Warga memetik buah jambu biji (Psidium guajava) di perkebunan milik kelompok tani Jambu desa Karanggedong, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (20/3). Sejak beredar informasi hasil penelitian tim peneliti Universitas Indonesia (UI) dan IPB tentang m | ANTARA FOTO

Nasional

Antivirus Korona Siap Diproduksi Massal

Eukaliptus memiliki efektivitas 80-100 persen untuk membunuh virus korona.

 

JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) mencari perusahaan swasta untuk memproduksi secara massal produk antivirus korona dari bahan baku eukaliptus yang ditemukan Balitbang Kementan. Masuknya sektor swasta diharapkan bisa mempercepat produksi secara massal seiring mulai adanya permintaan masyarakat.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbang) Kementan Fadjry Djufry mengatakan, mulai pekan ini ia akan bertemu dengan pihak swasta yang berminat untuk memproduksi antivirus tersebut. “Produk ini dibutuhkan cepat, litbang tidak mungkin produksi massal karena kita pada tahap prototipe,” kata Fajdry saat dihubungi Republika, Ahad (10/5).

Mentan Syahrul Yasin Limpo pada Jumat (8/5), meluncurkan antivirus korona minyak atsiri yang bersumber dari tumbuhan eukaliptus. “Ini tentu membahagiakan karena virus korona membuat semua orang di dunia takut dan waswas. Saya berharap ini segera diproduksi secara massal sehingga bisa digunakan masyarakat,” kata Syahrul.

Menurut Fadjry Djufry, Balitbang Kementan telah mengidentifikasi beberapa produk tanaman herbal yang memiliki potensi melawan Covid-19. Di antaranya temulawak, jahe, jambu biji, dan terakhir minyak atsiri. Dari serangkaian proses penelitian, temulawak, jahe, dan jambu biji tidak bisa membunuh virus secara langsung.

Sementara itu, minyak atsiri memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk menekan pertumbuhan virus. “Ada 700 spesies eukaliptus, salah satunya minyak kayu putih (atsiri). Kita sudah uji beberapa kali dan secara uji laboratorium bisa membunuh virus H5N1 hingga virus korona,” katanya.

Dia menjelaskan, prototipe antivirus korona dari eukaliptus dibuat dengan ragam bentuk. Di antaranya seperti minyak aromaterapi, roll on, inhaler, balsam, hingga kalung. Ragam bentuk itu dipilih karena mekanisme kerja virus korona masuk melalui mulut dan hidung dan menyerang saluran tenggorokan.

photo
Seorang peniliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pemekatan ekstrak saat uji Lab obat herbal untuk penyembuhan Covid-19 dan penghambatan pertumbuhan virus corona di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (6/5).  - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Oleh sebab itu, pihaknya pun berharap industri produsen minyak aroma yang ada di Indonesia bisa ikut memproduksi massal antivirus korona yang telah diteliti oleh litbang. “Senin (hari ini--Red) kita akan bicara dengan salah satu pengusaha swasta yang sudah berpengalaman di sektor ini,” ujar dia.

Riset bersama kemudian dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) serta Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen). Kepala Balittro Evi Savitri mengatakan, penelitian bersama ini dilakukan dalam waktu dua bulan.

Evi menjelaskan, secara umum temuan-temuan hasil penelitian semestinya melalui proses hak cipta dan hak paten sebelum bisa dipasarkan. Di satu sisi, data-data hasil penelitian belum seluruhnya terkumpul sehingga memakan waktu yang cukup lama. Namun, karena kondisi mendesak, seluruh proses tersebut bisa dilakukan sembari berjalan dengan kegiatan produksi.

Adapun dari sisi keamanan, dipastikan aman. Sebab, pada umumnya produk antivirus yang dikembangkan itu seperti kayu putih maupun minyak aromaterapi lainnya yang saat ini dijual bebas. “Eukaliptus punya banyak spesies dan banyak produk. Spesies yang kita kembangkan ini belum banyak dikenal dan digunakan masyarakat,” ujar dia.

Mekanisme kerja antivirus tersebut cukup dihirup dalam rentang 5-10 menit. Dari hasil uji coba, memiliki efektivitas 80-100 persen untuk membunuh virus korona. Soal tingkat efektivitas itu, Evi mengatakan, bergantung dari tingkat konsentrasi kadar sineol dalam minyak eukaliptus yang dibuat.

photo
Seorang peniliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan uji lab di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (6/5). Para peneliti dari LIPI berhasil mengembangkan ramuan tanaman herbal daun Ketepeng dan benalu bermarga dendroptoe sebagai obat penyembuhan Covid-19 dan penghambatan pertumbuhan virus corona, hingga saat ini penemuan tersebut masih dalam proses penelitian dan uji lab yang tidak lama lagi akan dilakukan uji coba penggunaan. - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Bahan baku

Minyak atsiri yang bisa menjadi antivirus korona sepintas terlihat seperti minyak kayu putih yang sering digunakan masyarakat. Di mana, minyak kayu putih juga merupakan salah satu turunan dari tanaman eukaliptus.

Namun, Fadjry Djufry menyebut, spesies eucalyptus yang digunakan sebagai uji coba prototipe antivirus korona berbeda dengan yang digunakan sebagai bahan baku minyak kayu putih. Spesies tersebut juga belum banyak dikenal dunia dan tidak banyak tersebar.

“Apa yang kita temukan ini jenisnya berbeda, dan kandungannya sedang kita teliti lebih lanjut,” kata Fadjry. Namun, ia tidak menjelaskan lebih detail spesies eukaliptus yang digunakan dalam prototipe tersebut.

Evi Savitri menambahkan, tanaman eukaliptus banyak ditemukan di wilayah Indonesia timur. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan BUMN Perum Perhutani yang bergerak di sektor bisnis hasil hutan.

Hanya saja, kata dia, Perhutani lebih fokus pada bisnis kayu, sementara minyak atsiri belum banyak dikembangkan. Karena itu, kata dia, alternatif bahan baku akan terus dicari dan dipastikan tersedia di Indonesia. “Yang penting konsentrasi kadar sineolnya sesuai yang kita teliti jadi tetap bisa digunakan sebagai antivirus,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat