Tajuk
Madrasah Minim Fasilitas
Bagaimana madrasah mau bersaing, jika listrik dan internet saja tak ada?
Nasib madrasah di Indonesia masih memprihatinkan. Paling tidak jika dilihat dari sisi fasilitas. Betapa tidak, saat ini ada 11.900 madrasah yang tidak dialiri listrik. Yang belum memiliki akses internet lebih banyak lagi, mencapai 13.793 madrasah.
Kok bisa ? Bagaimana mungkin lembaga pendidikan bisa berjalan dengan baik tanpa fasilitas listrik dan akses internat? Tapi itulah kenyataan yang terjadi.
Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan kenyataan pahit itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Selasa (7/7). Data dari Direktorat Jenderal Pedidikan Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, menyebjutkan, saat ini terdapat 82.413 madrasah dari berbagai tingkatan di Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 4.010 madrasah negeri dan 78.408 madrasah swasa.
Kok bisa ? Bagaimana mungkin lembaga pendidikan bisa berjalan dengan baik tanpa fasilitas listrik dan akses internat? Tapi itulah kenyataan yang terjadi.
Dari jumlah itu 14,4 persen madrasah tak dialiri listrik, dan 16,7 persen madrasah tak memiliki akses internet. Yang agak mengherankan, mengapa kondisi minim fasilitas madrasah itu baru terungkap sekarang ? Apakah selama ini madrasah -madrasah tersebut tidak ada persoalan tanpa akses listri dan internet? Atau pihak yang berwenang yang abai dengan kebutuhan madrasah.
Apakah semua madrasah yang tidak dialiri listrik dan tak punya akses internet itu berada di daerah terpencil ? Hampir semua desa di Indonesia sudah dialiri listrk, kecuali yang benar-benar berada di daerah terpencil. Semestinya madrasah pun juga demikian. Internet pun begitu. Internet saat ini sudah mencapai ke pelosok desa. Jadi masalahnya kenapa?
Dalam masa pandemi Covid-19 ini, dimana sebagian besar proses belajar-mengajar dilaksanakan jarak jauh, ketiadaan listrik dan internet tentu menjadi kendala besar. Bagaimana mungkin proses belajar-mengajar bisa dilaksanakan secara daring, jika listrik dan internetnya saja tidak ada. Bisa dibayangkan, kerugian peserta didik karena tidak bisa mendapatkan pelajaran dari guru di sekolah selama berbulan-bulan.
Kita berharap persoalan ini bisa dicarikan solusinya. Bukan hanya dalam rangka proses pembelajaran selama pandemik Covid-19, tapi juga sesudahnya.
Tapi bagaimana mau bersaing, jika listrik dan internet saja tak ada?
Listrik dan internet merupakan fasilitan yang sangat penting di dunia pendidikan. Jangan sampai ketiadaan keduanya menjadi kendala dalam proses belajar-mengajar. Kementrian Agama bisa menjembatani kebutuhan dari madrasah atas akses listrik dan internet ke pihak-pihak terkait, dan mencarikan solusinya. Pemerintah daerah diharapkan juga turun tangan.
Sudah menjadi pembicaraan umum bahwa madrasah itu ibarat ‘anak tiri’ dalam dunia pendidikan. Jika dibandingkan dengan sekolah umum, madrasah lebih banyak kalah dari sisi fasilitas maupun kualitas.
Kita tentu tak boleh membiarkan madrasah terus berada di bawah kualitasnya dibandingkan sekolah negeri. Dengan jumlah sekolah madrasah yang hampir mencapai 100 ribu, kita bisa perkirakan berapa banyak siswa yang bergantung pendidikan pada madrasah.
Tapi bagaimana mau bersaing, jika listrik dan internet saja tak ada? Jika tak mampu menyelesaikan masalah listrik dan internet ini, sama saja kita terus menjadikan madrasah sebagai ‘anak tiri’.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.