Jamaah melaksanakan ibadah shalat jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (13/3). | Republika/Thoudy Badai

Opini

Shalat dan Solidaritas

Oleh Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah

Tahun kesebelas setelah kenabian, Nabi Muhammad diperintahkan Allah melaksanakan Isra Mi'raj. Perintah ini disampaikan setelah bertahun-tahun sebelumnya Nabi Muhammad mengalami ujian berat dalam mengemban risalah tauhid.

Sejak diutus menjadi rasul, Muhammad dan para sahabat harus berjuang melawan tirani dan hegemoni kaum kafir di Makkah. Dengan segala macam cara, mereka berusaha melemahkan dan melumpuhkan dakwah Muhammad.

Beberapa sahabat mengalami penyiksaan fisik yang perih. Keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib mengalami isolasi sosial dan embargo ekonomi. Nabi, sahabat, dan kerabat sempat hidup dalam kelaparan sehingga terpaksa mengungsi.

Belum usai penderitaan dan tekanan, Muhammad secara pribadi juga diuji musibah berat. Dua orang tercinta dan terdekat yang selama bertahun-tahun berkorban untuk mendukung dakwahnya meninggal dunia.

Abu Thalib, pamannya, dan Khadijah, istrinya, berturut-turut meninggal dunia pada tahun yang sama. Peristiwa pada tahun kesepuluh setelah kenabian itu disebut 'am al-huzn atau tahun dukacita.

Belum sirna dukacita, Muhammad kembali diuji Allah dengan Isra Mi'raj. Bagi Muhammad, Isra Miraj adalah proses spiritual untuk memuliakan, membangkitkan semangat, dan penghormatan.

Muhammad mengalami Mi’raj, di mana beliau melihat Tuhan dengan mata jelaga. Ini kenikmatan tertinggi bagi umatnya yang hanya dialami ketika mereka di surga. Namun, dalam konteks dakwah, Isra Mi’raj adalah ujian kualitas iman dan soliditas kaum beriman.

Peristiwa yang sulit diterima nalar itu menjadi polemik. Bahkan, perdebatan mengenai Isra Mi’raj terjadi hingga kini. Apakah perjalanan Muhammad dari Masjid al-Haram di Makkah ke Masjid al-Aqsha di Palestina terjadi, kemudian Mi’raj ke langit ketujuh terjadi secara fisik atau spiritual? Sebagian sahabat goyah iman. Sebagian lain justru kian kokoh.

Kekuatan spiritual

Meski demikian, Muhammad tidak surut. Wahyu shalat membuatnya makin kuat. Demikianlah makna dan kedudukan shalat. Shalat tidak hanya menjadi fondasi Islam, tetapi juga sumber kekuatan.

Shalat adalah ibadah yang disyariatkan kepada para rasul Allah pendahulu Muhammad. Dalam Alquran, shalat disebutkan sekitar 103 kali. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bagaimana makna shalat.

Pertama, shalat adalah proses eskatologi dan bagi sebagian orang proses "ekstasi" di mana seorang hamba asyik-masyuk bertemu, berinteraksi, dan berdialog dengan Tuhan tanpa jarak.

 

Dengan shalat, manusia tidak pernah sendirian karena senantiasa bertaut dan bersama dengan Tuhan. " Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Sembahlah Aku. Dan tegakkanlah salat agar kamu senantiasa ingat kepada-ku." (QS Thaha [20]: 14).

Kedua, shalat adalah ibadah yang menjadikan manusia makhluk utama. Kedekatan dengan Tuhan membuat senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa dan nista. Justru karena dekat dengan Allah, manusia malu berbuat maksiat, melanggar hukum Allah.

"Bacalah Alquran yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar..." (QS. al-Ankabut [29]: 45).

Shalat adalah drive yang mendorong manusia tegak di jalan yang benar dan tegar berbuat kebajikan. Ketiga, shalat memberikan kekuatan. Ini bisa dipahami dari konteks Isra Mi’raj ketika Nabi Muhammad menerima wahyu shalat.

Di tengah cobaan silih berganti, Allah mengajarkan shalat sebagai formula agar tetap bertahan. "Wahai kaum beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. al-Baqarah [2]: 153).

Kaitan antara shalat dengan ketabahan dapat dipahami dari ayat berikutnya (155-157). Di dalam ayat-ayat itu dijelaskan, Allah menguji manusia dengan berbagai cobaan, seperti ketakutan, kelaparan, dan kematian.

Bagi mereka yang sabar, berbagai musibah adalah ujian yang membuka pintu kesadaran atas hakikat kehidupan dan spirit meraih kebahagiaan. Banyak figur teladan dan inspiratif yang sukses adalah mereka yang meniti hidup di tengah badai rintangan dan kesulitan.

Mereka yang menegakkan shalat senantiasa optimistis, Tuhan akan mengulurkan 'tangan-Nya' bagi siapa pun yang meminta pertolongan.

Keempat, shalat menumbuhkan solidaritas sosial. Kesempurnaan shalat tidak terletak semata-mata pada pemenuhan syarat dan rukun, tetapi pada aktualisasi sosial dan kepribadian personal. Dalam surah al-Maun (107:1-7), Allah mencela orang yang shalatnya hanya berpura-pura dan tidak menghiraukan anak yatim serta enggan berbagi makanan dengan orang miskin.

Shalat membentuk pribadi yang tegar: tidak banyak mengeluh dan menyerah ketika sedang bermasalah. Kedekatan mereka yang konsisten menunaikan shalat diwujudkan dalam kedermawanan, memberikan pertolongan kepada mereka yang kesulitan.

Tahun ini, kita memperingati Isra Mi’raj di tengah wabah korona. Virus Covid-19 menjadi pandemi di seluruh dunia dan menimbulkan ketakutan massa luar biasa. Ribuan orang meninggal dunia, termasuk saudara-saudara kita di Indonesia.

Isolasi dan pembatasan mobilitas membuat sebagian masyarakat kehilangan mata pencaharian dan merosot pendapatannya. Inilah ujian persaudaraan. Lebih dari itu, korona adalah ujian persatuan.

 
Alih-alih memberikan pertolongan, sebagian golongan justru larut dalam perdebatan kalam masa silam yang usang dan seharusnya ditinggalkan. Debat jabariyah dan qadariyah yang membuat umat terbelah, tidak usah kita unggah.
   

Alih-alih memberikan pertolongan, sebagian golongan justru larut dalam perdebatan kalam masa silam yang usang dan seharusnya ditinggalkan. Debat jabariyah dan qadariyah yang membuat umat terbelah, tidak usah kita unggah.

Sebagian memantik intrik penanganan korona sebagai amunisi untuk menyerang lawan politik. Mengambil kesempatan dalam kesempitan. Di tengah wabah korona, saatnya kita buktikan kualitas iman dan shalat.

Kita rapatkan shaf sosial, berjamaah membantu sesama, dan bahu-membahu menangani masalah korona serta berbagai masalah sosial di sekitar kita. Mari menunaikan shalat, mari meraih kemenangan dengan persatuan dan persaudaraan. n

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat