
Nasional
Waktu Kritis Penyelamatan Korban di Ponpes Al Khoziny
Tim penyelamat berlomba dengan waktu menyelamatkan korban.
Oleh Wulan Intandari
SIDOARJO – Tim SAR gabungan dari Basarnas terus melakukan berbagai upaya untuk mengevakuasi para santri yang tertimbun reruntuhan bangunan mushala tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Fokus utama saat ini adalah memanfaatkan 'golden time' atau masa krusial pascakejadian guna menyelamatkan korban yang diketahui masih dalam kondisi hidup.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii menyampaikan rentang waktu ini sangat menentukan keberhasilan penyelamatan korban. "Saat ini kita mengejar golden time, karena dimungkinkan dari golden time inilah yang kita detek masih ada (tanda-tanda) kehidupan ini masih memungkinkan untuk bisa kita selamatkan dalam kondisi hidup," ujar Syafii dalam konferensi pers, Rabu (1/10/2025).
Syafii menjelaskan golden time umumnya berlangsung hingga 72 jam setelah kejadian. Namun, kondisi saat ini menunjukkan harapan baru. "Sesuai teori memang 72 jam, namun saat kita sudah bisa menyentuh korban, kita sudah bisa suplai minuman vitamin, bahkan infus, memungkinkan yang bersangkutan bisa bertahan lebih lama," ucapnya.
Hingga Rabu pagi (1/10), ia mengungkapkan bahwa tim SAR gabungan telah berhasil mengevakuasi sejumlah korban, baik yang selamat maupun meninggal dunia. Berdasarkan data Kantor SAR Surabaya hingga Selasa malam, tercatat ada 102 santri menjadi korban, dengan tiga diantaranya meninggal dunia.

Operasi penyelamatan masih terus berlangsung dengan melibatkan berbagai unsur, termasuk Basarnas, TNI, Polri, relawan, hingga masyarakat setempat. Mereka bahu membahu menyingkirkan puing-puing demi mempercepat evakuasi dan memberikan pertolongan kepada korban yang masih memiliki peluang untuk selamat.
Syafii juga menekankan pentingnya profesionalisme dalam proses evakuasi dan meminta masyarakat serta media memahami perlunya area steril dalam operasi pencarian korban. Ia menjelaskan bahwa Basarnas menggunakan teknologi deteksi suhu tubuh dan aktivitas manusia untuk menemukan korban yang masih hidup, dan tindakan seperti clear area mutlak diperlukan agar alat-alat dapat bekerja secara optimal.
"Kemarin ada tindakan untuk clear area, semua personil diajak untuk keluar,bukan karena kita tidak ingin teman-teman media untuk ikut bergabung melihat secara langsung, tetapi ini memberikan ruang oksigen untuk mereka yang masih terjebak diruntuhan," ungkapnya.
"Kita bekerja profesional apapun yang kita lakukan setiap saat akan kita di-clear," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan beberapa korban yang telah berhasil diidentifikasi dan disentuh tim SAR sudah diberikan bantuan medis seperti minuman, vitamin, hingga infus, yang diharapkan bisa memperpanjang ketahanan mereka. Namun ia tak menepis bahwa tantangan di lapangan tidak ringan.

Struktur bangunan yang tidak stabil serta potensi longsoran menghambat akses ke titik korban. Salah satu solusi yang tengah dilakukan adalah membuat jalur bawah tanah dengan diameter terbatas. "Untuk menyentuh sampai ke titik korban kita akan membuat gorong-gorong di bawah tanah," kata dia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 26 orang santri korban runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, masih menjalani perawatan intensif di sejumlah rumah sakit.
"Korban dirawat di beberapa rumah sakit rujukan utama di Sidoarjo dan Surabaya-Mojokerto sesuai kondisi medis masing-masing,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Rabu.
BNPB mengkonfirmasi daftar sebaran rumah sakit mulai dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Notopuro yang merawat 40 pasien, terdiri atas delapan pasien rawat inap dan menangani dua santri meninggal dunia.
Sementara RS Siti Hajar menangani 52 pasien, dengan 11 pasien rawat inap, satu pasien meninggal dunia, dan satu pasien dirujuk. RS Delta Surya menangani enam pasien rawat inap, sedangkan RS Sheila Medika menerima satu pasien yang telah dipulangkan dan RS Unair merawat satu pasien rawat inap.

BNPB memastikan koordinasi dengan pemerintah daerah, BPBD, dan fasilitas kesehatan setempat terus dilakukan untuk memastikan kebutuhan medis dan logistik darurat bagi korban dapat terpenuhi.
Menurut Abdul, selain layanan medis, dukungan psikososial juga dipersiapkan tim petugas gabungan untuk membantu pemulihan mental para santri dan keluarga yang terdampak peristiwa ini.
"Operasi SAR juga masih berjalan, yang berdasarkan data absensi santri sebanyak 91 orang diduga tertimbun material bangunan," kata dia.
Kronologi Kejadian
Sebelumnya, diketahui bangunan mushala tiga lantai di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, ambruk, Senin (29/9/2025) sore. Kejadian tragis ini terjadi saat para santri sedang melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Bangunan roboh seketika, menyebabkan kepanikan dan menimbulkan korban jiwa serta luka-luka.
Dari informasi yang dilansir, kejadian itu berlangsung begitu cepat dan mengejutkan. Sekitar pukul 14.40 WIB, para santri sudah mulai berkumpul dan menjalankan ibadah di musala. Tidak ada tanda-tanda mencolok akan terjadi sesuatu yang berbahaya. Namun, menjelang pukul 15.35 WIB, beberapa santri yang berada di dalam bangunan mengaku mulai merasakan getaran dan goyangan yang tidak biasa dari struktur bangunan.

Tak berselang lama, tepat sekitar pukul 15.35 WIB, bangunan musala empat lantai itu tiba-tiba runtuh. Suara gemuruh keras terdengar dari dalam pesantren, seperti suara gempa bumi. Empat lantai bangunan amblas ke bawah, menimpa ratusan santri yang berada di dalam. Debu tebal membumbung tinggi, dan kepanikan langsung menyelimuti area pondok.
Para santri yang berhasil selamat segera berteriak meminta tolong, sementara yang lainnya mencoba menarik teman-teman mereka dari balik puing. Pengurus pondok dengan sigap menghubungi pihak berwenang dan tak lama puluhan ambulans tiba di lokasi, disusul oleh petugas dari kepolisian, BPBD, dan Dinas Kesehatan Sidoarjo.
Petang harinya, tim dari Basarnas turun langsung ke lokasi, mengerahkan puluhan personel SAR yang tergabung dalam operasi gabungan. Proses evakuasi dilakukan dengan sangat hati-hati karena struktur reruntuhan yang tidak stabil dan tumpukan beton yang berisiko longsor sewaktu-waktu. Teknologi pendeteksi keberadaan tubuh manusia pun digunakan untuk menemukan korban yang masih hidup di bawah puing runtuhan bangunan.
Analisis Sipil
Ahli teknik sipil Universitas Muhammadiyah Surabaya, Yudha Lesmana mendapatkan informasi lewat pemberitaan bahwa, bangunan yang runtuh diketahui masih dalam tahap pengecoran. Menurutnya, secara prinsip, proses pengecoran tidak akan menimbulkan masalah jika sesuai perencanaan, namun ada kemungkinan usia pengecoran belum matang jadi penyebab ambruknya mushala.
“Kalau ini gedung baru yang dibangun bertahap, ada kekhawatiran umur pengecoran belum cukup. Ibaratnya, beton masih lemah karena belum matang sudah ditambah beban baru. Minimal 14 hari, idealnya 28 hari untuk mencapai kekuatan yang memadai,” katanya.

Yudha menekankan pentingnya keterlibatan ahli teknik sipil dalam perencanaan dan pembangunan gedung, termasuk untuk pesantren. Banyak kasus di lapangan, kata dia, bangunan dikerjakan tanpa hitungan teknis yang matang dan hanya mengandalkan pengalaman tukang atau kontraktor.
“Gedung ini perlu dilihat apakah direncanakan oleh tenaga teknik sipil atau tidak. Bahannya sesuai mutu atau tidak. Dalam praktik, ada perhitungan teknik sipil untuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tapi pelaksanaannya sering tidak sesuai. Bisa saja material yang dibeli tidak sesuai spesifikasi. Ini fenomena jamak di masyarakat,” paparnya.
Ia menambahkan banyak bangunan rendah di Indonesia dibangun tanpa standar rekayasa struktur yang memadai. Berbeda dengan bangunan tinggi yang perhitungannya lebih detail dan ketat.
“Kalau sesuai umur, perhitungan benar, dan bahan sesuai, sebenarnya tidak ada masalah gedung itu digunakan meskipun masih ada proses pengecoran. Problemnya, banyak pembangunan tidak sesuai engineering structure,” ujarnya.
"Kami turut berbelasungkawa, semoga keluarga dan korban bisa diberi kesabaran."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.