Seekor Orang Utan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) bergelayutan, di Kebung Binatang Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/3/2020). Satwa koleksi kebun binatang tersebut untuk saat ini mencapai 215 spesies dengan jumlah satwa sekitar 2.300 ekor. ANTARA FOTO/Didik Su | ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.

Inovasi

Selamatkan Populasi Orangutan dengan Machine Learning

Layanan machine learning digunakan untuk memantau kesehatan populasi orangutan.

Orangutan merupakan salah satu primata paling cerdas. Mereka memiliki kemampuan untuk menyusun sesuatu, menggunakan peralatan, serta tinggal dalam koloni yang masing-masing memiliki ciri berbeda.

Sayangnya, populasi orangutan di Indonesia dan Malaysia saat ini terus terancam oleh aktivitas manusia yang telah menerobos ke habitat kehidupan mereka, seperti perburuan liar, perusakan habitat, serta perdagangan satwa liar yang dilindungi. Menurut data yang dimiliki World Wildlife Fund (WWF), populasi orangutan di Kalimantan saat ini berkurang hingga lebih dari 50 persen dalam kurun waktu 60 tahun terakhir.

Habitat-habitat mereka juga mengalami penurunan jumlahnya hingga 55 persen dalam kurun waktu 20 tahun belakangan. Orangutan pun sebagian besar tinggal di pepohonan dan hidup secara soliter.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pegiat konservasi untuk mencacah populasi orangutan yang masih tersisa secara akurat. Sejak 2005, WWF-Indonesia telah melakukan assessment terhadap kesehatan populasi orangutan.

Mereka telah membangun konservasi habitat mereka seluas 568.700 hektar di Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah, Indonesia. Sebelum itu, proses assessment dilakukan secara langsung di lapangan oleh ahli dan komunitas relawan.

Setiap hari, mereka melakukan pencarian jejak populasi, mengambil foto, mengunduh gambar-gambar ke komputer yang terdapat di base camp, hingga mengirimkan data tersebut kembali ke kota untuk proses analisis lebih lanjut oleh ahli-ahli konservasi WWF.

Proses-proses tersebut dahulu dilakukan secara manual. Butuh waktu hingga tiga hari untuk menganalisis ribuan foto yang terkirimkan.

Proses seperti ini juga rentan akan terjadinya kesalahan karena besarnya data yang diolah secara manual. Di sinilah teknologi digital mengambil peran.

Amazon Web Services (AWS), anak perusahaan Amazon.com, pada Kamis (4/6) mengumumkan kolaborasi dengan WWF Indonesia, dalam upaya mengakselerasi upaya menyelamatkan satwa orangutan di Indonesia dari kepunahan.

Layanan machine learning atau mesin belajar dari AWS digunakan untuk mendukung WWF-Indonesia dalam memantau hingga mengevaluasi ukuran dan tingkat kesehatan populasi orangutan yang tinggal di habitat asli mereka. Dengan teknologi ini, kegiatan survei yang dilakukan oleh WWF-Indonesia akan bisa menjangkau hingga ke teritori yang jauh lebih luas.

Regional Head-Education, Research, Healthcare, and Nonprofit Organizations, Asia Pacific Worldwide Public Sector AWS, Vincent Quah menjelaskan, AWS memiliki misi membantu pelanggan berinovasi. Termasuk pemerintah, lembaga edukasi seperti universitas dan sekolah, serta organisasi nirlaba.

WWF-Indonesia merupakan salah satu organisasi nirlaba yang memanfaatkan teknologi dari AWS. “Di Indonesia, teknologi cloud computing AWS telah digunakan untuk pelestarian orangutan. AWS juga bekerja sama dengan AWS di Australia dan Selandia Baru, masing-masing untuk pelestarian Tasmanian Devil dan burung Kakapo,” ujarnya.

Tingkatkan Akurasi Data

photo
Seekor bayi orangutan (pongo abelli) berhasil diselamatkan dari perdagangan gelap bermain di Klinik Satwa BBKSDA Riau di Pekanbaru, Riau, Sabtu (21/3/2020). Bayi orang utan tersebut diselamatkan oleh Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera dari dalam bus kargo yang akan berangkat menuju Padang, Sumatera Barat - (ANTARA FOTO/Rony Muharrman/hp. )

Pemanfaatan teknologi juga memungkinkan sumber daya yang diperlukan menjadi lebih sedikit dan mengurangi biaya operasional, Sehingga biaya yang ada bisa disalurkan untuk pos-pos pembiayaan lain untuk mendukung upaya konservasi biodiversitas di Indonesia.

Dengan teknologi AWS, WWF-Indonesia kini bisa mengumpulkan foto secara otomatis dari tiap-tiap ponsel pintar maupun kamera-kamera yang diaktifkan oleh gerakan yang dipasang di setiap basecamp. Foto-foto tersebut kemudian diunggah ke Amazon Simple Storage Service (Amazon S3) untuk keperluan analisis.

Finance and Technology Director WWF-Indonesia Aria Nagasastra mengungkapkan, teknologi machine learning yang diadopsi WWF-Indonesia punya peran yang berarti. “Terutama dalam meningkatkan akurasi dan pemanfaatan data populasi orangutan,” ungkapnya.

Dengan pemanfaatan teknologi, tingkat akurasi dan spesifisitas dalam tiap proses analisis juga akan meningkat, Seperti dalam hal pengukuran rasio gender dan umur, hingga tingkat viabilitas tiap-tiap populasi.

Teknologi AWS ini, lanjut Arya, juga akan mendukung WWF dalam memantau kondisi setiap satwa secara akurat dan cepat, apakah mereka sedang hamil, sakit, atau mengalami luka yang membutuhkan perawatan segera.

Teknologi ini sangat membantu, terlebih dengan jumlah ahli konservasi yang terbatas seperti situasi saat ini.
ARIA NAGASASTRA, Finance and Technology Director WWF-Indonesia 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat