
Internasional
Hamas-Fattah Bersiap Angkat Senjata Melawan Aneksasi
Hamas menyuarakan sikap tegas untuk menolak perundingan damai.
RAMALLAH — Warga Palestina diajak untuk bersikap tegas terhadap rencana aneksasi Israel. Sebab hal itu jelas menodai kedaulatan mereka sebagai bangsa yang merdeka. Seruan itu disuarakan sejumlah organisasi, seperti Hamas dan Fattah.
Salah satu pendiri Hamas, Mahmoud al-Zahar meminta kelompok-kelompok militan Palestina yang lain untuk meninggalkan negosiasi damai dan ikut terlibat dalam perlawanan bersenjata terhadap Israel. Hal ini disampaikannya kepada saluran TV Libanon al-Mayadeen, dilansir dari The Jerusalem Post, Ahad (5/7).
Anggota senior Hamas itu mencontohkan Gaza yang telah menggunakan cara-cara keras menghadapi Israel. Menurut dia, orang Palestina harus mencontoh warga Gaza yang hanya sebagai warga Palestina biasa, mereka menggunakan cara-cara yang keras dalam mengeklaim kembali Israel.
"Di Jalur Gaza tidak ada orang Yahudi. Tidak ada pekerjaan (tetapi) ada kemerdekaan. Ini menekankan fakta bahwa tanah Palestina tidak sepenuhnya dibebaskan," kata al-Zahar.
Karena itu, Al-Zahar mengatakan, apa yang telah dilakukan di Gaza harus juga diterapkan di Tepi Barat. "Semua aktor harus membatalkan dan membongkar perjanjian masa lalu seperti operasi keamanan," ujar dia yang mengatakan bahwa dia menolak solusi kedua negara dan pengakuan Negara Israel.
Solusi atas kedua negara justru harus dihapus dan rencana yang baru harus diletakkan di atas meja. Rencana baru ini membuat Palestina memiliki hak atas semua tanah Palestina, dan bangsa, bukan hanya Gaza atau Tepi Barat, serta situs suci mereka.
"Kami akan memulai rencana pembebasan nyata untuk tanah ini dan bukan kebijakan negosiasi," ucapnya. Hamas, kata al-Zahar, akan meminta kerja sama antara Otoritas Palestina dan Fatah dalam merumuskan rencana bersama untuk menentang Negara Israel melalui perlawanan bersenjata.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Fatah, Jibril Rajoub, dan wakil kepala Hamas Saleh al-Arouri, mengadakan konferensi video bersama untuk menyatukan gerakan mereka dalam pertempuran melawan rencana Israel mencaplok Tepi Barat.
Intifadah ketiga

Penasihat presiden Palestina Nabil Shaath memperingatkan Israel tentang kemungkinan terjadinya intifada (gerakan perlawanan) ketiga jika rencana pencaplokan Tepi Barat dilanjutkan. Dia menyebut hal itu tak hanya akan terjadi di Tepi Barat, tapi juga Jalur Gaza.
"Ketika segala sesuatunya bergejolak dan menjadi intifada sepenuhnya, kita akan melihat kombinasi kekuatan antara Gaza dan Tepi Barat," kata Shaath saat diwawancara lembaga penyiaran The Kan pada Sabtu (4/7), dikutip laman Times of Israel.
Dia memperkirakan gerakan perlawanan itu akan didanai oleh dunia Arab. Shaath mencatat Arab Saudi mengirim miliaran dolar AS selama beberapa hari pertama peristiwa intifada kedua yang meletus pada awal 2000-an.
Kala itu terjadi rentetan serangan bom bunuh diri dan aksi ofensif lainnya. Hal tersebut menyebabkan lebih dari seribu warga Israel tewas. Sebelumnya Fatah dan Hamas berjanji bersatu untuk menentang rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. Pejabat senior dari kedua belah pihak telah melakukan konferensi pers bersama yang jarang terjadi pada Kamis (2/7).
"Kami akan memberlakukan semua langkah yang diperlukan untuk memastikan persatuan nasional dalam upaya menentang pencaplokan (Tepi Barat)," ujar pejabat senior Fatah Jibril Rajub dalam konferensi pers di Ramallah, dikutip laman Al Araby.
Pejabat Hamas Saleh al-Arouri turut berpartisipasi melalui telekonferensi dari Beirut, Lebanon. "Hari ini kami ingin berbicara dengan satu suara," ujarnya menyambut pernyataan Rajub.
Arouri sangat menyambut konferensi pers bersama tersebut. Dia menggambarkan konferensi itu sebagai kesempatan untuk memulai fase baru antara Hamas dan Fatah yang terlibat perselisihan selama lebih dari satu dekade terakhir.
Pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat rencananya dilakukan pada Rabu (1/7) lalu. Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan menunda pelaksanaannya. Kendati menunda, Netanyahu mengisyaratkan tetap melanjutkan pembicaraan terkait aneksasi dengan Amerika Serikat (AS).
Russia menyambut
Rusia menyambut baik ikrar persatuan yang dicapai antara dua kelompok terbesar di Palestina, Fatah dan Hamas, yang memiliki satu suara dalam memerangi rencana aneksasi Israel yang akan segera terjadi.
"Kami sangat senang atas keputusan Fatah dan Hamas yang akhirnya bersama-sama membela kepentingan negara Palestina berdasarkan platform Organisasi Pembebasan Palestina," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, seperti dikutip oleh Russia Today.
"Salah satu masalah utama yang perlu diselesaikan untuk upaya bersama kita adalah mengembalikan persatuan Palestina," katanya.
Dia mengatakan Moskow mengandalkan "semua perwakilan negara Arab untuk secara aktif mendukung upaya Palestina".
Gerakan perlawanan Hamas dan partai politik Fatah akhirnya bersatu dan memiliki satu suara dalam memerangi rencana aneksasi Israel yang akan segera terjadi. Dalam konferensi pers bersama pada Kamis (2/7) waktu setempat, anggota Komite Sentral Fatah, Jibril Rjoub, yang berbicara di Ramallah, dan wakil kepala Hamas, Saleh Arouri, yang berbicara melalui konferensi video dari Beirut, mengatakan bahwa dua kelompok besar Palestina, Hamas dan Fatah, satu suara dalam memerangi rencana aneksasi Israel.
"Tahap saat ini adalah yang paling berbahaya bagi rakyat Palestina, yang mengharuskan kita semua untuk menghadapi tantangan saat ini," kata Rjoub. "Kami ingin datang dengan visi strategis dengan semua faksi dari kekuatan nasionalis untuk menghadapi tantangan saat ini."
Dia menekankan bahwa Fatah dan Hamas sekarang dituntut untuk menyatukan barisan mereka setelah bertahun-tahun berpisah.
Januari lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meluncurkan cetak biru yang disebutnya sebagai rencana perdamaian Timur Tengah. Rencana Trump ini diyakini akan mempermudah rencana aneksasi Israel terhadap sebagian Tepi Barat yang menjadi lokasi permukiman Yahudi.
Palestina dan sebagian besar negara dunia meyakini permukiman Israel terseebut ilegal. Rencana Trump juga menempatkan Palestina nyaris sepenuhnya di bawah kendali keamanan Israel. Semua itu dinilai memupuskan harapan Palestina untuk berdiri sebagai negara merdeka sesuai batas sebelum Perang 1967.
Juru bicara Hamas di Gaza, Sami Abu Zuhri, mengatakan "Seruan tentara penjajah agar bersiap melakukan aneksasi Tepi Barat adalah seruan perang."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.