Suasana pulau reklamasi di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (7/7). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin reklamasi pengembangan kawasan rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan total luas 155 hektare berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

DPRD Jakarta Minta Reklamasi Ancol Dikomunikasikan

Material lumpur hasil pengerukan harus dikaji dulu kandungannya sebelum digunakan untuk reklamasi.

 

 

JAKARTA – Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan reklamasi di kawasan Ancol dan mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Reklamasi Ancol dinilai tanpa dasar. Karena langkah dan kebijakan tersebut tidak melibatkan DPRD DKI sebagai legislatif yang juga bertugas menjadi mitra pemerintah dalam setiap kebijakan.

Anggota DPRD dari Komisi E Basri Baco mengatakan, reklamasi Ancol yang dilakukan Anies tersebut tidak berdasar dan Keputusan Gubernur (Kepgub) tidak bisa menjadi dasar. Karena, menurut dia, setiap langkah eksekutif seharusnya melibatkan DPRD selaku legislatif.

"Selama ini, tidak ada Anies komunikasi ke DPRD soal reklamasi Ancol," kata Anies kepada wartawan, Ahad (12/7).

Sebab, menurut Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta ini, penyelenggara pemerintah itu di dalam Undang-Undang ada eksekutif dan legislatif. Ini bicara aturan ketatanegaraan. Dan ia merasa DPRD DKI selama ini tidak pernah diajak bicara soal reklamasi Ancol.

Menurut dia, DPRD tahunya Anies menolak keras yang namanya reklamasi di Jakarta, sesuai janji kampanyenya. Menurut dia, apa pun kegiatannya, selama menimbun tanah di area lautan dan menjadi daratan, itu namanya reklamasi, baik di Ancol ataupun di mana pun di utara Jakarta, tetap saja, menurut dia, namanya reklamasi.

Ia meminta masyarakat cerdik menilai klaim Anies yang menyebut reklamasi di Ancol ini berbeda dengan reklamasi 17 pulau yang telah dihentikan sebelumnya. Sebab, Anies menyebut, reklamasi Ancol ini justru mencegah banjir karena mengambil tanah hasil urukan normalisasi kali dan setu di Jakarta. Padahal, kata dia, tidak ada korelasinya reklamasi Ancol dengan mencegah banjir.

"Ada baiknya kalau butuh lahan untuk pembangunan pakai saja lahan tanah urukan yang sudah ada di Ancol atau lahan hasil empat pulau yang kemarin sempat disetop Anies izin reklamasinya. Luas lahan itu sudah lebih dari cukup untuk bangun Ancol atau fasilitas publik lain," kata dia.

Penolakan yang sama juga disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali). Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menegaskan, tetap menolak upaya reklamasi Ancol yang dilakukan Anies dan Pemprov DKI Jakarta.

Menurut dia, Kepgub No 237 tahun 2020 yang memberi izin reklamasi hingga 155 hektare itu telah menjadi preseden buruk bagi kelestarian lingkungan di Teluk Jakarta. Menurut dia, saat ini, tidak ada pentingnya mereklamasi pesisir dan Teluk Jakarta, terlebih hingga seluas 155 hektare. "Apa urgensinya mereklamasi hingga 55 hektare?" kata Soleh.

Hal yang sama disampaikan Koalisi Kawali lingkungan Indonesia Lestari (Kawali). Ketua Umum Kawali Puput TD Putra menyebut, Kepgub No 237 tahun 2020 itu tidak berdasar pertimbangan scientific (keilmuan). Kemudian, kata dia, pembiaran pelanggaran penimbunan material di pantai depan wilayah Jaya Ancol selama 11 tahun ini bisa terkena pasal 111 UU 32/2009. 

photo
Alat berat saat beroperasi di pulau reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (7/7). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin reklamasi pengembangan kawasan rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan total luas 155 hektare berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektare dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 12 hektare - (Republika/Putra M. Akbar)

Dia menjelaskan, hasil pengerukan material lumpur, baik dari sungai, waduk tanah hasil pengerukan harus dikaji dulu kandungannya. Karena material itu bisa diindikasikan mengandung unsur B3 sehingga tidak boleh ditimbun di sembarang tempat, seperti di pantai atau laut karena akan mencemari pantai dan laut.

 
Gubernur tidak boleh menyederhanakan reklamasi, seolah ini tidak berdampak kepada nelayan.
PUPUT TD PUTRA, Ketua Umum Koalisi Kawali lingkungan Indonesia Lestari (Kawali)
 

Dia mempertanyakan, apakah boleh melakukan reklamasi kalau tidak ada nelayan terdampak? Menurutnya, hal itu tetap saja tidak bisa dibenarkan. Jadi, jangan nelayan dijadikan alasan untuk bertindak melanggar hukum.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya bersuara soal polemik reklamasi Ancol dan keluarnya Kepgub No 237 tahun 2020, Sabtu (11/7). Kepgub itu tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas sekitar 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektare. 

Menurut Anies, pelaksanaan reklamasi Ancol ini berbeda dengan reklamasi 17 pulau yang sebelumnya telah dihentikan karena melanggar aturan dan amdal. Area reklamasi Ancol, sebut Anies, merupakan kawasan yang sebelumnya dijadikan tempat penimbunan tanah hasil pengerukan 13 sungai dan lebih dari 30 waduk di Jakarta.

Anies mengeklaim, reklamasi atau penimbunan tanah yang dilakukan di kawasan timur Ancol ini tidak merugikan nelayan karena tidak berhadapan dengan kampung nelayan, sebagaimana empat pulau reklamasi lain di Kapuk Muara dan Muara Angke yang kini telah dibangun dan dihentikan pengerjaannya. 

Anies mengakui, hasil pengerukan lumpur dari sungai dan waduk di Jakarta yang ditimbun di kawasan Ancol telah berubah menjadi lahan reklamasi, tetapi beda sebabnya, beda maksudnya, beda caranya dan beda pemanfaatannya dengan reklamasi 17 pulau sebelumnya. 

"Jadi, masalahnya bukan soal reklamasi atau tidak reklamasi, tapi kepentingan umumnya di mana, rasa keadilan sosialnya di mana, dan ketentuan hukumnya bagaimana," ujar Anies.

Kalau proyek reklamasi 17 pulau itu bukan untuk kepentingan umum dan melanggar aturan serta amdal. Pelaksana reklamasinya oleh swasta dan peruntukkannya bagi pemilik modal. Sementara, proyek reklamasi Ancol ini, kata dia, demi untuk kepentingan umum, mencegah wilayah Jakarta dari banjir dengan pengerukan sedimen sungan dan waduk dipindahkan ke Ancol. 

"Pengerukannya oleh pemerintah, penimbunannya oleh pemerintah, dan peruntukkannya untuk seluruh rakyat," kata dia.

photo
Pekerja menggunakan alat berat menggarap proyek reklamasi Ancol di Jakarta, Sabtu (4/7/2020). Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menjelaskan reklamasi di kawasan pantai barat dan pantai timur Ancol menggunakan tanah yang diambil dari hasil pengerukan sungai di Jakarta - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat