Bendungan Sigura-gura | Wikipedia

Nusantara

Berwisata di PLTA, Boleh Juga!

Tak hanya Danau Toba, beberapa PLTA di Sumatra Utara juga layak dikunjungi sebagai tempat melancong

Mobil KIA Pregio warna perak keluaran 2006 berlogo PT Indonesia Asahan Alumnium (Inalum), melesat dengan kecepatan 80 kilometer per jam. Udara cukup sejuk sehingga pendingin udara tak digunakan.

Sebentar-sebentar mobil oleng ke kanan, sejurus kemudian banting kemudi ke arah kiri. Begitu berulang kali. Di sisi jalan, jurang yang dipenuhi pepohonan siap memangsa bila sopir lengah. Di sisi lainnya, tampak pahatan tebing berwarna cokelat dan abu-abu bercampur dengan dahan dan ranting yang menjuntai.

Mobil KIA Pregio terus meraung dan melaju. Di dalamnya, kami -- enam wartawan media nasional -- terguncang-guncang akibat liukan mobil. Pagi itu, pengemudi mobil tersebut mendapat perintah untuk secepat mungkin membawa kami ke Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air Siguragura, Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara (Sumut). Mata kami tak lepas dari jendela mobil. ''Masya Allaaahh,'' seru Andi, wartawan yang bekerja di Biro Medan dari salah satu koran tertua di Indonesia. Ia takjub melihat pemandangan di sekelilingnya.

Bukit-bukit nan hijau tampil indah dengan sejumlah air terjun di beberapa sisi. Cipratan airnya memancar dari sisi-sisi dinding bukit yang berwarna cokelat kemerahan.

Pancaran air terjun itu, ada yang cukup tinggi, ada pula yang rendah. Air terjun terbesar, Siguragura, yang memancarkan debit air terbanyak dari Sungai Asahan, digunakan sebagai penggerak PLTA (Pusat Listrk Tenaga Air). Tapi kini, Siguragura telah mati. Ia tak lagi terlihat sebagai air terjun karena cuma bisa 'ngucur'.

PLTA bawah tanah
Tepat di samping air terjun terbesar inilah stasiun pembangkit listrik Siguragura berdiri. Ia berada sekitar 23 kilometer dari mulut Danau Toba. Kompleks bangunannya terbagi dua. Pertama adalah stasiun kontrol. Kedua, medan saklar luar dengan belasan menara listrik berwarna perak dan kabel hitam yang menjuntai melintasi bukit-bukit.

''Lho, mana PLTA-nya?'' kataku dalam hati. Dari luar, yang namanya stasiun kontrol itu tidak mengikuti gambaran awam tentang PLTA maupun bendungan. Kantornya berbentuk kubus dicat putih pudar, berdampingan dengan bangunan silinder bercat putih yang merupakan ujung dari terowongan lift.

Di lobi, Setiabudi Maslim, senior manager Administration Power Plant Inalum, menjelaskan pada kami bagaimana cara kerja PLTA yang ternyata ada di bawah tanah! Turbin PLTA-nya beserta terowongan air dan transformator listrik tertanam di kedalaman 200 meter dari tempat kami berdiri. Siguragura adalah pembangkit bawah tanah pertama di Indonesia. Ia dibangun pada Mei 1978 dan tuntas tiga tahun sesudahnya.

Pak Budi, begitu kami memanggil Setiabudi Maslim, menunjukkan bagian-bagian dari maket PLTA Siguragura. Bagaimana air Danau Toba yang mengalir ke Sungai Asahan dan menjadi air terjun dimanfaatkan untuk tenaga listrik.

Pak Simanjuntak, salah satu manajer Inalum, yang menyertai rombongan kami, juga bercerita soal PLTA kebanggannya ini. ''Pernah datang seorang ahli PLTA asal Prancis ke sini. Ia kagum masih ada PLTA berumur 30 tahun yang kinerjanya masih baik seperti ini. Suaranya lembut dan getarannya sangat halus. Salah satu ciri PLTA yang baik ya dua itu, dia kagum atas Indonesia,'' tutur pria berkacamata tebal ini.

Rombongan lalu bergerak ke bawah. Kami meninjau ruang turbin yang terletak di ujung ruangan. Dalam ruangan itu banyak sekali mesin-mesin seukuran lemari baju berwarna abu-abu dengan panel dan tombol warna-warni yang dikelilingi pagar kawat. Satu tanda terpampang di pagar itu, yakni gambar tengkorak dan kilat, alias 'awas sengatan listrik tegangan tinggi'.

Yang namanya ruangan turbin adalah satu kubus dengan silinder di tengahnya. Silinder itu berputar terus-menerus, selama 24 jam, dengan kecepatan 330-560 RPM untuk menghasilkan listrik. Deru mesin yang dihasilkan akibat air itu sangat besar. Harus teriak supaya bisa terdengar. Tak berapa lama di ruang turbin, kami pun menyudahi kunjungan di Sigura-gura. Rombongan keluar lewat jalur kedua, yaitu terowongan bukit. Terowongan itu menghujam ke dasar PLTA dan muncul di bukit di bawah stasiun.

Bendungan tangga
Apa jadinya bila warga Sumut sanggup menghalau derasnya air Sungai Asahan dan membeton di antara dua lembah hijau yang terjal dan sempit? Jawaban pastinya cuma satu, yakni Bendungan Tangga! Horas bah! Bendungan Tangga terletak empat kilometer di bawah Siguragura. Air yang sudah memutar turbin Siguragura kembali dialirkan ke Sungai Asahan dan dimanfaatkan kembali untuk menggerakkan turbin di stasiun pembangkit listrik Tangga.

Bendungan Tangga memiliki panjang 125 meter dengan tinggi 82 meter. Ia sanggup menahan volume air sebesar 53 ribu meter kubik. Tangga adalah bendungan bentuk busur pertama di Indonesia. Ia mulai dibangun pada Mei 1978 dan tuntas empat tahun sesudahnya.

Begitu mobil memasuki pelataran parkir bendungan, kami ibarat anak kecil yang girang melihat mainan baru. Seluruh wartawan bergegas turun untuk melihat bendungan yang gambarnya sempat menghiasi uang kertas pecahan Rp 100 di era 1990-an. Aku malahan setengah berlari, tak sabar untuk menikmati bendungan itu.

Pemandangan betul-betul indah. Bendungan Tangga tepat berada di mulut lembah terjal dan sempit. Dua aliran Sungai Asahan berwarna hijau lumut mengalir di belakangnya. Bendungan Tangga berwarna krem dan terbuat dari beton solid. Di sisi yang merapat ke lembah tersedia tangga ke bawah. Ia memiliki tiga pintu air tempat mengontrol volume air. Air selanjutnya turun secara bertingkat-tingkat, layaknya tangga. Sang pembuat bendungan memapas dengan ketepatan sudut yang mengagumkan, menjadikannya sebuah tangga raksasa yang makin jauh ke hilir makin tinggi.

Berbeda dengan Siguragura, stasiun pembangkit listrik Tangga berada di permukaan tanah. Ia memiliki empat generator yang masing-masing berkapasitas 79,2 MW. Air yang ditampung di bendungan ini dialirkan melalui terowongan bawah tanah yang terletak di sisi bendungan sepanjang 1.618 meter yang kemudian menggerakkan turbin.

Tak puas menatap dari anjungan, aku dan Andi mencari jalan turun ke bawah anjungan. Kami ingin semakin dekat dengan bendungan itu. Andi tidak membuang waktu dan langsung mengabadikan bendungan ke dalam kamera digitalnya.

Secara total, tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit Siguragura dan Tangga mencapai 426 MW dari kapasitas terpasang 603 MW. Bila tidak digunakan untuk pabrik alumnium yang berlokasi di Kuala Tanjung, listrik dua bendungan itu lebih dari cukup untuk menerangi sebagian wilayah Sumut dan NAD.

 

(Disadur dari Harian Republika edisi 2 September 2007)

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat