
Internasional
Vatikan: Palestina Berhak Eksis
Vatikan menilai Israel dan Palestina memiliki hak untuk eksis dan hidup dalam perdamaian.
VATICAN CITY — Menteri Luar Negeri Vatikan Kardinal Pietro Parolin mengungkapkan keprihatinan atas rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan oleh Israel. Menurutnya, hal itu akan kian mempersulit proses pencapaian perdamaian antara Israel dan Palestina.
Dalam pernyataan yang dirilis Vatikan pada Rabu (1/7), Parolin disebut telah memanggil dan bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Vatikan Callista Gingrich serta Duta Besar Israel untuk Vatikan Oren David. Pada kesempatan yang tak biasa itu, Parolin menyampaikan keprihatinannya perihal rencana pencaplokan Tepi Barat. Menurut Parolin, selain mengancam solusi perdamaian Israel-Palestina, pencaplokan Tepi Barat dapat memantik situasi yang lebih sulit di Timur Tengah.
“Israel dan Negara Palestina memiliki hak untuk eksis dan hidup dalam perdamaian serta keamanan dalam batas-batas yang diakui secara internasional,” kata Vatikan dalam pernyataannya.
Vatikan mengimbau warga Israel dan Palestina melakukan segala upaya yang dimungkinkan untuk membuka kembali proses negosiasi langsung. Hal itu harus dilakukan berdasarkan resolusi PBB yang relevan.
Perdana Menteri Israel Netanyahu telah memutuskan menunda pencaplokan Tepi Barat yang semula akan proses pada Rabu (1/7). Dalam pernyataannya, dia mengisyaratkan masih menjalin komunikasi dengan Amerika Serikat (AS).

Netanyahu tak menampik bahwa pencaplokan Tepi Barat merupakan proses yang rumit. Terdapat banyak pertimbangan diplomatik dan keamanan yang tidak dapat dia bahas secara publik. "Kami mengatakan bahwa (pencaplokan) akan terjadi setelah 1 Juli,” ujarnya.
Penundaan juga diakui orang kepercayaan Netanyahu, yaitu Ofir Akunis dari Partai Likud. Menurutnya, Pemerintah Israel masih membahasnya rinciannya dengan pejabat AS.
"Koordinasi dengan Pemerintah Amerika bukan hal yang bisa dilewatkan," katanya kepada stasiun Army Radio yang dikutip Associated Press.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh telah mengatakan rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel merupakan ancaman eksistensial bagi rakyat Palestina. Dia meminta negara-negara Eropa memimpin negosiasi perdamaian multilateral.
“Pencaplokan Tepi Barat adalah penghancuran sistematis negara Palestina di masa depan. Tapi, tak hanya itu, ini adalah ancaman eksistensial bagi Palestina sebagai sebuah bangsa,” kata Shtayyeh pada Senin (29/6) lalu, dikutip laman Arab News.
Dia menjelaskan, jika Israel melanjutkan rencananya, hal itu akan menjadi awal ekspansi Israel yang jauh lebih luas dan mengancam hampir semua tanah Palestina. “Aneksasi ini adalah aneksasi merayap (bertahap) yang hanya akan berakhir dengan Israel menelan semua Tepi Barat. Ini akan meninggalkan Palestina hanya dengan Gaza,” ujarnya.

Sementara, sekitar 150 demonstran Palestina berkumpul pada Rabu (1/7) malam di pusat kota Ramallah untuk mengecam rencana pencaplokan tersebut. Mereka mengatakan meskipun ada deklarasi yang ditunda, pencaplokan masih bisa saja terjadi.
Dengan membawa poster dan mengibarkan bendera Palestina, banyak warga meneriakkan slogan-slogan antipendudukan. Beberapa meneriakan "Hentikan, hentikan pendudukan" dan "Kami akan bertahan sampai pembebasan penuh. Kami tidak akan pergi."
"Ini adalah sejarah yang berulang. Rencana aneksasi adalah satu lagi Nakba [bencana] dan Naksa [hari kemunduran]," ujar Zeina Mustafa saat melakukan demonstrasi itu.
Zeina merujuk pada eksodus Palestina 1948 yang membuat lebih dari 700.000 orang Arab Palestina terusir dari rumah dan pengumuman berdirinya negara Israel. Dia pun menyinggung peristiwa 1967 dengan enam hari perang saat Israel mengambil kendali atas Tepi Barat dari Yordania dan Jalur Gaza dari Mesir.
Bagi Belal Gaith yang merupakan warga Ramallah, rencana aneksasi akan mendorong warga Palestina lebih jauh di bawah pendudukan dan pemerintahan militer. "Segera setelah rencana aneksasi diumumkan, itu akan menjadi akhir dari Kesepakatan Oslo," katanya, merujuk pada perjanjian 1993 yang membentuk Otoritas Palestina (PA).
Banyak warga Palestina percaya rencana aneksasi itu hanya formalitas dan pendudukan Israel secara de facto telah berlangsung selama bertahun-tahun. "Rencana aneksasi Israel telah dalam proses sejak 1967," kata koordinator kampanye anti-pendudukan yang disebut Komite Populer untuk Menolak Tembok dan Permukiman, Salah Khawaja. "Israel sejak itu telah membangun permukiman dan tembok. Maka, aneksasi telah berlangsung lama," kata Salah, dikutip Aljazirah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.