuk tetap ikut serta dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Keputusan itu diambil setelah Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada Kamis (6/8).

Gus Yahya mengatakan, pertemuannya dengan Mendikbud atas persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU. Pertemuan dua pihak itu mendiseminasikan hasil rapat PBNU pada Selasa (4/8), soal kelanjutan mengikuti POP. Dia mengatakan, keputusan PBNU itu menimbang dua hal klarifikasi dari Kemendikbud soal POP.

“Pertama, POP bukan program yang bersifat akar rumput tapi lebih bersifat laboratorial. Memang sudah ada klarifikasi dari Mendikbud sebelumnya bahwa dengan POP ini sebenarnya Kemendikbud hanya bermaksud membeli model inovasi dari berbagai pihak yang menawarkan gagasan,” kata dia dalam keterangannya tertulisnya, Kamis (6/8).

Klarifikasi kedua, lanjut Gus Yahya, pelaksanaan POP dimulai Januari 2021. Menurut Gus Yahya, program POP mengukur kelayakan gagasan dan perencanaan eksekusi, sehingga pihak manapun dapat ikut tanpa harus bergantung pada ukuran organisasi atau keluasan konstituennya. 

Mendikbud Nadiem beberapa waktu lalu telah meminta maaf secara terbuka kepada Muhammadiyah, NU, dan PGRI soal kisruh POP. Sehari setelah permintaan maaf itu, Nadiem berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah pada Rabu (26/7). Namun, Muhammadiyah tetap berkeputusan untuk tidak berperan serta dalam POP.

“Muhammadiyah memutuskan untuk tetap tidak berperan serta dalam program POP," ujar Abdul Mu’ti, Senin (3/8).

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, KH Arifin Junaidi, menyatakan tidak tahu tentang keputusan bahwa NU tetap berada di POP. “Sampai saat ini LP Ma’arif NU tetap pada pendiriannya untuk tidak gabung ke POP sampai ada revisi komperehensif atas konsep POP Kemendikbud,” kata Arifin.

Arifin menyebut, pernyataan Gus Yahya tidak mewakili LP Ma’arif NU. “Secara struktural LP Ma’arif NU adalah lembaga di lingkungan NU yang berada di bawah koordinasi langsung Pengurus Tanfidziyah NU, karenanya LP Ma’arif NU akan ikuti dan patuhi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU,” kata dia.

Menurut dia, LP Ma’arif NU tetap pada sikapnya seperti yang dinyatakan beberapa waktu yang lalu. Pertama, LP Ma’arif NU meminta Kemendikbud mematangkan konsep POP dan menunda pelaksanaannya tahun depan. 

“LP Ma’arif NU PBNU mempertimbangkan untuk bergabung dalam POP tahun depan setelah mempelajari dan mencermati revisi konsep POP,” ujar dia.

Kedua, apabila Kemendikbud memaksakan POP dilaksanakan tahun ini, maka LP Ma’arif NU PBNU menyatakan tidak gabung dalam POP, tanpa menutup kemungkinan kerja sama program lain di luar POP.

Ketiga, tahun ini LP Ma’arif tetap melaksanakan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru serta inovasi pendidikan secara mandiri. “Karena dilaksanakan secara mandiri maka LP Ma’arif NU PBNU minta kepada Kemendikbud untuk tidak mencatumkan LP Ma’arif NU PBNU dalam daftar penerima POP tahun ini,” ujar Arifin.

Program

Program Organisasi Penggerak Kemendikbud merupakan program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan hibah dana dari pemerintah senilai total Rp 595 miliar. Sebanyak 183 peserta dinyatakan lolos dalam tahap evaluasi proposal. Rencananya, evaluasi tahap kedua akan dilakukan pada 31 Agustus 2020. Tahap terakhir adalah pengumuman hasil seleksi calon Guru Penggerak angkatan pertama pada 19 September 2020.

Besar bantuan dana POP Kemendikbud dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah satuan pendidikan yang disasar. Kategori Gajah dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 20 miliar per tahun. Untuk lolos kategori ini, organisasi harus memberikan bukti keberhasilan program pendidikan terkait literasi, numerasi, dan/atau karakter di Indonesia dalam kurun waktu minimal tiga tahun.

photo
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (kiri) bersama Wali Kota Bogor Bima Arya (tengah) berbincang dengan kepala sekolah saat meninjau pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di SDN Polisi 1, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/7/2020). Kunjungan Mendikbud ke sejumlah sekolah di Kota Bogor tersebut untuk melihat kesiapan sekolah sekaligus evaluasi dalam melakukan PJJ di masa Adaptasi Kehidupan Baru (AKB) saat pandemi Covid-19 - (ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH)

Dalam surat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 2314/B.B2/GT/2020 tertanggal 17 Juli 2020 lalu, sebanyak 29 organisasi lolos kategori gajah. Lembaga filantropi Dompet Dhuafa, LP Ma'arif NU masuk dalam kategori ini dengan program pelatihan guru SD. Yang juga masuk dalam kategori ini adalah Yayasan Bhakti Tanoto dengan program SD dan SMP dan Yayasan Putera Sampoerna. LP Ma'arif NU kemudian menarik diri dari program ini.

Nama-nama ternama yang juga masuk kategori ini adalah Gerakan Indonesia Mengajar, PB PGRI, yayasan pendidikan Katolik Pangudi Luhur dan Sanata Dharma, serta lembaga filantropi Kristen Wahana Visi Indonesia.

Sementara Kategori Macan, dengan sasaran 21 sampai dengan 100 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 5 miliar per tahun. Dalam kategori ini, organisasi harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik terkait dengan literasi, numerasi, dan/atau karakter paling sedikit satu tahun.

Sebanyak 42 organisasi masuk kategori ini, termasuk Persyarikatan Muhammadiyah dengan program pelatihan guru SMP yang kemudian menarik diri.  Dalam daftar Kemendikbud, ada dua lembaga yang masuk Kategori Macan meski sudah lolos di Kategori Gajah, yakni Dompet Dhuafa dan Wahana Visi Indonesia dengan program untuk guru SD, seperti pada Kategori Gajah. 

Terakhir, Kategori Kijang, dengan sasaran lima sampai dengan 20 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 1 miliar per tahun. Sebanyak 113 organisasi lolos dalam kategori ini. Organisasi pada kategori ini harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik. Jika organisasi tidak memiliki bukti secara kuantitatif, harus memberikan bukti secara kualitatif, seperti pengamatan atau survei. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat