Sejumlah umat Muslim melaksanakan ibadah Shalat Jumat di Masjid Agung Al-Barkah, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (29/5). Shalat Jumat perdana setelah kurang lebih dua bulan tidak dilaksanakan karena pandemi virus Corona itu menerapkan protokol kesehatan da | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Muhammadiyah Terbitkan Panduan Ibadah New Normal

Panduan ini menjadi acuan umat Islam dalam menjalankan syariat ibadah sehari-hari.

 

JAKARTA – Seiring ditetapkannya kebijakan new normal (kenormalan baru) oleh pemerintah, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menerbitkan panduan ibadah lanjutan di masa kenormalan baru. Meski disebut sebagai kenormalan baru, sejatinya umat diharapkan menyadari bahwa kondisi tersebut bukan berarti terbebas dari ancaman virus korona jenis baru (Covid-19).

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zain mengatakan, tuntunan ibadah yang diterbitkan Muhammadiyah ini dibuat setelah melalui berbagai kajian dengan mengikuti perkembangan yang ada. Karena itu, terdapat beberapa perubahan dari panduan ibadah yang diterbitkan Muhammadiyah sebelumnya di masa pandemi Covid-19 ini.

"Kami mengeluarkan panduan ibadah di masa Covid-19 yang disebut sebagai normal baru. Saya akan bacakan sesuai dengan surat dan lampiran yang ditandatangani Pak Ketua Umum (Haedar Nashir),” kata Fuad melalui live streaming, Kamis (4/6).

Panduan ibadah di masa kenormalan baru ini terdiri atas beberapa poin. Pertama, tuntunan shalat dengan shalat berjarak. Di masa normal, kata dia, agama mengatur agar setiap Muslim yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid merapatkan shaf. Hal itu sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW dalam berbagai hadis.

Meski demikian, dia menjelaskan, di masa masih mewabahnya Covid-19 termasuk di masa kenormalan baru, umat Islam masih berada dalam situasi dan kondisi darurat. Menjaga keselamatan dan kesehatan diri menjadi hal utama yang perlu diperhatikan.

Untuk itu, dia menegaskan, prinsip physical distancing atau menjaga jarak sosial menjadi bagian dari protokol masjid yang harus dijalankan secara maksimal. Untuk itu, dalam perkara ini diperbolehkan adanya perenggangan shaf dalam shalat.

 “Perenggangan dalam shalat tidak mengurangi nilai pahala shalat atau kesempurnaannya,” ujar Fuad.

Poin kedua, dia melanjutkan, tuntunan ibadah ini juga menyoroti boleh tidaknya shalat berjamaah di masjid dengan menggunakan masker atau penutup wajah. Ia menjelaskan, dalam keadaan normal memang shalat dengan keadaan separuh wajah tertutup tidak diperbolehkan agama.

Hal itu sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah yang artinya, “Dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat.’’ 

Fuad mengatakan, kadar hadis tersebut hasan sebab ada salah satu perawi yang keabsahannya dipertanyakan. Namun demikian, secara konten dan konteks, Hadis tersebut cukup kuat untuk digunakan. Namun, karena berkadar hasan, menurutnya, larangan menutup sebagian wajah dalam shalat tidak sampai pada hukum haram.

“Larangan hadis ini tidak berlaku umum, hanya agar umat Islam kala itu tidak menyerupai kaum Majusi. Lalu, bagaimana jika memakai masker di masa Covid-19 saat shalat di masjid? Tentu saja hal itu diperbolehkan dan tidak merusak nilai shalat.’’

Sementara, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fathurrahman Kamal menyampaikan beberapa poin terkait dai dan mubaligh. Salah satunya, dia mengajak para dai serta mubaligh memaksimalkan dakwah jejaring (daring) khususnya lewat medium digital.

Dakwah, menurutnya, sama sekali tidak boleh mengendur di era kenormalan baru. “Untuk itu, kita akan galakkan dakwah dengan cara berjejaring atau daring.’’ 

Khatib bersiap kembali berkhidmat

Selama masa Pandemi Covid-19 kegiatan ibadah dan kerja dilakukan di rumah. Namun, dengan memasuki masa menuju New Normal kembali Sholat Jumat akan diselenggarakan. Ketua Umum Ikatan Khotib Indonesia (IKHI) KH. M. Nur Sholeh Effendi, Alhafidz menyambut baik diperbolehkannya sholat Jumat. 

"Di masa Pandemi Covid-19 ini seluruh aktivitas para Khotib (penyampai materi khutbah-red) Sholat Jumat terhenti. Saya dapat laporan dari Pengurus DKM masjid di berbagai tempat meminta disediakan petugas Khotib," ujar Nur seusai acara Halal Bi Halal IKHI di Kalimulya, Cilodong, Kota Depok, Kamis (5/6).

Menurut Nur, para Khotib agar terus menjalankan dakwahnya dalam kondisi apapun. Meski begitu, dirinya menyadari dengan adanya wabah virus Corona juga berdampak  bagi para Khotib yang biasa berdakwah di atas mimbar. Untuk itu, IKHI juga memberikan pembekalan peningkatan SDM agar memiliki side job yang bisa memberikan income

"Kalau terkait materi, sesuai dengan Alquran agar setelah Ramadhan mengagungkan Allah SWT. Pelajaran berharga dengan adanya wabah ini kita dianjurkan agar bertaqwa kepada Allah. Terlebih lagi, orang Islam agar senantiasa memperjuangkan agama dan menjalankan syari'at Islam," tuturnya. 

Sekjen IKHI, Ust. Nisin Mursani mengatakan, salah satu visi organisasinya adalah ingin menyamaratakan dalam masjid satu tema. Terlebih lagi, lanjutnya, tema yang  sedang kita viral kan, kondisi saat rame tetap tidak lepas dari  iman dan takwa. 

"IKHI saat ini sudah ada di se-Jabodetabek. Selain pemberdayaan Khotib dengan mengirimkan ke berbagai tempat untuk bertugas, juga menjalankan kegiatan sosial. Diantaranya, santunan bagi anak yatim, pemberian bingkisan bagi para Khotib dan lainnya. Secara internal juga ada pembuatan kartu anggota," paparnya. 

 

Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriyatna mengatakan, merasa gembira dengan sudah dibolehkan Sholat Jumat dan sholat  berjamaah. "Kita sudah kangen dengan adanya sholat Jumat bersama. Tentunya, dengan SOP penanggulangan Covid-19," tegasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat