Calon pembeli mencoba pelindung wajah (face shield) di Pasar Pramuka, Jakarta, Ahad (7/6). | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO

Analisis

New Normal yang tidak Normal

Apakah new normal manusiawi? Jawabannya tergantung sudut Anda memandang.

OLEH IMAN SUGEMA

New normal barangkali merupakan salah satu kosakata yang paling popular didiskusikan masyarakat akhir-akhir ini. Walaupun demikian, tampaknya ada beberapa hal yang perlu diluruskan agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang akurat. Pertama tentunya adalah mengenai definisi dan selanjutnya adalah mengenai implikasinya terhadap pola penyebaran Covid-19.

Pertama, new normal bisa kita definisikan secara sederhana sebagai cara kita beradaptasi dengan situasi pandemi Covid-19. Agar kita bisa hidup sehat, maka protokol kesehatan Covid-19 harus diterapkan dalam hidup sehari-hari. Bagi individu, protokol ini tidak banyak, yaitu hanya menyangkut beberapa hal berikut ini: menggunakan masker atau face shield, sering cuci tangan pakai sabun sehabis berinteraksi dengan orang maupun benda, menjaga jarak dengan orang lain, serta menghindari kerumunan. 

Hal-hal tersebut tampaknya mudah untuk kita lakukan, tetapi pada kenyataannya akan sulit dikerjakan dalam kegiatan sehari-hari. Selama ini, kita memang tidak terbiasa dengan hal-hal tersebut. Seperti pepatah bilang, yang paling sulit itu adalah mengubah kebiasaan. Itulah makna bahwa new normal adalah tidak normal. 

Apakah new normal manusiawi? Jawabannya tergantung dari sudut mana Anda memandang.  
 

Kedua, ada salah persepsi terutama di kalangan ekonom dan pelaku bisnis bahwa new normal adalah sebuah kebijakan agar roda perekonomian bergerak kembali. Ingat lho, new normal adalah protokol kesehatan agar masyarakat terhindar dari wabah Covid-19. Apakah Anda jadi ibu rumah tangga yang tidak bekerja kantoran, atau Anda orang yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan, atau Anda orang yang supersibuk sekalipun, semua orang harus menerapkan protokol new normal kalau ingin tetap sehat.

Manusia adalah makhluk sosial. Tidaklah mungkin kita masing-masing berdiam mengurung diri di rumah masing-masing selama bertahun-tahun. Bekerja atau tidak, berbisnis atau tidak, kita semua perlu beraktivitas secara sosial. Alasan ekonomi hanyalah salah satu konsekuensi new normal. Kalau Anda tetap sehat maka Anda bisa berinteraksi dengan teman, saudara, tetangga, dan kolega untuk berbagai kepentingan, seperti olahraga, ibadah, kongkow ngobrol, bekerja, menikmati udara segar, dan lainnya. 

PSBB atau lockdown telah merenggut kehidupan masyarakat di seluruh muka bumi sehingga dan kita tak mungkin mempertahankannya dalam waktu yang lama. Alasannya sederhana saja, yakni sangat tidak manusiawi.

Ketiga, apakah new normal manusiawi? Jawabannya tergantung dari sudut mana Anda memandang.  Contohnya adalah di bidang transportasi KRL dan bus kota. Kalau biasanya kita naik KRL berdesak-desakan, justru pada era New normal akan sedikit lebih nyaman karena ada pembatasan jarak antarpenumpang. Dalam hal ini, new normal lebih manusiawi. Tetapi, protokol juga melarang Anda untuk berbincang-bincang sesama penumpang, yang tentunya sebagian besar dari kita menganggapnya sebagai tidak manusiawi.  Tentu kita menyadari bahwa dalam hidup ini selalu ada plus-minusnya.  Tak ada yang sempurna.

Keempat, apakah ada jaminan bahwa wabah Covid-19 akan mereda pada era new normal?  Tidak ada jaminan sama sekali  dari pemerintah mana pun karena keberhasilan atau kegagalan new normal sepenuhnya berada di tangan masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah beserta aparatusnya tak bisa mengawasi setiap orang untuk patuh selama 24 jam sehari. Semuanya bergantung pada diri kita masing-masing. 

Kalau Anda tidak sanggup mengingatkan orang lain untuk patuh, langkah terbaik adalah menjauh dari orang-orang tersebut.  
 

Kelima, apa peran masyarakat dalam meningkatkan dan menjaga kepatuhan? Patuh diri sendiri saja tidak cukup karena kemungkinan Anda akan tertular secara beruntun (contagion) akibat orang lain yang tidak patuh. Karena itu, ada dua hal yang perlu kita lakukan sebagai sesama anggota masyarakat, yaitu rajin untuk saling mengingatkan dan berusaha untuk menghindar dari yang tidak patuh.

Orang-orang yang tidak patuh biasanya memiliki sifat yang suka ngeyel sehingga sulit untuk diingatkan, apalagi oleh orang yang tidak dikenal. Karena itu, minimal kita berusaha untuk saling mengingatkan antarsesama yang sudah kenal. Masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya merupakan sarana yang paling efektif untuk mengingatkan jamaahnya. Biasanya, di tempat peribadatan orang cenderung lebih patuh. Sangat penting agar para pengkhutbah untuk selalu mengingatkan jamaahnya.

Kalau Anda tidak sanggup mengingatkan orang lain untuk patuh, langkah terbaik adalah menjauh dari orang-orang tersebut.Mekanisme reward and punishment mungkin sekali untuk diterapkan. Kita tidak usah berbelanja di tempat-tempat yang tidak menerapkan protokol new normal. Sebaliknya, kita hanya berbisnis dengan pihak-pihak yang memang taat saja. Sanksi sosial seperti ini bisa jadi dapat meningkatkan disiplin sosial. Semoga kita semua bisa taat karena itu yang bisa menjamin kita semua selamat dari wabah. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat