
Nasional
Brigjen Prasetijo Dijerat Pasal Berlapis dalam Kasus Djoko
Majelis Hakim belum memutuskan menolak atau menerima PK Djoko Tjandra.
JAKARTA — Mabes Polri menaikkan status hukum Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka terkait skandal keluar-masuknya buronan korupsi Djoko Sugiarto Tjandra di Indonesia. Prasetijo ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga kasus dan dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
“Setelah dilakukan gelar perkara pada hari ini (kemarin--Red), kita menetapkan saudara BjPPU (Brigjen Pol Prasetijo Utomo) sebagai tersangka terkait dengan pengungkapan kasus keluar masuknya buronan Djoko Tjandra,” kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Listiyo Sigit Prabowo saat konfrensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (27/7).
Listiyo menerangkan, ada tiga konstruksi hukum terkait peran tersangka dalam skandal Djoko Tjandra. Pertama, sangkaan terkait pembuatan surat palsu dan penggunaannya. Dari gelar perkara penyidik meyakini Prasetijo memberikan akses kepada Djoko Tjandra berupa surat jalan teregister angka 77/3 Juni, dan surat pemeriksaan bebas idap Covid-19/990, serta surat jalan berangka 82/18 Juni.
Kemudian, surat pemeriksaan bebas Covid-19 teregister 1561, serta surat rekomendasi kesehatan bernomor 2214. Surat-surat tersebut, dibuat oleh Prasetijo lewat Pusdokkes Polri dan diberikan kepada terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 2009 tersebut sebagai perlengkapan administrasi di Indonesia.

“Terkait itu, tersangka BjPPU telah menyuruh membuat, dan menggunakan surat palsu tersebut, di mana saudara AK (Anita Kolopaking), dan DST (Djoko Sugiarto Tjandra) berperan menggunakan surat palsu tersebut,” ujar Listiyo. Atas aksi tersebut, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 263 ayat 1 dan 2, KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1E KUHP.
Konstruksi hukum kedua, kata dia, Prasetijo membantu Djoko Tjandra. Sebagai anggota Polri, Prasetijo harus bertugas sebagai penegak hukum yang memberikan pertolongan kepada Djoko Tjandra sebagai terpidana dan buronan. Terkait perbuatan tersebut, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 426 KUHP. Adapun yang ketiga, kata dia, terkait dengan penerapan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP.
“Di mana tersangka BjPPU telah menghalang-halangi, atau mempersukar proses penyidikan dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti,” kata Listiyo.
Hasil gelar perkara meyakini surat-surat keterangan palsu yang digunakan Djoko Tjandra selama berada di Indonesia, diminta tersangka Prasetijo Utomo untuk dihilangkan dengan cara dibakar. “Tersangka BjPPU, sebagai pejabat Polri, menyuruh Kompol Joni Andrianto untuk membakar surat-surat yang telah dipergunakan oleh AK dan JST,” kata Listiyo.
Belum diputuskan
Sementara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), majelis hakim belum mengambil keputusan untuk menolak atau menerima upaya hukum luar biasa ajuan Djoko Tjandra. Tim jaksa termohon pun tak sudi menandatangani berkas acara persidangan.
Ketua majelis hakim Nazar Effriandi dalam sidang keempat PK mengatakan, majelis hakim pada kesimpulan untuk bermusyawarah, sebelum memutuskan menolak atau memilih untuk meneruskan PK Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA). “Jadi, bagaimana proses selanjutnya, majelis hakim berpendapat kita mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Nazar, Senin (27/7).
Jaksa pun mengajukan keberatan. Ridwan Hismawanto, selaku jaksa kordinator di persidangan menyatakan, tim termohon, menolak menandatangani berkas acara persidangan keempat. Jaksa beralasan semestinya majelis hakim sudah dapat mengambil keputusan menolak PK Djoko Tjandra.

Gelaran sidang PK Djoko Tjandra sudah empat kali digelar. Pertama kali pada 29 Juni, 6 Juli, 20 Juli, dan pada Senin (27/7). Jaksa mengingatkan keputusan sementara majelis hakim tentang penundaan sidang 6 Juli, yang menyatakan agar Djoko Tjandra dihadirkan dalam persidangan 20 Juli.
Ridwan menegaskan, pada sidang kedua waktu itu, majelis hakim juga menyatakan persidangan ketiga (20/7) merupakan kesempatan terakhir bagi terpidana Djoko Tjandra hadir pada sidang PK. “Majelis hakim menyatakan, apabila terpidana Djoko Tjandra tidak hadir, maka berkas PK akan ditolak,” kata Ridwan.
PK Djoko Tjandra harus ditolak karena tak memenuhi syarat mutlak PK itu sendiri. Jaksa berpendapat, PK mengharuskan Djoko Tjandra sebagai pemohon ataupun ahli warisnya hadir dalam persidangan. Ketentuan tersebut tegas dalam SEMA 1/2012, dan SEMA 4/2012.
Namun, empat kali persidangan, Djoko Tjandra sebagai pemohon PK, tak pernah tampak batang hidungnya. Padahal, Ridwan menerangkan, Djoko Tjandra sendiri yang mengajukan PK atas kasusnya pada 8 Juni 2020.
Tim pengacara Djoko Tjandra mengakui celah lemah pihaknya dalam meyakinkan majelis hakim PN Jaksel untuk menerima ajuan PK kliennya. Anggota tim pengacara, Andi Putra Kusuma, mengatakan, pihaknya mengaku pasrah dengan apa pun keputusan majelis hakim.
“Memang, satu-satunya kendala utama dari PK yang diajukan klien kami adalah, ketidakhadiran klien kami sendiri,” kata Andi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.