Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan program di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020). | Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Kemendikbud Diminta Buka-bukaan Soal POP

Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial pada bidang yang menyentuh masyarakat.

JAKARTA -- Mundurnya organisasi masyarakat (ormas) Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) memunculkan sorotan terhadap Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah dan Kemendikbud didesak sejumlah kalangan untuk memaparkan program tersebut secara transparan.

“Mas Nadiem (Mendikbud Nadiem Makarim) harus bisa menjelaskan dengan baik. Dan, tidak cukup dengan mengatakan bahwa penilaian ini dilakukan oleh tim independen,” kata Ketua Dewan Pembina Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) Afrizal Sinaro kepada Republika, Kamis (23/7), menanggapi situasi ini.

Afrizal Sinaro mengatakan, program POP yang dananya berasal dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) harus dilakukan dengan transparan. Menurut dia, kejujuran adalah pendidikan karakter yang harus dimulai dan dicontohkan oleh pemimpin.

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan transparansi dalam program tersebut. “Jika tidak ada transparansi dalam menentukan organisasi-organisasi terpilih, akan memunculkan kecurigaan dan fitnah di masyarakat,” ujar dia menekankan.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga berharap Kemendikbud melakukan evaluasi terkait penggunaan anggaran negara untuk lembaga-lembaga yang tergabung dalam POP. Evaluasi kesuksesan program ke depannya harus betul-betul adil dan sesuai dengan keadaan. 

"Jangan sampai sukses lembaga-lembaga tersebut hanya menjadi klaim Kemendikbud, padahal Kemendikbud sama sekali tidak melakukan apa pun terhadap lembaga tersebut," kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, kemarin. 

Sementara itu, menurut  Ramli, pihaknya akan tetap bergabung di dalam POP. "IGI ingin terlibat mencari solusi dan menemukan masalah dari program ini dengan terlibat di dalamnya secara langsung," ujar Ramli.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda juga mendesak Kemendikbud membuka pada publik soal mekanisme seleksi organisasi penggerak. Huda sejak awal menyoroti mundurnya Muhammadiyah dan NU.

“Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian, publik akan tahu alasan mengapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak,” ujarnya.

Huda menyebut hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Buktinya lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut. Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program tersebut, kata dia, memunculkan dugaan ada ketidakberesan dalam proses rekrutmen POP.

Huda menilai, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa memengaruhi legitimasi dari POP itu sendiri. Ia mengatakan, lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah itu mempunyai jaringan sekolah yang jelas, tenaga pendidik yang banyak, hingga jutaan peserta didik. "Jika sampai mereka mundur, lalu POP mau menyasar siapa?” kata Huda.

Program Organisasi Penggerak Kemendikbud merupakan program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan hibah dana dari pemerintah senilai total Rp 595 miliar. Sebanyak 183 peserta dinyatakan lolos dalam tahap evaluasi proposal. Rencananya, evaluasi tahap kedua akan dilakukan pada 31 Agustus 2020. Tahap terakhir adalah pengumuman hasil seleksi calon Guru Penggerak angkatan pertama pada 19 September 2020.

Besar bantuan dana POP Kemendikbud dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah satuan pendidikan yang disasar. Kategori Gajah dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 20 miliar per tahun. Untuk lolos kategori ini, organisasi harus memberikan bukti keberhasilan program pendidikan terkait literasi, numerasi, dan/atau karakter di Indonesia dalam kurun waktu minimal tiga tahun.

Dalam surat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 2314/B.B2/GT/2020 tertanggal 17 Juli 2020 lalu, sebanyak 29 organisasi lolos kategori gajah. Lembaga filantropi Dompet Dhuafa, LP Ma'arif NU masuk dalam kategori ini dengan program pelatihan guru SD. Yang juga masuk dalam kategori ini adalah Yayasan Bhakti Tanoto dengan program SD dan SMP. LP Ma'arif NU kemudian menarik diri dari program ini.

photo
Sejumlah guru berdoa usai melaksanakan shalat ghaib saat penutupan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SD Muhammadiyah 11, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (15/7/2020). Penutupan MPLS di sekolah tersebut diisi dengan pelaksanaan shalat ghaib untuk mendoakan salah satu wali murid yang meninggal akibat Covid-19. - (ANTARA FOTO/MOCH ASIM)

Nama-nama ternama yang juga masuk kategori ini adalah Gerakan Indonesia Mengajar, PB PGRI, yayasan pendidikan Katolik Pangudi Luhur dan Sanata Dharma, serta lembaga filantropi Kristen Wahana Visi Indonesia.

Sementara Kategori Macan, dengan sasaran 21 sampai dengan 100 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 5 miliar per tahun. Dalam kategori ini, organisasi harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik terkait dengan literasi, numerasi, dan/atau karakter paling sedikit satu tahun.

Sebanyak 42 organisasi masuk kategori ini, termasuk Persyarikatan Muhammadiyah dengan program pelatihan guru SMP yang kemudian menarik diri.  Dalam daftar Kemendikbud, ada dua lembaga yang masuk Kategori Macan meski sudah lolos di Kategori Gajah, yakni Dompet Dhuafa dan Wahana Visi Indonesia dengan program untuk guru SD, seperti pada Kategori Gajah. 

Terakhir, Kategori Kijang, dengan sasaran lima sampai dengan 20 satuan pendidikan dan memperoleh bantuan maksimal Rp 1 miliar per tahun. Sebanyak 113 organisasi lolos dalam kategori ini. Organisasi pada kategori ini harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik. Jika organisasi tidak memiliki bukti secara kuantitatif, harus memberikan bukti secara kualitatif, seperti pengamatan atau survei. 

Republika berusaha mendapatkan konfirmasi langsung dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ataupun pejabat terkait mengenai persoalan ini, tetapi tidak mendapat respons. Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan kemudian mengirim rilis atas nama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril, kemarin.

Iwan menjelaskan, POP memiliki tiga skema pembiayaan. Tiga skema tersebut adalah murni APBN, pembiayaan mandiri, dan dana pendamping (matching fund). "Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan," kata dia, Kamis (23/7).

Meski begitu, Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen. Proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara.

"Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus dalam bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial pada bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia," kata Iwan lagi.

 
Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial pada bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia.
IWAN SYAHRIL, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud
 

Menanggapi mundurnya Muhammadiyah dan NU dari POP, Iwan mengatakan pihaknya menghormati keputusan mundurnya NU dan Muhammadiyah dari program tersebut. Namun, ia tak memberi tanggapan ataupun sangkalan atas alasan tak jelasnya akuntabilitas program yang menjadi alasan mundurnya kedua organisasi tersebut. “Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak," ujar Iwan.

Di antara kritik utama terkait POP adalah lolosnya dua yayasan, yakni Tanoto Foundation dan Yayasan Putra Sampoerna. Keduanya merupakan sayap filantropi dua keluarga taipan Indonesia. Pihak Tanoto Foundation telah menyatakan bahwa mereka ikut serta dalam program dengan pembiayaan mandiri. 

Sementara itu, Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, menjelaskan, mereka bergabung menggunakan skema matching fund.  Artinya, ada dana negara juga masuk ke yayasan itu nantinya. Total nilai program, menurut Ria Sutrisno, hampir Rp 70 miliar.

"Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional," kata Ria. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat