Azyumardi Azra | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Wabah Korona: Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan Islam Indonesia merupakan sistem pendidikan berbasis keagamaan terbesar di dunia.

Oleh AZYUMARDI AZRA

 

AZYUMARDI AZRA

Pendidikan Islam Indonesia bisa dipastikan juga sangat terdampak wabah korona. Memang belum ada survei atau penelitian tentang dampak wabah korona terhadap pendidikan Islam khususnya; tapi yakinlah tanpa survei pun, lembaga pendidikan Islam Indonesia jelas terkena dampak signifikan wabah Covid-19.

Dampak wabah korona terhadap pendidikan Islam—dalam hal ini tingkat dasar dan menengah—bisa dipastikan lebih parah dari pendidikan negeri. Hal ini tidak lain karena antara sekitar 90 persen lembaga pendidikan Islam Indonesia adalah swasta—milik komunitas dan umat Islam. Lembaga pendidikan Islam didirikan, dibina, dan dikembangkan dengan inisiatif dan swadaya perseorangan, yayasan, komunitas, dan jamaah umat Islam sendiri.

Jika lembaga pendidikan umum negeri mendapat pendanaan dari negara, sebaliknya lembaga pendidikan Islam bersandar hampir sepenuhnya pada jamaah dan umat. Padahal, komunitas, jamaah, dan umat Islam sendiri kini mengalami konstrain keuangan luar biasa akibat wabah korona.

Bisa dipastikan pula, lembaga pendidikan Islam Indonesia merupakan sistem pendidikan berbasis keagamaan terbesar di dunia. Lembaga pendidikan Islam Indonesia tertua adalah pesantren yang berjumlah antara lebih 28 ribu sampai 30 ribu.  Pesantren ada di seluruh Tanah Air: terbanyak berada di wilayah perdesaan, tetapi juga semakin banyak ada di perkotaan—urban dan suburban.  

 
Semua lembaga pendidikan Islam, sejak dari pesantren, sekolah Islam dan madrasah mengalami kemajuan signifikan dalam empat dasawarsa terakhir.
 
 

Santri mukim yang menetap (boarding) di pesantren menurut estimasi Kementerian Agama yang membina pesantren, ada sekitar lima juta, sedangkan santri tidak mukim (‘santri kalong’) lebih banyak lagi, sekitar 13 juta. Kiai dan gurunya diperkirakan lebih satu setengah juta orang.

Lembaga pendidikan Islam Indonesia tidak hanya pesantren; juga ada sekolah Islam yang berinduk pada Kemendikbud. Tidak diketahui pasti jumlah sekolah Islam sejak dari tingkat dasar, menengah bawah, sampai menengah atas. Preseden sekolah Islam dimulai Muhammadiyah pada dasawarsa kedua abad ke-20 yang diikuti ormas Islam lain, pesantren, yayasan, dan perseorangan. Sejak 1980-an berkembang pesat sekolah Islam elite dengan pionir Sekolah Islam al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta; dan dalam dasawarsa terakhir berkembang pesat sekolah Islam terpadu (SIT). 

Masih ada lembaga pendidikan Islam lain, yaitu madrasah. Menurut estimasi Kemenag, ada sekitar 80 ribu madrasah dengan total murid sekitar 10 juta. Madrasah-madrasah berada di pesantren, ormas Islam, yayasan, dan perseorangan. Madrasah berkembang pesat secara kuantitas dan kualitas sejak 1970-an ketika Menteri Agama Mukti Ali melancarkan program ‘modernisasi’ madrasah. Selanjutnya, Kementerian Agama membangun madrasah negeri atau menegerikan madrasah swasta dalam jumlah terbatas.

Semua lembaga pendidikan Islam, sejak dari pesantren, sekolah Islam dan madrasah mengalami kemajuan signifikan dalam empat dasawarsa terakhir. Ini juga terkait kebangkitan dan perkembangan konstan kaum terpelajar Muslim dan kelas menengah Muslim yang menjadi tulang punggung filantropi Islam, termasuk pendanaan lembaga pendidikan Islam.

 
Pemerintah melalui Kemenag dan Kemendikbud masih tetap perlu lebih meningkatkan afirmasi dalam bentuk dana dan fasilitas pada pesantren, sekolah Islam, dan madrasah.
 
 

Semua lembaga pendidikan Islam kini menghadapi berbagai masalah serius sejak meningkatnya wabah korona awal Maret 2020; belum jelas kapan berakhirnya. Akibatnya, kesulitan lembaga pendidikan Islam bisa berkelanjutan dalam waktu panjang, bisa sampai bertahun-tahun ke depan.

Masalah pertama terkait dengan pendanaan. Setelah lebih tiga bulan tidak ada kegiatan persekolahan, lembaga pendidikan Islam mengalami kesulitan keuangan. Hampir tidak ada lagi dana yang mengalir untuk operasional lembaga pendidikan, termasuk gaji atau honor untuk guru dan tendik.

Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) meminta agar pemerintah dapat memberikan bantuan kepada guru-guru non-ASN di lembaga pendidikan Islam. Ketua Pembina AYPI, Afrizal Sinaro menegaskan, hanya pemerintah satu-satunya harapan karena sumber daya finansial umat Islam telah habis-habisan membantu warga terdampak. Imbauan ini terjawab; menko PMK mengumumkan (8/6/20) penyediaan dana afirmasi Rp 2,3 triliun untuk pendidikan Islam (pesantren dan madrasah), juga pendidikan keagamaan (seperti diniyah). Lalu, bagaimana nasib sekolah Islam? 

Masalah kedua, dihadapi lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren dengan santri mukim (asrama, boarding). Kebijakan ‘normal baru’ pemerintah, membuat pesantren dengan santri mukim harus merumuskan langkah dan protokol kesehatan untuk diterapkan. Selain itu, perlu fasilitas dan dana untuk memenuhi kebutuhan penerapan ‘normal baru’. Semua  ini sulit dipenuhi pesantren. Tetapi, pengurus PW NU Jatim menyatakan (8/6/20), beberapa pesantren besar di daerah ini sudah mulai menerima kembali santri mukim, baik yang lama maupun yang baru. 

Bisa dipastikan, bantuan Rp 2,3 triliun belum memadai. Pemerintah melalui Kemenag dan Kemendikbud masih tetap perlu lebih meningkatkan afirmasi dalam bentuk dana dan fasilitas pada pesantren, sekolah Islam, dan madrasah agar semua lembaga pendidikan Islam ini bisa berjalan baik. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat