Syafii Maarif | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Racun Perpecahan Itu Telah Ditebar dari Hulu (II)

Oleh AHMAD SYAFII MAARIF

 

Oleh AHMAD SYAFII MAARIF

 

Kesan saya, pertemuan di Tsaqîfah itu tidak berlangsung dengan aman dan damai. Ayat Alquran tentang musyawarah dalam suasana persaudaraan (lih. surah al-Syûrâ ayat 38) tidak dijadikan pedoman dalam pertemuan di atas, padahal para sahabat itu tentu hafal dan sangat paham ayat itu. Untuk menyegarkan ingatan, inilah makna ayat itu: “Dan orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan mereka dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka, dan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka infakkan.”

Dalam pada itu, patut pula dicatat bahwa kalangan Syi’ah dengan berpegang kepada hadis Ghadîr Khumm tetap berkukuh sampai hari ini bahwa penerus kepemimpinan umat itu adalah ‘Alî bin Abî Thâlib, tidak yang lain. Akuan ini bukankah telah membunuh prinsip egalitarian yang demikian tegas diajarkan Alquran? Salah satunya, seperti yang terbaca dalam surah al-Hujurât ayat 13: “Sesungguhnya yang termulia di antara kamu di sisi Allah adalah kamu yang paling bertakwa.” Ayat ini adalah pukulan telak bagi pengusung ideologi keunggulan ras, pertalian darah, suku, bangsa, latar belakang sejarah, dan asal-usul. Tetapi kecenderungan tasyayyu’ât (partisan kepada suatu pandangan), sebagaimana diteorikan oleh Ibn Khaldun, merupakan hambatan untuk bersikap jernih dan objektif.

Dalam pertemuan Tsaqîfah itu, bukan ayat-ayat Alquran yang dijadikan landasan, melainkan hubungan darah, suku, dan asal-usul yang lebih ditonjolkan. Artinya, ikatan tribalisme pra-Islam yang dihapuskan Alquran dalam menentukan pemimpin sudah mulai kambuh lagi ke permukaan. Untung saja, Abû Bakr kemudian memimpin dengan adil, terbuka, sekalipun sedikit dicemari oleh Perang Riddah (memerangi kelompok penentang Abû Bakr yang dituduh telah murtad, sebagian tidak mau bayar zakat). Pertimbangan Abû Bakr tentu saja, jika perlawanan itu tidak ditumpas, besar kemungkinan komunitas Muslim yang belum mapan benar akan segera tumbang. ‘Umar bin Khattâb tidak menyetujui kebijakan mentornya ini, tetapi dia tetap tidak membangkang.

Tebaran racun awal ini tidak seberapa bila dibandingkan racun-racun berikutnya yang berlangsung selama berabad-abad kemudian. Pemicu paling utama tidak lain dari perebutan kekuasaan politik! Karena saya sudah sering menulis tentang tebaran racun-racun itu di ruang Resonansi ini maka kali ini hanya akan disinggung selintas saja lagi. Ada makar terhadap ‘Utsman bin ‘Affân, makar terhadap ‘Alî bin Abî Thâlib, ada Perang Unta, Perang Shiffîn, ada pemenggalan kepala Hussain bin ‘Alî di Karbala atas perintah Yazîd bin Abû Sofyân, dan ribuan kali perang saudara sesudah itu, bahkan sampai hari ini. Hampir seluruhnya malapetaka terjadi di Asia Barat Daya, Afrika Utara, dan Spanyol.

Namun dari sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, sufisme, teologi, hukum, matematika, kedokteran, sastra, arsitektur, dan bidang-bidang lain pernah pula mencapai puncak-puncaknya dalam sejarah peradaban Muslim. Capaian ini berlangsung tidak linear dengan sisi-sisi hitam dalam ranah politik kekuasaan. Hanya harus ditekankan bahwa capaian di ranah peradaban ini sebenarnya tidak memerlukan wahyu. Manusia dengan akal budinya punya kemampuan untuk itu. Timbul masalah besar di sini. Jika wahyu yang dijadikan pedoman utama, tidak saja peradaban duniawi yang harus diukir, tetapi kultur persaudaraan dan tegaknya keadilan yang merata mesti juga terwujud secara bersamaan. Pada bagian yang terakhir ini, nyaris absen dalam sejarah Muslim.

Akhirnya, jika racun-racun perpecahan itu tidak dihalau ke ujung bumi dengan berpegang kepada diktum ini: “Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah dan jangan bertikai-pangkai” (Alquran, surah Âli ‘Imrân ayat 103), bersiaplah terus menyerahkan leher umat ini untuk dibantai oleh palu godam sejarah yang tidak kenal belas kasih! n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat