Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) dan gratifikasi, Imam Nahrawi saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/3). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Eks Sesmenpora Ungkap Permintaan Uang

Imam klaim keterangan para saksi tak pernah terkonfirmasi kepadanya.

 

JAKARTA -- Mantan sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (sesmenpora), Alfitra Salamm, mengaku pernah diancam oleh Miftahul Ulum, asisten pribadi mantan menpora, Imam Nahrawi. Hal tersebut Alfitra ungkapkan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait dana hibah kepada KONI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/3).

Alfitra mengaku pada Maret atau April 2016, Ulum meminta uang untuk Imam Nahrawi sebesar Rp 5 miliar. Ulum mengancam jabatan Alfitra akan dicopot jika tidak menyerahkan uang tersebut. Dalam sidang sebelumnya, Sesmenpora Gatot S Dewa Broto mengaku mendengar soal permintaan uang tersebut kepada Alfitra. 

"Beliau bilang ini harus diberikan. Kalau tidak, jabatan sebagai sesmenpora dievaluasi," kata Alfitra, Rabu (11/3).

"Dicopot?" tanya jaksa Ronald Worotikan. "Ya," jawab Alfitra.

Imam Nahrawi didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,6 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Penerimaan itu melibatkan asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum, yang juga tengah proses persidangan dalam perkara yang sama. 

Alfitra mengatakan, awalnya ia hanya mendengar adanya permintaan uang ke sejumlah jajaran pejabat di Kemenpora. Saat itu, kata Alfitra, Ulum kerap meminta bantuan uang dengan mengatasnamakan Imam Nahrawi. "Awalnya saya hanya dengar. Ya, dengar ada beberapa permintaan dari Ulum. Pak Ulum minta begitu saja ke beberapa pejabat. Dengar dari pejabat Kemenpora, termasuk deputi-deputi. Ya Ulum selalu mengatasnamakan Pak Menteri," kata Alfitra.

Kemudian, kata dia, Ulum menyambangi ruangannya untuk meminta uang kegiatan keagamaan Imam di Jombang, Jawa Timur, pada 2015. "Ini Big Boss minta bantuannya ada kegiatan keagamaan 19 Agustus, maka urgent dibantu," kata Alfitra, menirukan pernyataan Ulum saat itu. Saat itu Ulum meminta sekitar Rp 700 juta. 

Karena tak punya pegangan, Alfitra meminta bantuan Sekretaris Jenderal KONI pusat, Ending Fuad Hamidy. Dalam kasus itu Ending telah divonis dua tahun karena menyuap pejabat Kemenpora. Ending kemudian memberikan Rp 300 juta kepada Ulum.

Selanjutnya, Ulum meminta dana operasional pada 2016. Alfitra menyebut, saat itu Ulum meminta disiapkan Rp 5 miliar. "Tahun 2016 juga saya diminta Rp 5 miliar," katanya.

Alfitra mengatakan, dirinya merasa tertekan dengan permintaan Rp 5 miliar tersebut. "Saya waktu itu hanya merenung, saya tidak mungkin bisa bantu, uang juga tidak ada peruntukannya. Kemudian saya juga sudah merasa di kantor ini tidak kondusif, tidak nyaman," kata Alfitra.

Selain ke dia, Ulum juga ternyata meminta uang ke bendahara pengeluaran pembantu (BPP) Kemenpora, Lina Nurhasanah. "Saya katakan saya tidak ada kewenangan, akhirnya dana diambil dari Satlak Prima," ujar Alfitra. Besaranya lebih dari Rp 1 miliar. 

Alfitra diketahui mengundurkan diri pada Juni 2016 setelah menjabat sesmenpora sejak 2014. Sebelum mengundurkan diri, Alfirta mengaku menceritakan lagi permintaan Ulum itu ke Ending Fuad Hamidy. 

"Kata Pak Hamidy, 'Ya sudah, daripada lo sakit jantung, lo ngundurin diri saja'. Akhirnya saya ngundurin diri karena ada permintaan Rp 5 miliar ini," kata Alfitra.

Doakan tak tersangka

Imam Nahrawi menilai kesaksian Alfitra Salamm itu hanya berdasarkan pada pernyataan orang lain. Sebab, hampir semua keterangan para saksi berdasarkan pada persepsi seseorang. "Semua keterangan hanya katanya-katanya, ini kan susah. Semua dibebankan kepada menteri," ujar Nahrawi menanggapi kesaksian Alfirta.

Politisi PKB itu mengatakan, tidak ada satu pun saksi yang mengatakan memberikan langsung uang kepada dirinya. Semua yang disampaikan Alfitra juga tidak pernah dikonfirmasi kepada dirinya. Ia pun berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan keterangan para saksi. 

"Jadi, tidak ada alasan sedikit pun bahwa karena permintaan uang Rp 5 miliar, apalagi itu besar sekali. Saya salam buat istri. Saya juga doakan Bapak tetap sebagai saksi dan tidak naik ke tingkat yang lain," kata Imam. Dalam kasus korupsi, banyak saksi yang statusnya naik menjadi tersangka. Begitu juga terhadap Imam pada awalnya.

Pada sidang pekan lalu, Imam juga menegaskan, Alfitra Salamm dicopot karena temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai laporan keuangan Kemenpora. "Alfitra Salamm ketika sebagai sesmenpora tidak bisa mengoordinasikan soal //disclaimer//, soal BMN (barang milik negara), soal surat dari BPK kepada saya yang belum diberikan oleh Alfitra, dan BPK dengan mengatakan menteri teledor karena belum membalas surat BPK karena surat berada di tangan sesmenpora, Pak Alfitra Salamm," kata Imam. Saat itu, ia membantah kesaksian Gatot. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat