Poster Film Kiblat | PARFI

Kabar Utama

Kegelisahan Sutradara Soal Tren Film Horor di Indonesia

MUI menilai adanya film horor yang menggunakan judul dengan istilah-istilah Islam dapat menyebabkan masyarakat menjadi takut untuk beribadah.

Oleh RAHMA SULISTYA

JAKARTA — Sutradara Ginatri S Noer mengungkapkan keresahannya mengenai film horor yang dinilai semakin mengeksploitasi agama. Dalam unggahan Instagram Story di akunnya, Gina menyoroti film horor Exhuma yang mengemas keyakinan karakternya justru untuk melawan setan yang kuat.

Hal ini berbeda dengan film horor Indonesia yang justru memasukkan unsur keyakinan tertentu, khususnya Islam karena agama mayoritas, hanya dijadikan semacam plot devices murahan untuk jumpscare karakternya. “Kelemahan iman bukan lagi eksplorasi kritik terhadap keislaman yang dangkal, tapi cara dangkal biar cepat seram,” tulis Gina beberapa waktu lalu.

 
photo
Sutradara Gina S Noer berpose ketika berkunjung ke Kantor ANTARA Jatim di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (7/1/2022). Kunjungan tersebut dalam rangka promosi film Cinta Pertama, Kedua dan Ketiga. - (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Penulis skenario film Ayat-Ayat Cinta ini mengaku bukan seseorang yang ‘agamis’, tetapi sebagai penonton, filmmaker, dan seseorang yang percaya bahwa Islam adalah agama baik dan lemah lembut, ia merasa sangat gelisah. Ditambah lagi dengan literasi masyarakat Indonesia, maka tanggung jawab filmmaker bukan hanya untuk mengembalikan investasi, tetapi juga impact kepada budaya masyarakat.

Sebagai penonton film horor, Gina yang juga membuat skenario film Habibie & Ainun  menilai jarang sekali film horor Indonesia itu mengeksplorasi karakternya. Bahkan proses suci mengafankan jenazah, justru terus menerus dieksploitasi jadi pocong. Ia melihat di media sosial, banyak orang yang justru jadi takut shalat karena takut diganggu setan dan zikir menjadi sumber kengerian pada Allah SWT.

“Ya salah orangnya dong, kok beriman tergantung film. Please chek your priviledge nggak sih? Nggak semua orang dapat pemahaman dan pengajaran agama Islam yang baik di lembaga pendidikannya dan bahkan keluarganya. Ya masa kita yang bikin film yang berkesenian, nggak mindful sama hal ini,” ucap Gina.

 
Nggak semua orang dapat pemahaman dan pengajaran agama Islam yang baik di lembaga pendidikannya dan bahkan keluarganya. Ya masa kita yang bikin film yang berkesenian, nggak mindful sama hal ini
GINATRI S NOER
 

Setelah ramai dikritik karena poster film yang menyudutkan ritual beribadah umat Islam, pihak Leo Pictures yang memproduksi film Kiblat belum merespons permintaan wawancara Republika menyoal kabar film yang diminta batal tayang.

Sejak kemarin hingga hari ini, Republika masih terus berusaha untuk menghubungi pihak Leo Pictures, untuk mengetahui kelanjutan film mereka. Dibintangi Yasmin Napper, Ria Ricis, dan Arbani Yasiz, film Kiblat rencananya akan tayang tahun ini.

photo
Ustaz Erick Yusuf memberikan materi motivasi kepada peserta pada kegiatan Pesantren Jurnalistik Republika di Kampung Pago, Kabupaten Bandung, Sabtu (25/5). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Republika dan diikuti oleh sedikitnya 50 pelajar/mahasiswa yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, Jakarta dan Kudus tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi jurnalistik kepada generasi milenial, pembibitan jurnalis muda dan pendidikan karakter sebagai upaya menciptakan akhlak mulia - (Republika)

Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Erick Yusuf menyebut adanya film horor yang menggunakan judul dengan istilah-istilah Islam dapat menyebabkan masyarakat menjadi takut untuk beribadah. Pernyataan tersebut dikemukakan merespons adanya pembahasan tentang sejumlah film horor yang menggunakan istilah dan atau unsur Agama Islam dalam judulnya, seperti film berjudul Kiblat yang tengah ramai diperbincangkan.

"Sudah lumayan lama kami resah terkait ini, karena pertama, ini yang dikhawatirkan adalah dengan adanya film-film horror yang membawa unsur-unsur agama membuat orang-orang yang misalnya mau shalat tahajud menjadi takut karena ingat film tersebut," kata dia di Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Selain itu, Ketua Komisi Kesra, Dewan Riset Daerah DKI Jakarta itu mengungkapkan adanya film-film tersebut dapat menyebabkan kesalahpahaman. Dia menjelaskan, istilah-istilah di agama Islam justru digunakan sebagai judul oleh film-film yang memiliki genre horror. Ia menilai hal tersebut harus dipisahkan, karena dapat menyebabkan persepsi yang salah terhadap film religi yang biasanya juga menggunakan istilah-istilah agama Islam.

"Karenanya, saya lebih cenderung melihat film horror zaman dahulu, dengan judul misalnya 'Bangkit Dalam Kubur', 'Nyi Blorong' atau 'Jin dan Siluman' itu justru silakan, karena sudah jelas arahnya horror yang berbau mistis," ujarnya.

Selama ini, ungkap Erick, belum ada reaksi khusus terhadap fenomena tersebut, karena pihaknya menilai hanya ada satu atau dua judul film dengan tema tersebut. Ia juga mengatakan saat ini belum ada pembicaraan yang dilakukan oleh produser film Kiblat. Meski demikian, bahasan perihal tersebut akan didiskusikannya lebih lanjut bersama dengan internal MUI.

photo
Salah satu adegan di film horor Khanzab (2023). (ilustrasi) - (dee studio)

Erick berharap film yang menggunakan istilah dan/atau unsur Agama Islam seharusnya menjadi film religi yang memotivasi umat Islam untuk lebih giat beribadah. Sebelumnya, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah Muhammad Cholil Nafis sempat mengutarakan pendapatnya soal film yang berjudul Kiblat melalui akun media sosial Instagram pribadinya di @cholilnafis.

Diketahui, film tersebut memiliki poster dengan gambar seseorang yang sedang melakukan gerakan ruku dalam shalat, namun wajahnya menghadap ke atas dan bukan ke bawah seperti sewajarnya dalam gerakan shalat.

"Saya tak tahu isi filmnya, maka belum bisa komentar. Tapi gambarnya seram ko’ judulnya Kiblat ya. Saya buka-buka arti Kiblat hanya Ka’bah, arah menghadapnya orang-orang shalat," ungkap Cholil dalam unggahannya (24/3).

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat