Resonansi | Republika

Resonansi

Alquran, Umat Muslim, dan Kemanusiaan Universal (III)

Oleh Ahmad Syafii Maarif

Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Setelah merekup lama disertai kegelisahan yang belum berujung, saya tidak menemui kesulitan yang berarti untuk keluar dari kotak-kotak artifisial buatan sejarah itu. Selama kotak-kotak itu tetap saja dipelihara untuk kepentingan duniawi, tuan dan puan jangan berharap bahwa umat Muslim ini akan bisa bangkit meraih posisi dan martabat sebagai syuhadâa ‘alâ al-nâs (saksi-saksi atas manusia), sebagaimana Alquran menjelaskannya (lih. surah al-Baqarah(2): 143, surah al-Hajj(22): 78). 

 

Bagaimana bisa menjadi saksi atas perjalanan sejarah umat manusia, jika energi umat telah habis digerogoti oleh virus ganas sektarianisme yang penuh nafsu kekuasaan itu. Maka “ambillah pelajaran yâ ulî al-abshâr (wahai orang-orang yang dikurniai pemahaman dan pengertian yang dalam),” seru Alquran dalam surah al-Hasyr (59):2. 

Sesungguhnya benang merah pesan-pesan universal Alquran itu tidak sulit untuk ditangkap. Ambil contoh ayat 13 surah al-Hujurât (49) yang maknanya adalah: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal [satu sama lain]. Sesungguhnya yang termulia di antara kamu di sisi Allah adalah kamu yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan mahasadar.”

 

Ayat ini dengan gamblang menegaskan bahwa umat manusia itu memang tidak dijadikan satu bangsa dan satu suku. Jadi, sangat beraneka ragam. Bukan saja ciri fisik dan warna kulit yang berbeda, juga bahasa, kultur, subkultur, dan adat istiadat yang berlainan. Ini adalah sunah Allah yang harus diterima dan tidak perlu diubah oleh siapa pun. Ayat madaniyah ini sekaligus menggoreskan pesan egalitarianisme dengan memberikan martabat termulia dan tertinggi bagi mereka yang bertakwa dan posisi takwa itu terbuka untuk semua orang, apa pun agamanya. Ini dikuatkan oleh surah madaniyah yang lain, al-Baqarah (2): 21: “Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, semoga kamu bertakwa.” Jadi, seruan untuk bertakwa itu dialamatkan kepada seluruh manusia!

Mufassir al-Shâbûnî dengan baik sekali menjelaskan ayat 13 surah al-Hujurât di atas sebagai pesan egalitarianisme, agar manusia tidak berbangga dengan asal-usul nenek moyang, juga tidak saling membunuh (lâ al-tanâhur), tetapi dengan menyuburkan kualitas iman dan takwa, bukan berdasarkan atribut yang lain, (Lih. Ibid., jilid 3, halaman 236-237). Alangkah jauhnya jarak idealisme ayat ini bila digumulkan dengan situasi umat manusia kontemporer yang saling bermusuhan dan saling membunuh, termasuk perang saudara di beberapa negara Arab yang tidak pernah jera bertikai dan baku hantam satu sama lain.

Bagi saya, Alquran juga berfungsi sebagai kitab korektor utama dalam menilai perilaku dan kebiasaan buruk manusia, khususnya kelakuan umat Muslim yang mengaku beriman kepada kitab itu. Fungsi sebagai korektor ini sudah puluhan abad ditinggalkan. Maka jadilah umat ini seperti manusia bingung dan oleng di persimpangan jalan, padahal Alquran masih sering dibaca dan dihafalkan. Ironi sejarah ini akan tetap setia bersama kita, sampai seruan dan perintah Alquran dipahami dan dibawa turun ke bumi kehidupan kolektif umat ini secara benar dan tulus. Pilihan lain tidak ada, kecuali kehancuran dan kehinaan, sebagaimana telah berlaku dan diderita untuk sekian lama, jika memang idealisme Alquran mau dijadikan parameter dan ukuran. Bagi saya, tidak ada parameter dan ukuran yang sah untuk menilai perjalanan sejarah umat Muslim ini kecuali wahyu pungkasan ini.

Saya khawatir bahwa kritik Alquran terhadap kaum Nabi Muhammad yang telah meninggalkan Alquran bukan hanya dialamatkan kepada kaum musyrikin Quraisy, sebagaimana pendapat para mufasir, tetapi kaum beriman pun bila tidak mejadikan Alquran sebagai pedoman utama, apakah ayat itu juga tidak mengenai mereka? Kita kutip: “Dan berkatalah rasul, wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku ini telah meninggalkan Alquran.” (Alquran surah makiyah al-Furqân (25): 30). Ini adalah keluhan Rasulullah Muhammad kepada Allah karena kaumnya tidak peduli terhadap Alquran. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat