
Ekonomi
Tahun 2025 Jadi Momentum Global, IGCN Dorong Kolaborasi Capai SDGs
Masa depan berkelanjutan dimulai dari membentuk karakter dan kesadaran generasi muda.
JAKARTA — Tahun 2025 menjadi momentum global yang mempertemukan tiga tonggak sejarah penting, yaitu 80 tahun kemerdekaan Indonesia, 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan 25 tahun peluncuran UN Global Compact. Di tengah perubahan global yang cepat, UN Global Compact Network Indonesia (IGCN) menyerukan kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seruan itu disampaikan dalam Annual Members Gathering 2025 bertema “Delivering Impact and Shaping the Future Together” yang digelar di Yustinus Auditorium, UNIKA Atma Jaya Jakarta. Pertemuan ini mempertemukan para pemimpin bisnis, akademisi, masyarakat sipil, dan mitra pembangunan untuk memperkuat komitmen terhadap Ten Principles UN Global Compact yang mencakup hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan antikorupsi, sekaligus merancang langkah nyata menuju pembangunan berkelanjutan.
Rektor UNIKA Atma Jaya sekaligus Anggota Dewan Penasihat IGCN, Yuda Turana, menekankan pentingnya pendidikan dalam menanamkan nilai keberlanjutan sejak dini.
“Sebagai institusi pendidikan, kami percaya bahwa membangun masa depan berkelanjutan dimulai dari membentuk karakter dan kesadaran generasi muda terhadap nilai-nilai kemanusiaan, lingkungan, dan integritas. Kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci agar ilmu pengetahuan tidak berhenti di ruang kelas, tetapi diterjemahkan menjadi aksi nyata bagi keberlanjutan,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (8/10/2025).
Presiden IGCN Y.W. Junardy menegaskan, tahun 2025 harus menjadi titik balik bagi dunia usaha untuk mengintegrasikan nilai kemanusiaan dan keberlanjutan ke dalam strategi bisnis. “Tahun 2025 bukan sekadar penanda sejarah, tetapi panggilan untuk bergerak dan bertindak bersama. Dunia usaha, pemerintah, dan PBB memiliki peran penting dalam membentuk masa depan yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Junardy.
Melalui UN Global Compact Network Indonesia, IGCN mengajak perusahaan untuk menanamkan nilai kemanusiaan, lingkungan, dan integritas dalam setiap langkahnya agar bisnis tidak hanya tumbuh, tetapi juga memberi dampak nyata bagi manusia dan alam.
Dari sisi pemerintah, Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Leonardo A. A. Teguh Sambodo menegaskan bahwa keberlanjutan menjadi arah utama pembangunan nasional.
“Delapan puluh tahun Indonesia adalah momentum refleksi sekaligus proyeksi. Di tengah tantangan global, kita memilih jalur pembangunan yang berkelanjutan dengan SDGs menjadi kompas arah pembangunan, dan kita mendorong perwujudan green economy dan circular economy menjadi mesinnya,” ujarnya.
Leonardo menegaskan, kemitraan dengan IGCN membuktikan bahwa keberhasilan bisnis dan kemajuan bangsa bisa saling menguatkan menuju Indonesia Emas 2045.
Sementara itu, UN Resident Coordinator di Indonesia Gita Sabharwal menyoroti pentingnya kemitraan publik–swasta dalam mempercepat perubahan.
“Waktu untuk perubahan bertahap telah berlalu. Kini saatnya kita bertindak berani dan berinvestasi dengan bijak untuk menjadikan keberlanjutan sebagai keunggulan strategis bagi sektor swasta Indonesia dan masyarakatnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, PBB mendukung IGCN melalui mobilisasi pembiayaan inovatif seperti corporate SDG bonds, blue bonds, dan green sukuk untuk memperkuat pembangunan nasional sekaligus kinerja bisnis.
Dari sisi diplomasi ekonomi, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegrosenomenegaskan urgensi pendanaan dalam menghadapi krisis iklim.
“Bicara tentang climate change, tidak bisa lepas dari yang namanya financing. Itu berlaku di berbagai forum apapun di dunia,” ujarnya. Menurut Havas, Indonesia membutuhkan pendanaan mitigasi iklim sebesar 28 miliar dolar AS atau sekitar Rp3.500 triliun, sementara APBN hanya mampu menutup 15 persen.
“Berapa APBN sanggup? 15 persen. Sisanya? Ya kita berusaha mencari dari sumber-sumber dana lainnya termasuk dana multilateral, private sector funding, loan, donor, dan lainnya,” ujarnya.
Acara ditutup oleh Noke Kiroyan, Anggota Dewan Pengawas IGCN dan Ketua Kiroyan Partners, yang menekankan kembali arti moral dari momentum tiga tonggak sejarah ini.
“Tiga tonggak sejarah ini mengingatkan kita bahwa kemajuan sejati tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberanian moral untuk membangun masa depan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sebagai informasi, UN Global Compact merupakan inisiatif keberlanjutan korporasi terbesar di dunia yang mempercepat dampak kolektif dunia usaha untuk mencapai SDGs melalui Ten Principles. Dengan lebih dari 20.000 perusahaan dan organisasi di lebih dari 80 negara, inisiatif ini menjadi penggerak utama keberlanjutan global.
Adapu. IGCN adalah jaringan lokal UN Global Compact di Indonesia yang mendukung perusahaan dan organisasi dalam mengimplementasikan Ten Principles dan berkontribusi terhadap pencapaian SDGs melalui pembelajaran, alat praktis, dan kolaborasi strategis.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.