Teller menghitung uang di Bank Syariah Mandiri (Mandiri Syariah) Kantor Cabang Mayestik. (ilustrasi) | Republika/Edwin Dwi Putranto

Opini

Merger Bank Syariah BUMN 

Merger yang direncanakan awal 2021 menarik ditunggu implementasinya.

Oleh BAMBANG RIANTO RUSTAM

BAMBANG RIANTO RUSTAM, Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Alhamdulillah, setelah lama dinanti, akhirnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan akan melaksanakan merger PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah. 

Wacana merger kali ini, menurut penulis sangat tepat dan masuk akal karena masih minimnya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Mengapa? Karena setelah lebih dari dua dekade dikembangkan di Indonesia, pangsa pasar perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional, menurut statistik terbaru perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih di bawah 10 persen. 

Angka ini masih jauh dibandingkan Malaysia yang sudah sampai 20 persen. Padahal, Indonesia negara dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim.

 
Selama setahun terakhir pertumbuhan perbankan syariah kurang menggembirakan tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
 
 

Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya bagi regulator, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk mengakselerasi perbankan syariah ke tingkatan lebih tinggi. 

Ide ini amat diperlukan, mengingat selama setahun terakhir pertumbuhan perbankan syariah kurang menggembirakan tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu ide bernas yang dikaji pemerintah adalah penggabungan bank umum syariah, yaitu BSM, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah untuk menata kembali regulasi, mendorong pertumbuhan yang juga harus dipercepat dengan pertumbuhan nonorganik.

Fakta penting 

Terdapat beberapa fakta dan angka dapat dicatat yang memberikan harapan dari rencana merger ini. Selama 2020, BRI Syariah mengalami peningkatan pembiayaan di segmen ritel yang tumbuh 49,74 persen menjadi Rp 20,5 triliun.

Sedangkan BNI Syariah, yang baru saja menjadi Bank BUKU III pada kuartal I tahun ini, berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 214 miliar. 

BSM, membukukan laba bersih Rp 368 miliar pada kuartal I 2020, naik 51,53 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy). 

Statistik terbaru yang penulis update dari laman OJK menunjukkan, tiga bank yang akan dimerger, meminjam bahasa Ahmad Dani, merupakan separuh napas bank syariah Indonesia. Aset mereka sekitar 40 persen dari total aset seluruh bank syariah.

 
Keberhasilan strategi nonorganik pemerintah akan sangat memengaruhi peta industri perbankan syariah.
 
 

Hal yang membesarkan hati, tiga bank ini memiliki positioning yang nantinya saling melengkapi. BSM memiliki fokus di segmen kredit korporasi, BRI Syariah pada penyaluran pembiayaan segmen UMKM. 

BNI Syariah, fokus ke consumer banking, menyasar milenial, dan international funding karena induknya, yakni BNI, memiliki sejumlah cabang di luar negeri. Dengan merger, insya allah akan terjadi saling melengkapi kompetensi bank syariah BUMN.

Merger, memberikan harapan bagi pertumbuhan perbankan syariah. Melihat data dan fakta di atas, dapat diperkirakan pertumbuhan dan keberhasilan strategi bisnis tiga bank BUMN syariah sangat berpengaruh pada potret industri perbankan syariah ke depan. 

Keberhasilan strategi nonorganik pemerintah akan sangat memengaruhi peta industri perbankan syariah. Dengan demikian, merger yang direncanakan awal 2021, menarik ditunggu implementasinya.

Penulis optimistis, belajar dari kesuksesan merger Bank Mandiri maka merger bank BUMN syariah memberikan banyak efek positif pada industri perbankan syariah yang memang sangat membutuhkan injeksi strategi merger ini.

Maka, rencana merger tiga bank BUMN syariah patut segera direalisasikan karena pascamerger diharapkan mereka menjadi akselerator pengembangan perbankan syariah. Lalu, apa kunci keberhasilan dalam proses merger ini?

Penulis meyakini, hambatan terbesar merger ini adalah problem penyatuan budaya perusahaan yang begitu mengakar dan potensi konflik baik sebelum maupun sesudah dilaksanakannya merger. 

 
Efek merger terbesar adalah aspek skala ekonomis yang akan memberikan dampak luar biasa bagi industri perbankan syariah.
 
 

Karena itu, diperlukan pemimpin tangguh yang menjadi perekat dan pelaksana sekaligus ujung tombak keberhasilan merger ini. Begitu pentingkah merger ini untuk industri? Menurut penulis sangat penting.

Diharapkan, setelah merger, bank BUMN syariah semakin fokus dan menjadi teladan bagi bank syariah lainnya dalam segala aspek termasuk proses bisnis lebih efektif dan efisien, memiliki pertumbuhan jaringan lebih agresif, dan inovasi produk lebih baik.

Efek merger terbesar adalah aspek skala ekonomis yang akan memberikan dampak luar biasa bagi industri perbankan syariah. Maka, aspek kepemimpinan dan sinergitas perlu menjadi perhatian khusus. 

Sinergi akan meningkatkan kinerja dan menurunkan biaya. Sinergi penurunan biaya, biasanya diperoleh dari penghematan dan skala ekonomis internal. Sinergi diraih di antaranya dari efisiensi  dengan mengurangi cabang bank tumpang tindih dan efisiensi SDM.

Akhirnya, dengan merger bank BUMN  syariah, publik tentu berharap ada sinergi dari alih teknologi, pengetahuan, dan pemasaran yang pada akhirnya mengakselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. 

Indonesia membutuhkan bank syariah berskala besar yang dapat meningkatkan efektivitas perbankan syariah. Semoga. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat