Ilustrasi wisuda | Freepik

Iqtishodia

'Kelas Kosong' di Korsel dan Peluang Bonus Demografi Indonesia

Korea Selatan memberikan kesempatan yang luas untuk mahasiswa internasional.

OLEH Rahadiyanto Tri Wibowo (Student Exchange Program Gyeongsang National University, South Korea), Dr. Indra Refipal Sembiring, SE, MM (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB University)

 

Pendidikan di Korea Selatan mencapai persentase tertinggi atas lulusan dari lebaga pendidikan tinggi. Hampir 70 persen dari penduduknya pada populasi 25-34 tahun telah mencapai kelulusan dari perguruan tinggi (Statista, 2024).

Tidak salah jika negara yang dijuluki sebagai negeri ginseng merupakan salah satu negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, bahkan masuk ke dalam Top 3 best education system in the world (NJ MED, 2023). Hal ini dibuktikan dengan kampus-kampusnya yang menonjol dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Namun, di tengah prestasi gemilang ini, kampus-kampus di Korea Selatan saat ini menghadapi tantangan yang menarik perhatian, yaitu penurunan jumlah pendaftar yang cukup signifikan. Kekosongan kelas menjadi fenomena yang semakin umum di berbagai institusi pendidikan tinggi di Korea Selatan.

 
Kekosongan kelas menjadi fenomena yang semakin umum di berbagai institusi pendidikan tinggi di Korea Selatan
 

Beberapa faktor dapat diidentifikasi sebagai penyebab penurunan ini. Pertama, faktor demografi menjadi faktor yang paling berpengaruh, dengan jumlah penduduk yang menurun secara signifikan di Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024, total penduduk Korea Selatan berjumlah lebih dari 51 juta jiwa, menurun sebesar 42 ribu orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Worldmeters, 2024).

Dampak dari tren demografi ini secara langsung berdampak di sektor pendidikan tinggi, dimana perguruan tinggi harus beradaptasi dengan penurunan jumlah siswa lulusan sekolah menengah yang memasuki perguruan tinggi setiap tahunnya. Selain faktor demografi, perubahan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Korea Selatan juga berkontribusi terhadap penurunan populasi mahasiswa.

Adanya tren urbanisasi yang kuat, dimana populasi muda cenderung bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari peluang kerja dan gaya hidup yang lebih dinamis, dapat mengurangi jumlah siswa yang memilih untuk melanjutkan pendidikan tinggi di kampus-kampus di luar kota. Jongno Hagwon, sebagai salah satu institusi persiapan masuk universitas terkemuka di Korea, menyimpulkan dari analisisnya terhadap data yang disediakan oleh Dewan Pendidikan Tinggi Korea bahwa 169 lembaga pendidikan tinggi di negara tersebut tidak dapat memenuhi target penerimaan mahasiswa pada batas waktu pendaftaran tahun ini, dengan total kekurangan mencapai 13.148 pendaftaran (TheKoreanTimes, 2024).

Sekolah-sekolah di luar wilayah Seoul berkontribusi sebanyak 88,2 persen dari total kekurangan pendaftaran, dengan kegagalan mengisi 11.595 kursi. Dampak dari tren ini terasa terutama pada institusi-institusi pendidikan tinggi yang dikenal sebagai universitas "in-Seoul," yaitu universitas yang terletak di ibu kota dan memiliki reputasi yang lebih tinggi, diinginkan oleh banyak mahasiswa karena peluang kerja yang lebih baik dan pengakuan sosial yang lebih besar.

Dari sekian banyak universitas tersebut, 31 di antaranya tidak berhasil merekrut mahasiswa baru tahun ini, menyumbang 4,7 persen dari total kekurangan pendaftaran. Universitas Seokyeong mencatat kekurangan terbesar untuk memenuhi target penerimaannya.

Sementara itu, Provinsi Gyeonggi dan Incheon memiliki 35 institusi pendidikan tinggi yang membutuhkan 935 mahasiswa tambahan, yang mencakup 7,1 persen dari total kekurangan pendaftaran. Pulau Jeju ditemukan memiliki kebutuhan tambahan mahasiswa terbesar. Dua universitas di pulau tersebut mencari rata-rata 226,5 mahasiswa tambahan.

Dari sekian banyak universitas tersebut, 31 di antaranya tidak berhasil merekrut mahasiswa baru

 

 

Di sisi lain, Kangwon Tourism College, satu-satunya perguruan tinggi di kota timur Taebaek, Provinsi Gangwon, akan ditutup karena kurangnya pendaftar.

Tantangan tersebut tentu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keseluruhan performa universitas di Korea Selatan. Bagaimana pun, sektor pendidikan dengan kualitas akademis yang tinggi hanya akan berkelanjutan jika ada regenerasi dari mahasiswa di dalamnya, terlepas apakah mereka kelak akan menjadi akademisi atau pekerja professional. Hal inilah yang kemudian membuka kesempatan bagi pelajar internasional.

Terlepas dari stagnannya pertumbuhan jumlah mahasiswa internasional di Korea Selatan di era pandemi, pertumbuhannya cukup meningkat di sepanjang dekade, dengan jumlah sekitar 181 ribu pada tahun 2023 (The Strait Times, Maret 2024). Angka yang cukup tinggi, namun belum tentu dapat memenuhi jumlah kursi kosong yang akan semakin bertambah ke depannya.

Adanya kekosongan kelas yang terjadi di Korea Selatan, sejatinya membuka peluang bagi generasi muda Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi yang akan terjadi pada tahun 2030, dimana pada tahun tersebut penduduk usia produktif Indonesia diproyeksikan akan mencapai 203,08 juta jiwa (BPS, 2020).

Bonus demografi yang digadang-gadang menjadi keunggulan bersaing Indonesia nyatanya dapat dipandang seperti dua mata pisau, apabila kita tidak dapat memaksimalkan kesempatan, maka Indonesia berisiko kehilangan momentum untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, apabila kita dapat memaksimalkan peluang yang ada, maka bukan suatu hal yang mustahil jika Indonesia akan menjadi negara adidaya. Hal ini jika didukung oleh angkatan muda yang terdidik dan berdaya saing global.

Indonesia dapat mengoptimalkan potensi populasi muda yang besar sebagai sumber daya manusia yang akan memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan negara. Saat ini, Korea Selatan memberikan kesempatan untuk mahasiswa internasional. Melalui pengalaman belajar di Korea Selatan yang terkenal dengan sistem pendidikan terbaiknya, generasi muda Indonesia dapat memperoleh keunggulan akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan khusus yang relevan dengan tuntutan pasar global.

Selain itu, mereka juga akan memiliki akses yang lebih luas terhadap jaringan internasional dan pengalaman belajar lintas budaya yang dapat membuka peluang bagi kolaborasi dan pertukaran pengetahuan antarnegara. Kendati demikian, pengalaman belajar di Korea Selatan bukan hanya tentang akuisisi pengetahuan, tetapi juga tentang pembangunan kompetensi sosial, budaya, dan profesional yang dapat membantu mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk berperan aktif dalam menghadapi tantangan global di masa depan.

 

 

Pengalaman belajar di Korea Selatan bukan hanya tentang akuisisi pengetahuan

 

Dengan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama masa studi di Korea Selatan dengan kebutuhan lokal, generasi muda Indonesia memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan yang berkontribusi dalam pembangunan negara dan menghasilkan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.

Indonesia memiliki potensi untuk melangkah jauh dari stigma sebagai negara yang hanya menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan rumahan (asisten rumah tangga). Dengan partisipasi di universitas skala internasional, generasi muda Indonesia akan dikenal sebagai negara yang menghasilkan sumber daya manusia berkualitas tinggi dan strategis dengan keahlian khusus di berbagai bidang.

Mereka akan menjadi pemimpin di berbagai sektor, membawa inovasi, kemajuan teknologi, dan solusi untuk tantangan-tantangan kompleks yang dihadapi oleh dunia saat ini. Dengan demikian, Indonesia akan diperhitungkan di kancah internasional sebagai kekuatan ekonomi, sosial, dan politik yang memiliki pengaruh, mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama dalam peta geopolitik global.

Ada banyak negara lain dengan pertumbuhan populasi yang menurun dan berdampak pada kelas-kelas kosong yang semakin banyak. Akan tetapi mereka mungkin tidak seterbuka Korea Selatan yang memungkinkan akulturasi budaya dengan budaya yang dibawa oleh Masyarakat internasional.

 

 

Budaya Korea Selatan menunjukkan dinamika yang dapat dipahami dan diikuti oleh negara-negara lainnya

 

Lebih lanjut, budaya Korea Selatan menunjukkan dinamika yang dapat dipahami dan diikuti oleh negara-negara lainnya. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri untuk Korea Selatan dan sektor pendidikannya. Untuk negara seperti Indonesia, kelas-kelas kosong tersebut adalah kesempatan untuk maju, untuk belajar dari pertumbuhan ekonomi Korea, atau bahkan bisa duduk sebagai tenaga ahli yang profesional dan menduduki posisi strategis di perusahaan-perusahaan skala global seperti Samsung, LG, atau Hyundai, atau perusahaan Lotte holding.

Untuk generasi muda, tak perlu takut untuk mengisi kelas-kelas kosong tersebut. Seperti peribahasa Korea “Kkumeul kkugo mideul su itdamyeon irul sudo itda” – Seseorang akan mampu mencapai apa yang dipikirkannya. Maju terus, kejar pendidikan sampai ke Korea Selatan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat