Ilustrasi TPA Cipeucang | Republika

Bodetabek

Longsoran di TPA Cipeucang Harus Ditangani Serius

Ada kesalahan pengelolaan sampah TPA Cipeucang sehingga sampah meluber ke sungai.

TANGSEL -- Musibah gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, yang longsor hingga nyaris menutupi Sungai Cisadane, perlu ditangani serius. Dari foto yang beredar luas di media sosial (medsos), tumpukan sampah menutup sebagian besar lebar Cisadane.

Aktivis dari Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (Yapelhi), Ade Yunus, menganggap, sampah longsor yang mengotori Cisadane merupakan petaka yang diakibatkan kelalaian Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel. Ade menyebut, ada kesalahan pengelolaan sampah yang dilakukan pihak yang bertanggung jawab sehingga sampah meluber ke sungai. Pasalnya, sejak dua tahun lalu, pengelola sudah pernah diminta untuk menutup gunungan sampah. Namun, kenyataannya TPA Cipeucang masih menerima kiriman sampah hingga terjadi longsoran gunung sampah ke sungai terbesar di Banten tersebut.

Tokoh publik Kota Tangsel, Rizal Bawazier, ikut menyoroti insiden masalah sampah TPA Cipeucang yang dibiarkan menumpuk. Menurut dia, TPA tersebut harus mengikuti pengolahan seperti di Jerman, yang menggunakan teknologi canggih supaya sampah terkelola dengan baik. "Tidak bisa tidak, jangan berpikir panjang mengenai biayanya yang tinggi, apalagi daerah Kota Tangerang Selatan bukan seperti Kabupaten Tangerang atau Kabupaten Bogor yang masih mempunyai lahan-lahan tanah yang luas," ucapnya.

Rizal menjelaskan, masalah alur pembuangan sampah tidak bisa dikumpulkan seluruhnya di TPA Cipeucang. Dia menjelaskan, sampah sebaiknya dikumpulkan oleh petugas kebersihan, yang setiap malam harus mengangkutnya untuk ditempatkan dalam suatu kawasan. Di kawasan tersebut berdiri beberapa bangunan dengan cerobong asap, seperti pabrik pembakaran sampah. Kemudian, semua sampah dibakar dalam satu bangunan dengan suhu 1.000 derajat Celsius atau lebih selama sepekan, yang dilakukan terus tanpa henti. Pun, bagi petugas kebersihan harus diberi tunjangan agar bisa cepat mengangkut sampah setiap malam.

Menurut Rizal, nantinya sampah yang dibakar berubah menjadi panas dan energi terbarukan yang menghidupkan, berupa listrik atau batu bara. "Tinggal pilih teknologinya mau jadi apa hasil akhirnya. Hasil uap pembakaran sampah akan disaring kembali juga dengan teknologi canggih dan akan dikeluarkan sebagai udara bersih yang bisa dihirup oleh masyarakat sekitar," kata Rizal. Dengan cara itu, kata dia, permasalahan sampah di Tangsel bisa tertangani dengan baik.

Program Bakso

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang meluncurkan program Bak Angkut Sampah Organik (Bakso) agar warga bisa memilah sampah dari sumbernya atau dari rumah masing-masing di tengah merebaknya Covid-19. Kepala Seksi Pengurangan Sampah DLH Kota Tangerang, Dika Agus Hermaji, mengatakan, pihaknya baru menguji coba satu unit armada Bakso berupa bentor untuk mengangkut sampah organik. "Ini kami siapkan untuk memancing masyarakat agar memilah sampah tanpa perlu takut dengan risiko penularan Covid-19. Kalau pemilahan sampah di masyarakat meningkat, kami akan tambah armadanya," ujar Dika.

Saat ini, Dika menambahkan, armada Bakso dioperasikan mengangkut sampah organik di TPS 3R Karsa Mandiri, Kelurahan Karangsari, Cimone, TPS 3R Widatama, Kelurahan Nusajaya, TPS 3R Benua, Kelurahan Pabuaran Tumpeng, serta TPS 3R di Kelurahan Gebang Raya. "Dari beberapa TPS 3R itu, kami angkut ke intermediete treatment facility (ITF) atau stasiun peralihan antara untuk diolah dan dijadikan makanan lalat BSF atau maggot yang bisa mengurai sampah," ucapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat