Santri pondok pesantren Baitul Mustofa mengaji dengan penerangan lampu minyak saat pengajian Tadarus Al Quran di lapangan terbuka Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Senin (27/5/2019). | Mohammad Ayudha/Antara

Kabar Utama

PLN Minta Data Elektrifikasi Madrasah

PLN akan berkordinasi dengan Kemenag soal madrasah belum berlistrik.

JAKARTA -- Data Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) menunjukkan belasan ribu madrasah belum teraliri listrik dan belum memiliki akses internet. Kebanyakan madrasah-madrasah minim akses tersebut ternyata berada di Pulau Jawa.

Dari data yang diperoleh Republika dari Kemenag, daerah terbanyak dengan madrasah tak berlistrik adalah Jawa Timur (2.945 madrasah), kemudian Jawa Barat (2.522), Jawa Tengah (870), serta Banten (592). Madrasah tak dialiri listrik juga mencapai 272 unit di DKI Jakarta.

Meski secara proporsional, jumlah madrasah memang paling banyak terdapat di Jawa Timur (20.293 madrasah) kemudian Jawa Barat (15.641) dan Jawa Tengah (11.307). Selain di Jawa, tak ada satupun daerah di Tanah Air tanpa medrasah yang belum dialiri listrik. Paling sedikit di Bali (8 madrasah) dan terbanyak di luar Jawa adalah Sumatra Utara (803) yang berada di luar Jawa. Secara total, jumlah madrasah yang belum dialiri listrik mencapai 11.998 unit. 

Jumlah madrasah yang belum dialiri listrik tersebut belum termasuk yang menggunakan generator (genset) berbahan bakar diesel untuk opersional sehari-hari. Jawa Timur lagi-lagi jadi pemuncak madrasah dengan genset itu sebanyak 143 unit disusul Riau (130). Total madrasah yang menggunakan genset mencapai 622 madrasah.

Kondisi rawan listrik tersebut berkebalikan dengan data rasio elektrifikasi yang dilansir Kementerian ESDM. Rasio elektrifikasi di masing-masing provinsi di Pulau Jawa itu dicatatkan seluruhnya 99,99 persen, terkecuali di Jawa Tengah yang mencapai 99,97 persen.

Selain ketiadaan listrik, madrasah-madrasah di Pulau Jawa juga paling banyak belum memiliki akses internet. Perinciannya, 3.193 di Jawa Timur, 2.684 di Jawa Barat, 1.039 di Jawa Tengah. Selain itu, ada 637 di Banten, 272 di DKI Jakarta, dan 83 di DI Yogyakarta. 

Di luar Jawa, terbanyak di Sumatra Utara (870 madrasah), NTB (516), Sulawesi Selatan (511), dan Riau (475). Secara total, jumlah madrasah yang tak memiliki akses internet mencapai 13.793 unit. Sedangkan yang kurang lancar akses internetnya mencapai 622 madrasah.

Seperti dengan aliran listrik, cakupan sinyal seluler untuk mengakses internet juga sedianya paling tinggi di Indonesia. Statistik Telekomunikasi yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sejak 2017 cakupan sinyal di seluruh wilayah Jawa-Bali melampaui 99 persen wilayah.

Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah, Ahmad Umar, mengiyakan persebaran madrasah belum dialiri listrik dan tak berakses internet itu. "Daerah (yang tidak mendapat akses listrik dan internet) Jawa ada, luar Jawa juga ada. Data yang didapat Direktorat KSKK Madrasah ini per tahun 2020," ujar Umar saat dihubungi Republika, Rabu (8/7).

Umar menegaskan perihal madrasah yang belum mendapatkan akses ini tidak ada hubungannya dengan kepemilikan swasta atau negeri. Ia menyebut, patokannya dilihat dari segi wilayah. Jika di wilayah tersebut belum mendapat fasilitas listrik maupun internet, maka madrasah juga terkena imbasnya.

Di Jawa Barat, contohnya, ia menyebut dua akses ini tidak bisa didapatkan dengan bebas jika berada di daerah pegunungan. "Ada banyak faktor yang menyebabkan madrasah tidak mendapat akses tersebut. Salah satunya memang belum tersedianya jaringan internet atau listrik," lanjutnya.

 
Kalau ada sekolah yang benar-benar memerlukan listrik lalu pemerintah tidak mau membantu ya saya hanya heran saja. Kenapa kok bisa begitu.
KH ANWAR ABBAS, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)
 

Untuk mengatasi keterbatasan akses internet, menurutnya Kemenag telah melakukan kerja sama dengan empat penyedia layanan internet. Ada juga model kerja sama yang dilakukan Kemenag dengan provider di Indonesia, yakni penyediaan layanan internet gratis dan paket internet dengan harga terjangkau.

Umar mengatakan Kemenag sepenuhnya sadar jika solusi yang diberikan ini belum bisa menjangkau seluruh madrasah yang ada. Namun, ia berharap setidaknya hal tersebut dapat meringankan beban madrasah.

Pihak PT PLN (Persero) enggan menanggapi masih adanya madrasah tak teraliri listrik di wilayah dengan rasio elektrifikasi tinggi seperti di Pulau Jawa. Kendati demikian, Executive Vice President Corporate Communcation PLN Agung Murdifi menjelaskan PLN akan berkordinasi dengan Kemenag terkait isu ini.

Ia mengatakan PLN akan meminta data titik madrasah mana saja yang membutuhkan pasokan listrik. "Kami secepatnya akan berkoordinasi dengan pihak kementerian agama," ujar Agung kepada Republika, Rabu (8/7).

Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas meyakini, kondisi minim akses madrasah-madrasah itu tidak perlu terjadi jika pemerintah serius ingin mencerdaskan anak bangsa sesuai amanah konstitusi. Ia mengingatkan, sudah menjadi kewajiban pemerintah membantu madrasah-madrasah yang sedianya juga membantu mencerdaskan bangsa. "Kalau ada sekolah yang benar-benar memerlukan listrik lalu pemerintah tidak mau membantu ya saya hanya heran saja. Kenapa kok bisa begitu," katanya.

 Ketiadaan jaringan internet dan listrik di berbagai wilayah di Tanah Air tak hanya mengganggu proses belajar-mengajar. Pihak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, hal itu membuat mereka kesulitan melakukan pendataan.

 

Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Pusat, KH Zainul Arifin Junaidi, mengungkapkan, mengacu pada data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama, madrasah yang masuk kategori terafiliasi dengan NU ada sekitar 48 ribu. Namun, data yang berhasil dihimpun PBNU hanya 13 ribuan.

"Kami melakukan pendataan ini secara online. Banyak yang kemudian tidak bisa mendaftar, antara lain karena tidak ada jaringan, atau bahkan tidak ada listrik sama sekali," ujar Kiai Zainul Arifin saat dihubungi Republika, Rabu (8/7).

Kiai Zainal mengakui bahwa banyak madrasah NU berada di pelosok. PBNU pun merasa kesulitan untuk melakukan pendataan ini.

Kealpaan listrik dan internet ini disebut paling banyak terjadi di luar Jawa, termasuk di daerah transmigrasi. Namun, bukan berarti wilayah Jawa sudah mendapat akses sepenuhnya. "Di tengah pandemi ini, kami semakin merasakan pentingnya listrik dan jaringan internet. Sementara, Kemkominfo menyebut hampir 97 persen wilayah Indonesia sudah terjangkau internet," ujarnya.

Kiai Zainal menyebut data ketiadaan listrik dan internet di belasan ribu madrasah tersebut perlu dimintai pertanggung jawabannya. Sebab, ia mendapat laporan, bahkan madrasah NU yang berada di Kabupaten Bogor, tidak mendapatkan jaringan internet.

Terkait ketersediaan listrik di pesantren, ia menyebut ada kecenderungan PLN tidak bersedia menyediakan listrik jika penggunanya hanya sedikit. Salah satu alasan penolakannya biasanya terkait dengan investasi awal yang besar dan tak sebanding dengan jumlah pengguna.

Ia berharap baik PLN maupun Kemenkominfo dapat lebih memperhatikan wilayah-wilayah yang belum mendapatkan akses tersebut.  Kepada Kementerian Agama, ia juga menunggu langkah apa yang akan diambil untuk mengatasi persoalan tersebut. Jangan sampai, madrasah menjadi tertinggal dan dilupakan. "Madrasah ini masih menjadi andalan pendidikan kita. Jangan sampai ditinggalkan," lanjutnya.

Sedangkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan keprihatinan dengan masih adanya madrasah yang belum memiliki aliran listrik dan internet. Di zaman serba canggih ini mestinya tak ada lagi wilayah yang belum menerima aliran listrik dan internet.

"Mestinya itu tidak seharusnya terjadi," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mut'i saat dihubungi, Rabu (8/7).

Abdul Mut'ti mengatakan, seharusnya masalah ini tidak terjadi di seluruh wilayah Indonesia apapun alasannya. Karena, pemerintah telah memiliki kementerian dan lembaga yang bisa mengatasi persoalan ini. "Masalah listrik dan internet bisa dilokasikan dari dana desa dan kementerian terkait," ujarnya.

Menurut Abdul Mu'ti, ketiadaan listrik dan internet menjadi hambatan serius untuk pengembangan pendidikan madrasah yang berkualitas. Untuk itu semua pihak harus serius bekerja agar tidak ada lagi wilayah tanpa penerangan. "Kementerian Agama dan pemerintah kabupaten/kota hendaknya memberikan perhatian yang lebih serius," katanya.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) Afrizal Sinaro sebelumnya mengatakan sangat ironis etelah 74 tahun merdeka masih banyak madrasah dan pesantren yang tidak punya listrik apalagi jaringan internet. "Terbukti bahwa pemerintahan kita tidak peduli dan terkesan membiarkan," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat