Jurnalis membawa bunga mawar untuk dibagikan kepada tenaga medis rumah sakit rujukan penanganan virus Corona (COVID-19) RSUD Cut Meutia Aceh Utara, di Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (11/4/2020). | RAHMAD/ANTARA FOTO

Nasional

Zona Merah Kekurangan Dokter

Puncak korona diprediksi pada pertengahan Ramadhan.

 

JAKARTA -- Sejumlah daerah yang menjadi zona merah kasus korona atau Covid-19 mulai kekurangan tenaga medis, khususnya dokter. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan mempercepat sertifikasi dokter agar bisa segera turun ke lapangan.

"Segera diberikan surat tanda registrasi dan peningkatan pelatihan dokter intensif yang jumlahnya mencapai 2.935 dokter. Menteri Kesehatan tadi sudah mengatakan akan memberikan prioritas  kepada tenaga dokter. Sehingga mereka bisa praktik langsung di lapangan," kata Doni usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (13/4).

Selain itu, pemerintah juga telah menerima pendaftaran dari lebih 18 ribu relawan dalam penanganan Covid-19. Relawan ini juga terdiri atas dokter, perawat, dan petugas laboratorium. Pemerintah, kata dia, juga memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis di daerah. Saat ini, sudah lebih dari 690 ribu APD yang disalurkan.

"Dan ini akan kami tingkatkan terus, akan kami tambah terus. Supaya kebutuhan APD di daerah terutama di rumah sakit menjadi modal dasar, morel bagi seluruh tenaga kesehatan terutama dokter dan perawat serta juga masyarakat lainnya," kata dia.

Pada Senin, sudah ada 4.557 pasien positif Covid-19 di Indonesia. Angka itu bertambah 316 kasus selama 24 jam hingga Senin (13/4). Pada kurun yang sama, angka kesembuhan bertambah 21 orang sehingga total 380 orang. Sedangkan 26 orang meninggal dunia sehingga total pasien meninggal 399 orang. Rasio meninggal dunia terhadap kasus sebesar 8,75 persen. 

photo
Seorang dokter mengoperasikan alat bantu pernafasan di ruang ICU Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta, Senin (6/4/2020). - (M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO)

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebutkan, sebagian besar pasien yang meninggal berusia di atas 50 tahun. Selain faktor usia, kondisi fisik juga diperparah dengan adanya komorbiditas atau penyakit penyerta yang dimiliki pasien positif Covid-19. Penyakit penyerta ini, di antaranya darah tinggi, diabetes, dan penyakit paru-paru seperti asman dan bronkitis. "Maka, sekali lagi diingatkan agar masyarakat tetap menjaga jarak dan menunda perjalanan. Produktif di rumah," ujar Yurianto, Senin (13/4).

Dari total angka pasien sembuh, DKI Jakarta mencatatkan kasus sembuh tertinggi, yakni 142 pasien. Kemudian Jawa Timur mencatatkan 73 sembuh dan diikuti Sulawesi Selatan dengan 31 orang sembuh. "Kami harap ini menjadi sebuah optimisme bersama bahwa Covid-19 bisa sembuh dan jumlah yang sembuh akan terus bertambah," katanya. 

Puncak Covid

Pemerintah memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia berlangsung pada lima hingga enam pekan mendatang atau sekitar pertengahan hingga akhir Ramadhan 1441 H. Artinya, pada masa tersebut jumlah penderita Covid-19 diperkirakan akan mencapai angka tertinggi sejak kasus konfirmasi positif pertama kali diumumkan pada awal Maret lalu.

Doni Monardo menjelaskan, untuk mengantisipasi hal ini pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menambah ketersediaan alat tes Covid-19 dengan metode PCR. Kementerian BUMN telah mendatangkan 18 unit alat PCR dan diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pemeriksaan menjadi 9.000 tes per hari.

"Ketersediaan reagen perlu kita upayakan maksimal karena masa puncak di Indonesia diprediksi akan terjadi 5-6 minggu yang akan datang," kata Doni. 

 Hingga saat ini, jumlah laboratorium di Indonesia yang memiliki kemampuan melakukan tes PCR sebanyak 29 unit. Angka ini akan ditambah menjadi 52 unit dalam waktu dekat. Kementerian Riset dan Teknologi juga telah menggandeng Lembaga Biologi Molekular Eijkman untuk menambah kapasitas tes per harinya. "Kemudian juga beberapa swasta yang nantinya akan berpatispasi dalam PCR test yang bekerja sama juga dengan Kementerian Kesehatan, kemudian juga dengan BUMN," kata dia.

Selain pemeriksaan dengan metode PCR yang akurat, pemerintah juga memasifkan pelaksanaan tes cepat atau rapid test. Rapid test dianggap dapat memetakan penyebaran Covid-19 di daerah. "Upaya ini sangat penting untuk bisa mengetahui masyarakat yang telah positif setelah dilakukan pemeriksaan, sehingga bisa dilakukan langkah untuk isolasi mandiri. Termasuk juga untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu," ujar Doni.

Dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya memperluas dan meningkatkan kapasitas tes PCR. Perluasan kemampuan tes PCR ini diharapkan dapat mengurangi beban laboratorium di zona merah sebagai pusat penyebaran Covid-19. "Tes PCR sampai hari ini juga sudah menjangkau 26.500 tes, ini juga lompatan yang baik, tapi saya ingin setiap hari paling tidak kita bisa mengetes lebih dari 10 ribu," ujar Jokowi. 

Papua minta APD

Penularan Covid-19 di wilayah Papua masih terus menunjukkan peningkatan. Pihak-pihak berwenang yang menangani pandemi di wilayah tersebut meminta bantuan guna mengatasi keterbatasan alat pelindung diri (APD) dan alat rapid test alias tes cepat.

“Tidak usah bicara banyak-banyak. Kirim saja itu APD dan rapid test. Biar kami urus dari sini. Biar kami bisa segera isolasi jika ada yang tertular. Sa (saya) kasi makan, sa kasih tempat sampai mereka sembuh,” kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Papua, dr Silwanus Sumule saat dihubungi Republika, Senin (13/4).

Ia menyatakan, bantuan tersebut diperlukan karena infrastruktur kesehatan di Papua akan kewalahan jika Covid-19 tak segera ditangani. Menurutnya, saat ini pelayanan kesehatan di Papua masih didera kekurangan jumlah sumber daya manusia, distribusi tenaga kesehatan yang tak merata, serta minimnya kompetensi tenaga kesehatan.

Ia menyatakan, di seluruh Provinsi Papua hanya ada tujuh dokter spesial paru. Dokter spesialis itu yang sangat dibutuhkan guna menangani pasien Covid-19. “Sementara dokter-dokter itu hanya ada di kota-kota. Yang di kampung-kampung hanya perawat-perawat yang sudah tua,” kata dr Silwanus.

photo
Tim Satuan Tugas Covid 19 Kota Sorong memeriksa bantuan dari Kementerian Kesehatan di kantor Wali Kota Sorong, Papua Barat, Rabu (8/4/2020). - (OLHA MULALINDA/ANTARA FOTO)

Dari jumlah tenaga medis yang minim itu, menurutnya sudah dua dokter yang harus diisolasi dengan dugaan tertular Covid-19 sehingga tak bisa bertugas. “Jadi dari awal saya sudah teriak. Kami kunci orang (melakukan pembatasan pergerakan manusia) karena begitu kondisinya. Bisa lihat sendiri di sini,” ujarnya.

Selain itu, ada juga faktor budaya di Papua yang sangat mementingkan kehidupan komunal. “Jadi yang pernah di Papua pasti sudah tahu, toh, bahwa kami di sini hidpnya suka berdekatan,” kata dia. Hal itu menurutnya ikut meningkatkan potensi penularan Covid-19 di Papua. 

Ia menyatakan, sementara ini Provinsi Papua belum memohon restu penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPSB) karena mereka sejak awal terdeteksi penularan di Papua sudah menerapkan Pembatasan Sosial yang Diperluas dan Diperketat. Salah satu bentuknya, pergerakan manusia dibatasi antarkabupaten baik melalui jalur darat, laut, dan udara; juga membatasi kedatangan dari luar daerah. 

Sejauh ini, di Papua terdapat 63 pasien positiv Covid-19 dengan lima orang sembuh dan tiga meninggal. Menurut dr Silwanus, tingkat kematian di Papua disebabkan karena mereka yang tertular kebanyakan berusia 50 sampai 60 tahun. “Kami hanya punya satu pasien yang umurnya 40 tahun,” kata dia. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat