Internasional
Hati-Hati Kirim Pasukan ke Gaza
Hamas menyatakan menolak penempatan pasukan asing di Gaza.
NEW YORK – Resolusi yang diajukan Amerika Serikat (AS) terkait penerjunan pasukan asing dan pemerintahan transisi di Gaza diloloskan Dewan Keamanan PBB kemarin. Terkait hal itu, pasukan TNI yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto ke Gaza mulai bersiap.
Namun, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim mengingatkan pemerintah Indonesia untuk bersikap sangat berhati-hati terkait rencana pengiriman pasukan stabilisasi ke Gaza di bawah mandat PBB. Peringatan ini disampaikan menyusul adanya skema pelucutan senjata Hamas sebagai syarat utama pengerahan pasukan, yang dinilai rawan menjerumuskan Indonesia ke dalam agenda politik Amerika Serikat dan Israel.
Prof Sudarnoto menegaskan, komitmen Indonesia terhadap Palestina harus tetap istiqamah, sebagaimana garis politik luar negeri yang selama ini dipegang teguh. “Indonesia harus tetap berkomitmen, berkonsisten istiqomah untuk membela Palestina demi keadilan, demi perdamaian dunia,” ujarnya usia konferensi pers terkait Munas XI MUI di Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025).
Ia merujuk pada pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang membuka kemungkinan pengerahan hingga 20 ribu pasukan ke Gaza. Namun, menurutnya, skema yang diajukan AS dan Israel, terutama terkait pelucutan senjata Hamas, jelas berpotensi menimbulkan ketegangan baru dan mengancam posisi Indonesia di mata kelompok perlawanan Palestina.
“Kita sudah tahu kawan-kawan dari perlawanan Hamas dan lainnya sudah menolak, nggak mau, karena ini adalah keputusan langkah-langkah yang sebetulnya ingin masuk lebih dalam dan menguasai Palestina dengan cara-cara baru,” ucap Sudarnoto.
Menurutnya, syarat tersebut merupakan trik politik yang harus diwaspadai karena dapat menjadi pintu masuk bagi dominasi baru Israel di Gaza.
Prof Sudarnoto menyebut pemerintah Indonesia memang memiliki niat baik dalam partisipasi pasukan stabilisasi, tetapi langkah tersebut tidak boleh sampai merugikan Palestina. “Kami sangat berharap Presiden harus berhati-hati. Pengiriman tentara ya, tetapi jangan sampai masuk jebakan baru Amerika sehingga malah justru merugikan Palestina. Ini penting sekali,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa Israel tidak pernah rela melihat langkah apa pun yang dianggap merugikan kepentingannya. “Bagaimanapun juga Israel itu tidak pernah rela. Ayat Alquran-nya kan ada, itu nggak akan pernah rela kalau kemudian Israel merasa dirugikan. Karena itu memang harus berhati-hati," jelas Prof Sudarnoto.
MUI memandang kewaspadaan tidak hanya perlu dilakukan Indonesia, tetapi juga negara lain yang berpotensi terlibat dalam operasi ini. “Negara-negara lain seperti Mesir dan sebagainya memang perlu berhati-hati dengan langkah yang terakhir dari sekarang ini sudah dilakukan oleh Amerika dan Israel,” kata Sudarnoto.
Ia menilai, resolusi DK PBB yang meloloskan pasukan stabilisasi Gaza harus dibaca dengan jernih dan kritis, mengingat penolakannya oleh Hamas menunjukkan bahwa situasi di lapangan sangat sensitif dan penuh potensi konflik.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayor Jenderal TNI (Mar) Freddy Ardianzah mengatakan saat ini seleksi prajurit untuk dikirim sebagai pasukan perdamaian ke Gaza masih berlangsung. Seleksi tersebut dilakukan di masing-masing matra TNI.
"Untuk proses seleksi masih di tingkat matra masing-masing berupa perencanaan, sambil menunggu mandat final Dewan Keamanan (DK) PBB dan keputusan politik Pemerintah," kata Freddy saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Freddy melanjutkan, proses seleksi meliputi beragam tahapan salah satunya pengalaman prajurit dalam menjalani misi kemanusiaan di dalam maupun luar negeri. Setelah proses seleksi di setiap matra selesai, barulah pihak Mabes TNI akan menerima daftar nama-nama prajurit tersebut.
"Belum ada daftar nama yang diterima Mabes TNI. Yang dilakukan baru sebatas pendataan kesiapan satuan di tiga Matra sesuai Protap Operasi Luar Negeri," jelas Freddy. Sebelumnya, Freddy mengatakan TNI menyiapkan ragam peralatan kesehatan dan alat-alat konstruksi untuk dikirim ke Gaza.
Alat-alat itu dikerahkan bersamaan dengan pengiriman 20.000 personel TNI di bidang kesehatan dan Zeni Konstruksi.
"Seperti fasilitas rumah sakit lapangan, peralatan medis emergensi, ambulans, perlengkapan air bersih dan sanitasi, serta kemampuan konstruksi Zeni termasuk alat berat dan sarana rekonstruksi," kata Freddy saat dikonfirmasi di Jakarta.
Freddy menjelaskan ragam peralatan kesehatan itu akan dipakai pasukan untuk melayani warga korban perang. Selain itu, peralatan konstruksi yang dibawa pasukan Zeni akan digunakan untuk membangun beberapa fasilitas umum untuk warga.
Freddy melanjutkan, ke 20.000 personel TNI yang dikirim sudah memiliki pengalaman dalam menjalankan misi perdamaian. Mereka, kata Freddy, hanya perlu melakoni beberapa pelatihan untuk memantapkan persiapan ke Gaza.
Hingga saat ini, TNI masih menunggu persetujuan dari pemerintah dan pihak Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terkait pengiriman pasukan ke Gaza.
Golnya Resolusi
Dewan Keamanan PBB meloloskan resolusi penempatan pasukan stabilisasi internasional dan pembentukan Dewan Perdamaian di Jalur Gaza. Kelompok Hamas langsung menyatakan penolakan atas penempatan pasukan asing yang dinilai merupakan penjajahan baru tersebut.
Sebanyak 13 negara anggota DK PBB mendukung resolusi itu, sementara tak ada yang menentang dan dua abstain, yakni China dan Rusia. Duta Besar AS di PBB, Mike Waltz, berterima kasih kepada dewan tersebut karena memihak negaranya dan mendukung rancangan resolusi AS untuk penempatan pasukan internasional di Gaza.
Saat menyampaikan argumen mengenai manfaat rencana AS sebelumnya, dia berkata resolusi tersebut merupakan cetak biru “berani dan pragmatis” yang lahir dari 20 poin rencana Trump untuk Gaza. Menurutnya hal ini merupakan hasil upaya diplomasi yang melibatkan Qatar, Mesir, Arab Saudi, Pakistan, Indonesia dan Turki.
Dokumen tersebut memberi wewenang kepada Pasukan Stabilisasi Internasional – sebuah koalisi penjaga perdamaian, termasuk dari negara-negara mayoritas Muslim, seperti Indonesia dan Azerbaijan – untuk ditempatkan di bawah komando terpadu untuk mengamankan Gaza, mengawasi demiliterisasi, melindungi warga sipil dan mengawal bantuan melalui koridor yang aman.
Hal ini akan terjadi ketika Israel secara bertahap menghentikan kehadirannya dan pasukan polisi yang telah diperiksa mengambil peran baru. Akan ada pemerintahan transisi dengan pembiayaan rekonstruksi dari dana perwalian yang didukung oleh Bank Dunia.
Resolusi juga tersebut memetakan “jalan yang memungkinkan bagi Palestina untuk menentukan nasib sendiri” setelah Otoritas Palestina menyelesaikan reformasi.
Sementara kelompok Hamas menyatakan penolakan atas penerjunan pasukan asing dalam resolusi tersebut. “Resolusi tersebut menerapkan mekanisme perwalian internasional di Jalur Gaza, yang ditolak oleh rakyat kami dan faksi-faksi mereka”, kata kelompok tersebut dalam pernyataan panjang lebar di Telegram.
Ketidakpuasan ini mencerminkan komentar sebelumnya yang disampaikan juru bicara Hamas kepada Aljazirah, di mana kelompok tersebut menyampaikan bahwa mereka akan menolak kendali asing atas Jalur Gaza.
“Menetapkan pasukan internasional dengan tugas dan peran di Jalur Gaza, termasuk melucuti senjata perlawanan, menghilangkan netralitasnya, dan menjadikannya pihak dalam konflik yang mendukung pendudukan [Israel]”, lanjut pernyataan itu.
“Setiap kekuatan internasional, jika dibentuk, harus dikerahkan hanya di perbatasan untuk memisahkan pasukan, memantau gencatan senjata, dan harus sepenuhnya berada di bawah pengawasan PBB”.
Duta Besar Aljazair untuk PBB memuji Amerika Serikat dan Presiden Donald Trump atas upaya mereka dalam mengusulkan rancangan resolusi mengenai Gaza yang baru saja diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB.
Amar Bendjama mengatakan negaranya sangat berterima kasih kepada Trump “yang keterlibatan pribadinya berperan penting dalam membangun dan mempertahankan gencatan senjata di Gaza”.
Gencatan senjata yang mengakhiri “penderitaan tak tertahankan” yang dialami warga Palestina selama hampir dua tahun, tambah Bendjama. “Tetapi kami menggarisbawahi bahwa perdamaian sejati di Timur Tengah tidak dapat dicapai tanpa keadilan. Keadilan bagi rakyat Palestina yang telah menunggu selama puluhan tahun untuk berdirinya negara merdeka mereka”.
Bendjama juga mengatakan, resolusi harus dibaca secara keseluruhan. “Ini jelas menegaskan tidak ada aneksasi, tidak ada pendudukan, tidak ada pemindahan paksa.” Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan harus didistribusikan di Gaza “tanpa campur tangan” dari Israel.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengungkapkan, resolusi Dewan Keamanan PBB terkait Pasukan Stabilisasi Gaza yang mengadopsi inisiatif Amerika Serikat terkesan mengesampingkan partisipasi Palestina.
Nebenzia yang negaranya abstain saat voting pelolosan resolusi tersebut menuding AS tak bertindak dengan itikad baik dalam meloloskan resolusi tersebut."Yang terpenting, dokumen ini tidak boleh menjadi dalih bagi eksperimen tak terkendali yang dilakukan AS di Israel, di wilayah Palestina yang diduduki," kata Nebenzia dilansir dari Al Jazeera, Selasa (18/11/2025).
Nebenzia menyatakan kekhawatirannya, resolusi tersebut tidak memuat informasi tentang bagaimana Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) akan bekerja sama dengan Ramallah, merujuk pada Otoritas Palestina.
Berdasarkan resolusi yang diadopsi, Nebenzia mengatakan, pasukan tersebut "tampaknya dapat bertindak secara otonom, tanpa memperhatikan posisi maupun pendapat Ramallah".
"Hal ini dapat memperkokoh pemisahan Jalur Gaza dari Tepi Barat. Hal ini mengingatkan kita pada praktik kolonial dan Mandat Inggris untuk Palestina di Liga Bangsa-Bangsa, ketika pendapat rakyat Palestina sendiri tidak diperhitungkan," ujar utusan Rusia tersebut kepada dewan.
Ia juga mengaku khawatir mandat pasukan dalam rencana Trump masih dipertanyakan. Termasuk apakah "tugas penegakan perdamaian"-nya dapat "benar-benar mengubah mereka menjadi pihak dalam konflik yang melampaui batas-batas penjagaan perdamaian".
Sedangkan China, yang abstain dalam pemungutan suara mengenai resolusi AS, telah menyatakan keprihatinan atas kurangnya rincian dalam dokumen tersebut, termasuk mengenai peran Palestina.
Utusan China untuk PBB, Fu Cong, mengatakan resolusi tersebut “tidak menunjukkan prinsip dasar rakyat Palestina mengatur Palestina”. “Gaza adalah milik rakyat Palestina, bukan milik orang lain,” ujarnya.
Fu mengatakan AS seharusnya memberikan lebih banyak informasi mengenai Pasukan Stabilisasi Internasional dan Dewan Perdamaian yang dibentuk berdasarkan resolusi tersebut. “Harusnya dijelaskan secara rinci struktur, komposisi, kerangka acuan, dan kriteria penyusunannya,” ujarnya. Fu juga menyatakan keprihatinannya bahwa resolusi tersebut tidak “menjamin partisipasi efektif PBB dan Dewan Keamanannya”.
Resolusi tersebut memberi wewenang kepada Dewan Perdamaian, yang akan dipimpin oleh Trump, “untuk memikul tanggung jawab penuh atas pengaturan sipil dan keamanan di Gaza, namun resolusi tersebut tidak menetapkan mekanisme pengawasan atau peninjauan di luar laporan tertulis tahunan,” katanya.
Sikap China dalam resolusi ini krusial karena negara itu yang memfasilitasi rekonsiliasi faksi-faksi politik di Gaza pada Juli 2024 lalu. Saat itu, faksi-faksi yang bersaing di Palestina, Hamas dan Fatah, telah menandatangani deklarasi yang menyetujui pembentukan "pemerintahan rekonsiliasi nasional" sementara untuk Tepi Barat dan Gaza yang diduduki setelah agresi Israel selesai.
Kesepakatan itu dicapai dalam sebuah pertemuan yang ditengahi oleh China, kata menteri luar negeri China dan pejabat Hamas. Perwakilan dari kelompok tersebut, bersama dengan 12 faksi Palestina lainnya, berjanji untuk mengupayakan persatuan setelah tiga hari perundingan di Beijing.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
