Beribadah di rumah pada Ramadhan (Ilustrasi) | Dokrep

Cahaya Ramadhan

Ramadhan untuk Pendidikan dan Menggapai Nilai Substantif

Ramadhan harus dimanfaatkan untuk memberikan keteladanan dan mendalami ilmu.

Ramadhan tak sekadar momentum untuk meningkatkan amal dan ibadah. Dia adalah kesempatan berharga (furshah) untuk meningkatkan ghirah keislaman, membiasakan diri dengan amal kebajikan, sehingga setiap orang memberikan teladan dan menginspirasi orang-orang sekitarnya.

Karena itulah, cendekiawan Muslim Dr Adian Husaini menilai, Ramadhan adalah bulan pendidikan. Dengan membiasakan berbuat baik dan memberi teladan, Allah melipatgandakan ganjaran untuk hamba-Nya. Apabila pada bulan selain Ramadhan pahala shalat berjamaah adalah 27 kebaikan, maka kali ini akan lebih banyak lagi. 

Terlebih mereka yang berada di Tanah Suci, akan berkesempatan untuk beribadah di Masjid al-Haram yang pahalanya mencapai 100 ribu keutamaan. Namun pada Ramadhan kali ini, masjid tersebut hanya dibatasi untuk pengurus masjid dan kalangan tertentu. Pandemi Korona mengakibatkan area masjid harus ditutup untuk umum.   

Pahala mencari ilmu di bulan Ramadhan juga sangat besar. Maka di bulan suci ini, optimalkan upaya untuk melakukan amal baik, ibadah, melatih diri, dan mencari ilmu.   

Kembali ke soal pahala Ramadhan, Dr Adian Husaini menjelaskan, mencari ilmu dalam Islam pahalanya sangat besar. Rasulullah SAW menggambarkan orang yang keluar rumah untuk mencari ilmu seperti orang yang sedang berjihad di jalan Allah.  

"Makanya, bulan Ramadhan harus dioptimalkan untuk dijadikan sebagai bulan ilmu dan bulan pendidikan, pendidikan dalam arti tholabul 'ilmi, mencari ilmu," kata Adian kepada Republika, belum lama ini.    

Ia menekankan Ramadhan betul-betul bulan pendidikan. Seperti diketahui, inti dari pendidikan di Indonesia itu membentuk manusia beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3 itu menegaskan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3 sejalan dengan tujuan ibadah Ramadhan, yakni agar bertakwa. Bahkan, Ramadhan bisa dijadikan bulan pendidikan nasional sehingga pemerintah harus serius menyambut dan mengoptimalkan Ramadhan. Sayangnya, selama ini, tidak ada anggaran untuk pendidikan Ramadhan.   

"Menurut saya, harus ada itu (anggaran pendidikan Ramadhan), pemerintah pusat dan daerah harus mengalokasikan anggaran untuk peningkatan ibadah di bulan Ramadhan," ujarnya.  

Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun, Bogor, ini mengingatkan, bulan Ramadhan juga bulan pendidikan untuk orang tua. Ajaran Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anak-anaknya. Karena itu, pendidikan bagi orang tua sangatlah penting agar mereka bisa menjadi orang tua yang baik.   

Orang tua harus bisa menjadi guru di rumah, apalagi di saat pandemi virus korona (Covid-19) ketika anak-anak banyak tinggal di rumah.  Sayangnya, ada orang tua yang tidak mengerti cara mendidik anak karena saat mereka sekolah tidak ada program pendidikan orang tua.   

"Menjadi orang tua yang baik itu tidak ada kurikulumnya, pemerintah harus mendidik orang tua supaya orang tua bisa mendidik anaknya," ujar Direktur Attaqwa College-Pesantren Attaqwa, Depok, Jawa Barat ini.  

Akhlak bukan diajarkan, melainkan ditanamkan, dibiasakan, dan dicontohkan serta didisiplinkan. Artinya, yang paling bagus menjadi guru bagi anak-anak adalah orang tua, bukan guru di sekolah.  

Sementara, pendidikan yang berlangsung saat ini keliru karena seolah-olah pendidikan di Indonesia diarahkan hanya agar orang-orang dapat mencari kerja dan mencari makan. Pendidikan bukan diarahkan untuk membentuk orang yang baik, yakni orang beriman, bertakwa, serta berakhlak mulia.  

“Pendidikan kita itu harus mendidik orang menjadi jujur, pekerja keras, tidak malas, tidak sombong, tidak angkuh, dan tidak serakah. Itu pendidikan kita sesungguhnya," tegas Adian.

 

Mengendalikan hawa nafsu

  

photo
- (Republika/Putra M. Akbar)

Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Umar Smith menjelaskan, di dalam proses ibadah puasa terkandung pendidikan dan pelatihan mengendalikan hawa nafsu serta keinginan.  

 

 

Ramadhan mendidik bukan hanya dari sisi keilmuan, tapi mendidik dari sisi penekanan hawa nafsu.

 

Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Umar bin Smith
 

  

Pimpinan organisasi Islam yang menjadi wadah resmi para habib se-Indonesia ini mengatakan, di bulan Ramadhan anak-anak dididik agar bisa mengendalikan hawa nafsu dan keinginannya. Anak-anak menjalankan ibadah puasa saja sudah termasuk pendidikan bagi mereka. Sebab, mereka dituntut konsekuen, disiplin, dan mengatur waktu makan.   

Di tengah pandemi Covid-19, banyak keluarga tinggal di rumah. Maka, momen ini menjadi kesempatan bagi para orang tua untuk melihat anaknya, apakah sudah bisa membaca Alquran atau belum.  

"Mungkin saja, selama ini, para orang tua sibuk ke luar, datang ke rumah pada saat waktu buka puasa kemudian langsung berbuka puasa, setelah itu Tarawih, terus tidur, terus sahur," katanya.   

Saat ini, ketika banyak orang tua bekerja dari rumah maka terbentang kesempatan lebih luas untuk mendidik anak-anak di rumah agar bisa membaca Alquran dengan baik dan benar.  

Saat Ramadhan, anak-anak juga bisa belajar berbagi dengan melihat langsung orang tuanya bersedekah.   

“Itulah yang disebut tarbiyah, yakni pendidikan yang langsung diamalkan atau dipraktikkan dan ini lebih membekas pada diri anak-anak.”  

 

Derajat takwa

photo
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir - (Wihdan/Republika)

 

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir umat Muslim untuk memaknai puasa Ramadhan secara substantif. Dengan berpuasa, sudah seharusnya umat Islam masuk ke dalam hal-hal substantif sehingga dapat melahirkan derajat takwa sebagaimana risalah Alquran.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 berbunyi: “Ya ayyuhalladzina amanu, kutiba alaikumus shiyam kama kutiba alal-ladzina min qablikum la’allakum tattaqun,”. Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu (untuk berpuasa). (Berpuasa) agar kalian bertakwa,”.

Dalam ayat tersebut, Haedar menjelaskan, puasa tidak boleh hanya diartikan sebagai menahan diri dari nafsu makan, minum, serta biologis semata. Namun demikian, dia menyebut puasa juga harus dilakukan untuk mengasah diri dengan tujuan takwa.

“Kalau puasanya hanya yang menahan makan dan minum, ini bahasa Imam Al-Ghazali disebut puasa awam. Harusnya dengan berpuasa, kita dapat mendalami akal pikiran serta hati kita untuk menuju ketakwaan,” kata Haedar dalam live streaming Pengajian Menyambut Ramadhan Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis (23/4).

Dia menjelaskan jika para ulama itu menyebut puasa sebagai al-imsak yakni menahan makan, minum, dan biologis, namun ulama juga menyebut bahwa makna puasa itu adalah bagaimana manusia dapat mengendalikan nafsu yang berwatak duniawi.

Manusia, lanjutnya, diberi dua sisi dalam hidupnya. Yang pertama adalah nafsu yang cenderung pada takwa, kedua nafsu yang cenderung pada fujuroh (yang menyalahi syariat). Untuk itu, puasa tidak dapat membunuh hawa nafsu manusia yang fujuroh, namun demikian nafsu tersebut bisa dijinakkan.

Adapun makan dan minum merupakan simbol duniawi. Namun tak bisa dipungkiri, kata dia, bahwa manusia membutuhkan dunia. “Maka, dunia itu disebut adna atau sesuatu yang dekat. Akan tetapi, agama mengajarkan bagaimana meraihnya dan memanfaatkannya, tapi tidak boleh berlebihan,” ungkapnya.

Di sisi lain, dia melanjutkan, puasa Ramadhan kali ini memang berbeda dari Ramadhan sebelum-sebelumnya. Pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) memaksa masyarakat dan umat Islam untuk beribadah di rumah saja.

Untuk menyikapinya, dia mengimbau umat Muslim untuk mengambil sikap tawasuth (moderat). Di tengah kondisi pandemi ini, dia mengajak umat Muslim untuk menjalani ibadah Ramadhan dengan ketakwaan serta suka cita.

Beribadah di rumah selama Ramadhan dipilih karena adanya kondisi darurat. Dalam konteks Islam, dia melanjutkan, umat Islam diajarkan bagaimana agama memberikan jawaban dalam menghadapi problem-problem aktual.

“Misalnya kita tahu bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai konsep karantina. Jika ada wabah, kita (diperintahkan Nabi) untuk janan datang ke sana, dan orang-orang yang di tempat wabah jangan keluar. Orang sakit jangan dicampur dengan orang sehat, dan seterusnya,” ungkap dia.

Beribadah di rumah juga dinilai dapat dijadikan hikmah bagi umat Muslim untuk memantapkan keimanan sebagaimana layaknya agama menganjurkan umatnya dalam menyikapi musibah.

Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Fauzan mengatakan, kehadiran Ramadhan merupakan tamu mulia setiap tahunnya. Namun demikian alangkah baiknya kedatangan Ramadhan setiap tahunnya itu harus dimaknai secara komplit oleh umat Muslim.

“Derajaat ketakwaan harus mampu diimplementasikan kepada kita,” ungkapnya. 

Dalam lingkup sosial, kata dia, ketakwaan itu harus tercermin dengan berbuahnya keimanan. Untuk itu dia mengajak seluruh keluarga besar UMM untuk bermuhasabah menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momen mengevaluasi diri.

Dia berharap Ramadhan kali ini dapat dijadikan untuk mengendalikan dir dan mencoba menjadikan iman sebagai kontrol dalam kehidupan. Indikator yang paling sederhana yang bisa dilihat, kata dia, adalah perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik. 

“Ketika orang bisa berperilaku dengan baik, akhlakul karimah, artinya orang itu hidupnya dikontrol dengan keimanan,” pungkasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mutiara Ramadhan

Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896

HIKMAH RAMADHAN

Image

Memahami Makna Ramadhan

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Oleh

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.