Markas Facebook di Menlo Park, Kalifornia, Senin (29/6). | EPA-EFE/JOHN G. MABANGLO

Kabar Utama

Facebook Kehilangan Ratusan Pengiklan 

Facebook akan menyerahkan audit kontrol ujaran kebencian di platform mereka.

NEW YORK -- Gerakan boikot pasang iklan di Facebook dimulai. Pada Rabu (1/7), Facebook kehilangan iklan dari 400 merek terkenal seperti Coca-Cola dan Starbucks. 

Organisasi hak sipil Amerika Serikat (AS) meminta perusahaan-perusahaan multinasional membantu menekan Facebook mengambil aksi nyata dalam menghilangkan ujaran kebencian di teknologi mereka. Gerakan ini dilakukan setelah gelombang protes anti-rasialisme yang dipicu kematian George Floyd menyebar di seluruh dunia. 

Tiga orang sumber mengatakan, para eksekutif Facebook seperti wakil presiden solusi bisnis global Carolyn Everson dan direktur kebijakan publik Neil Potts menggelar setidaknya dua rapat dengan para pengiklan. Pertemuan dilakukan hingga satu hari sebelum gerakan boikot iklan Facebook selama tiga bulan dimulai. 

Para sumber yang mengikuti rapat-rapat tersebut mengungkapkan, para eksekutif Facebook tidak memberikan penjelasan mendetail mengenai cara mereka mengatasi ujaran kebencian. Mereka justru kembali menjabarkan rencana yang disampai melalui siaran pers yang baru-baru ini dikeluarkan. Para pengiklan pun frustrasi karena mereka yakin rencana tersebut tidak cukup ampuh. 

photo
Monumen di markas di Menlo Park, Kalifornia, Senin (29/6). - (EPA-EFE/JOHN G. MABANGLO)

 "Pada dasarnya tidak bergerak," kata salah satu sumber seorang eksekutif agensi periklanan besar, seperti dilansir Reuters, Rabu (1/7). 

Salah seorang juru bicara Facebook menyebut, Chief Executive Officer Facebook Mark Zuckerberg sudah setuju untuk menemui penyelenggara boikot. Organisasi-organisasi hak sipil AS seperti Anti-Defamation League, NAACP, dan Color of Change memulai kampanye "Stop Hate for Profit" setelah kematiaan Floyd, seorang laki-laki kulit hitam yang tewas dipiting menggunakan lutut oleh polisi kulit putih di Minneapolis, AS. 

 Organisasi-organisasi itu membuat 10 tuntutan terhadap Facebook. Salah satunya mengizinkan orang yang mengalami pelecehan parah di Facebook dapat berbicara dengan pegawai mereka dan mendapatkan kompensasi dari iklan yang muncul di sebelah konten pelecehannya sebelum konten itu dihapus. 

Pada awal pekan ini, Facebook mengatakan, akan menyerahkan audit kontrol ujaran kebencian di platform mereka. Selain itu, akan melabelkan konten berita yang melanggar kebijakan perusahaan media sosial itu. Mereka mengikuti langkah yang sudah dipraktekan Twitter sebelumnya. 

 Salah satu petinggi agensi periklanan yang mengikuti rapat dengan pejabat-pejabat Facebook mengatakan, Facebook berulang kali menyebutkan audit tersebut. Tapi tidak mengungkapkan rencana tambahan atau yang mendetail. 

 Sumber lainnya mengatakan, para petinggi Facebook juga telah menghubungi CEO, anggota dewan dan chief marketing officers pengiklan besar agar mereka bersedia keluar dari gerakan boikot tersebut. Semua sumber tidak menyebutkan nama mereka karena tidak memiliki wewenang menyampaikan informasi ini ke media. 

Menurut para agensi periklanan, gerakan boikot ini akan menjadi ujian bagi para pengiklan. Pengiklan dituntut tetap terhubung dengan jutaan orang tanpa media sosial sebesar Facebook. 

Gerakan boikot disebut-sebut tidak akan memiliki dampak finansial yang besar bagi Facebook. Menurut perusahaan konsultan finansial Morningstar, iklan dari 100 merek ternama hanya menyumbang enam persen pendapatan Facebook pada 2019 yang sebesar 70 miliar dolar AS per tahun. Adapun Facebook mengakui 100 pengiklan terbesarnya menyumbang lebih dari 20 persen dari total pendapatan mereka. Kendati demikian, gerakan boikot ini telah membuat Facebook kehilangan nilai kapitalisasi pasar sebesar 56 miliar dolar AS setelah nilai sahamnya turun delapan persen pada Jumat lalu. 

Namun demikian, saham Facebook pada Selasa (30/6) naik 3 persen dan diperdagangkan 8 persen lebih dibandingkan tahun lalu di periode yang sama. Sebuah survei yang dilakukan World Federation of Advertisers (WFA) mengungkapkan, sekitar sepertiga pengiklan di Facebook akan berpartisipasi dalam aksi boikot. Sementara sebanyak 40 persen lainya mempertimbangkan untuk melakukan hal serupa. Hal itu dilakukan guna menekan Facebook agar menghapus pidato kebencian di platformnya. 

Sejumlah merek ternama telah menyatakan bergabung dalam kampanye bertajuk "Stop Hate for Profit" ini. Mereka antara lain Adidas, Ford, Honda, Verizon, Diageo, dan Unilever. Starbucks dan Coca-Cola juga telah menghentikan semua iklannya di Facebook. Namun kedua perusahaan itu tidak secara resmi mengumumkan dukungannya terhadap kampanye. 

"Kami menghentikan sementara semua iklan di media sosial AS dan Eropa selama 30 hari ke depan untuk mengevaluasi kembali keberadaan kami di platform ini (Facebook). Keberadaan konten yang mencakup ujaran kebencian, kekerasan, dan ketidakadilan rasial di platform sosial perlu diberantas," kata seorang juru bicara Ford, dikutip laman the Guardian, Selasa (30/6). 

Seorang juru bicara Honda mengutarakan hal yang tak jauh berbeda. Dia menyebut keputusan untuk menghentikan iklan di Facebook sejalan dengan nilai-nilai perusahaan yang didasarkan pada rasa hormat terhadap manusia.

 
Kami percaya sangat penting bagi semua platform media sosial menggunakan kontrol yang ditingkatkan guna menghilangkan distribusi konten yang tidak benar.
The British Petroleum Company 
 

The British Petroleum Company atau yang lebih dikenal dengan nama BP juga menangguhkan iklannya di Facebook guna mendukung kampanye Stop Hate for Profit. "Kami percaya sangat penting bagi semua platform media sosial menggunakan kontrol yang ditingkatkan guna menghilangkan distribusi konten yang tidak benar, diskriminatif, atau dimaksudkan untuk menghasut, menimbulkan rasa takut, atau membenci penggemar," ungkap seorang juru bicara BP. 

Hal sama dilakukan Mars Incoporporated. Kendati demikian, mereka tak menentukan jangka waktu penangguhan memasang iklan di Facebook. "Platform media sosial memainkan peran penting dalal masyarakat, tapi sama, mereka memiliki peran yang kuat untuk dimainkan dalam menghentikan penyebaran pidato kebencian dan misinformasi," kata Mars dalam sebuah pernyataan resmi perusahaan. 

 Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, Kepala Eksekutif WFA Stephan Loerke mengatakan bahwa industri periklanan mulai meminta perubahan besar dari platform media sosial. "Dalam segala keterbukaan, rasanya ini seperti titik balik," ujarnya. 

Kendati demikian, pertanyaan terkait ketulusan para perusahaan atau merek untuk berpartisipasi dalam kampanye Stop Hate for Profit masih bermunculan. Beberapa pengiklan, misalnya, lebih didorong untuk menjaga citra positif mereknya masing-masing. 

Menurut Kepala Eksekutif Common Sense Media Jim Steyer dan Co-chief Free Press Jessica Gonzalez, Facebook telah merespons kampanye yang mereka luncurkan. Pekan lalu, misalnya, Facebook memperkenalkan langkah-langkah baru untuk melarang iklan serta label pidato kebencian dari politisi. Hal itu dilakukan guna menenangkan gerakan boikot. 

Namun, menurut mereka, hal itu tak memenuhi tuntutan kampanye. “Kami tidak memerlukan kebijakan satu kali di sana-sini. Kami membutuhkan kebijakan yang komprehensif,” ujar Gonzalez. 

"Stop Hate for Profit" telah menyampaikan serangkaian tuntutan kepada Facebook. Mereka meliputi proses moderasi terpisah untuk membantu pengguna yang ditargetkan berdasarkan ras dan pengidentifikasi lainnya. Facebook diminta lebih transparan tentang berapa banyak insiden pidato kebencian yang dilaporkan. Selanjutnya, platform media sosial itu dituntut berhenti menghasilkan pendapatan iklan dari konten berbahaya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat