Petani memanen padi di area persawahan di Kulon Progo, Yogyakarta, Selasa (2/6/2020). Petani butuh jaminan pasar dan akses penjualan dari produk diversifikasi pangan. | Wihdan Hidayat/ Republika

Ekonomi

Diversifikasi Pangan Butuh Jaminan Pasar

Petani butuh jaminan pasar dan akses penjualan dari produk diversifikasi pangan.

 

JAKARTA -- Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menyambut positif rencana pemerintah untuk mulai mengembangkan pangan lokal selain beras bagi konsumen di Indonesia. Namun, petani membutuhkan kepastian pasar dan akses penjualan dari produksi yang dihasilkan.

Ketua KTNA Winarno Tohir mengatakan, dari sisi produksi, pangan lokal berbasis kewilayahan dapat diwujudkan. Petani bisa dengan mudah mengganti komoditas beras yang biasa dibudidayakan. Namun, hal itu perlu dibarengi dengan permintaan dari konsumen.

"Soal produksi dan budi daya tidak usah khawatir, yang penting petani itu punya jalur yang jelas ke mana hasil taninya akan dijual?" kata Winarno saat ditemui Republika, di Jakarta, Ahad (28/6).

KTNA menyarankan agar langkah pemerintah yang mulai mengampayekan diversifikasi pangan disertai dengan upaya-upaya menghubungkan petani dengan perusahaan yang bisa menyerap hasil produksi. Sebab, perusahaan yang bertindak sebagai offtaker suatu komoditas berkaitan dengan kemudahan mendapatkan permodalan.

Winarno menjelaskan, rata-rata perbankan memiliki program pembiayaan kredit untuk sektor pangan. Namun, bank hanya mau memberikan pinjaman bagi petani yang sudah memiliki mitra penyerap hasil produksi. Hal itu sekaligus mengurangi risiko dari pinjaman yang diberikan kepada petani.

 
Bank hanya mau memberikan pinjaman bagi petani yang sudah memiliki mitra penyerap hasil produksi.
 
 

 

"Perlu ada offtaker, seperti di petani padi, offtaker-nya ada Bulog. Jadi, bisa dia dapat pinjam bank untuk modal," kata dia.

Oleh sebab itu, Winarno menilai, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus ikut terjun langsung menjadi offtaker produksi pangan lokal. Komoditas yang dinilainya perlu menjadi prioritas, yakni jagung, singkong, dan sagu. Tiga komoditas itu dinilai bakal memiliki pangsa pasar yang besar dan mampu menggantikan beras.

"Hubungkan petani dengan perusahaan atau pasar yang membutuhkan suplai pangan lokal. Urusan harga, tentu bisa dibicarakan sesuai kondisi di pasarnya," kata Winarno.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menyampaikan, pihaknya tengah mengalokasikan kebutuhan dana untuk mendukung pengembangan pangan lokal selain beras. Ia tak menyebut detail alokasi anggaran yang disediakan oleh pemerintah.

Namun, kata Sarwo, kebutuhan anggaran akan mengacu kepada masing-masing daerah yang siap mengembangan pangan lokal. "Kami sudah alokasikan tentunya sesuai yang diajukan oleh daerah pengembangnya," kata Sarwo.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meluncurkan gerakan pangan lokal untuk mendukung upaya pemerintah dalam melakukan diversifikasi pangan. Gerakan itu diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ragam pangan lokal sumber karbohidrat selain beras.

"Diversifikasi pangan lokal bukan sekadar makanan. Tapi, sebenarnya sudah menjadi budaya sejarah yang harus kita jaga, makanya kita harus sosialisasi yang kuat," kata Syahrul.

 
Banyak makanan sehat yang mengenyangkan selain nasi.
SYAHRUL YASIN LIMPO, Menteri Pertanian
 

Syahrul mengatakan, banyak makanan sehat yang mengenyangkan selain nasi. Misalnya, jagung, sagu, kentang, sorgum, pisang, dan ubi-ubian.

Memperkuat peran pangan lokal, menurut Syahrul, sekaligus mendukung ketahanan pangan dalam negeri. Momentum Covid-19 menjadi waktu yang tepat untuk mulai menggelorakan aneka pangan lokal yang nantinya diharapkan menurunkan ketergantungan konsumen kepada beras.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat