|

Trend Tek

Adopsi Cloud demi Menangkan Era Digital

Kini, pengecer tradisional dan baru makin mengandalkan pemanfaatan teknologi cloud

Salah satu pergeseran yang terjadi berkat era digital adalah berkembangnya budaya rekomendasi. Pada umumnya, konsumen kini ingin bisa mendapatkan rekomendasi atau bantuan untuk menemukan apa yang mereka cari.

Oleh karena itu, para pengecer (retailer) kini perlu memanfaatkan penggunaan data untuk menyajikan pengalaman berbelanja yang kaya. Tujuannya, tentu saja agar dapat menarik bagi konsumen dan senantiasa kompetitif di medan persaingan.

Kini, pengecer tradisional dan baru makin mengandalkan pemanfaatan teknologi cloud. Karena dengan cloud, retailer dapat menyajikan pengalaman berbelanja yang dapat diakses kapan saja.

Beberapa retailer di Indonesia, temasuk Alfamart, Blibli, Bukalapak, Tokopedia, dan Warung Pintar, kini telah memanfaatkan Google Cloud untuk memaksimalkan potensi mereka. Seiring meningkatnya pengaruh digital terhadap penjualan, makin meningkat juga tekanan terhadap rantai suplai retailer.

Kini, Alfamart juga telah bermitra dengan Gojek untuk memungkinkan barang belanjaan dari toko terdekat diantarkan ke pelanggan. Untuk memastikan data stok mereka diperbarui secara langsung saat itu juga (real time), Alfamart memakai teknologi cloud untuk merencanakan stok secara akurat dan menjaga kelancaran rantai suplai.

International Business and Technology Director Alfamart Bambang Setyawan Djojo mengungkapkan, Alfamart menggunakan teknologi Google Cloud sejak membangun Alfamart Digital Business, tepatnya kurang lebih sekitar empat tahun lalu. Salah satu yang mendasari penggunaan Google Cloud adalah kepentingan performa.

Kemudian, Bambang melanjutkan, para rekan bisnis Alfamart juga sudah menggunakan teknologi. Ini membuat proses business to business dan perjalanan konsumen menjadi lebih lancar karena berada dalam satu ekosistem.

Sehingga, proses pengaksesan data menjadi lebih cepat. Menurut Bambang, Alfamart menggunakan Google Cloud Platform dan G Suite yang merupakan collaboration tools.

Dengan G Suite, Alfamart dapat berbagi data, baik dalam bentuk dokumen, spreadsheet, presentasi, maupun hangout untuk rapat serta panggilan konferensi. Sedangkan, Google Cloud Platform dapat membantu proses //unified e-commerce//. Terutama bekerja sama dengan mitra bisnis perdagangan elektronik (business partner e-commerce), seperti Go Mart, dan Blibli.

Dengan Google Cloud, infrastruktur Alfamart kini menjadi lebih elastis. Artinya, lebih cepat dalam mengantisipasi setiap perubahan yang ada di pasar dan lebih mudah ketika akan melakukan proses scale up dan scale down. "Sebelumnya ketika kami masih menggunakan server on premise untuk menambahkan kapasitas infrastruktur, kami perlu melakukan pembelian hardware baru dan instalasi. Ini memakan waktu yang cukup lama," ujar Bambang di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dengan cloud, menurut Bambang, Alfamart dapat melakukan implementasi secara cepat sehingga menghemat waktu cukup banyak. Alfamart juga mampu mengurangi biaya terkait komunikasi sebesar 10 sampai 15 persen, dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja mereka.

Sebagai perusahaan yang lahir sebelum datangnya era cloud, Alfamart menemukan tantangan saat menggunakan teknologi tersebut. "Tantangannya bagaimana membangun ulang aplikasi kami yang awalnya on premise menjadi cloud friendly dan tentunya saja mengenai biaya. Bagaimana cara kami mengatur biaya sehingga dapat memaksimalkan penggunaan Google Cloud ini," katanya.

Atasi persoalan trafik

Kunjungan atau traffic ke aplikasi dan aplikasi belanja retailer pada musim belanja, kerap melonjak ke tingkat yang jauh lebih tinggi, dibandingkan periode normal. Masalah ketersediaan atau skalabilitas pun bisa berujung pada hilangnya penjualan senilai miliaran rupiah.

Sejak 2018, data analytics Blibli sudah pindah lebih dulu ke GCP big query. Lalu, pada kuarta dua sampai kuartal tiga 2019, Blibli bermigrasi dari hampir seluruh costumer facing dan sistem internal ke Google kubernetes engine.

VP R&D Blibli Andi Rustandi Djuanedi mengungkapkan, aspek operasional Blibli sangat dinamis sehingga memerlukan dukungan infrastruktur yang fleksibel, yaitu berupa platform cloud yang bisa memproses data secara langsung saat itu juga (real-time). Hal ini memungkinkan Blibli memproses data secara instan dan menjalankan aplikasi secara efisien.

Dengan integrasi saluran penjualan daring dan luring (omnichannel) sebagai strategi masa depan Blibli, tersedianya platform cloud yang responsif juga menjadi penting bagi pemrosesan data dan API yang masuk. Bukan hanya dari platform daringnya sendiri, melainkan juga dari partner penjual luring.

Saat ini, layanan omnichannel Blibli terdiri atas Blibli InStore, Blibli Click & Collect dan BlibliMart. Semuanya memerlukan solusi dan infrastruktur yang fleksibel untuk secara terus-menerus memproses data dalam volume tinggi.

 

Hadirkan pendidikan pra-coding inklusif

Pada era digital seperti sekarang, kemampuan coding telah menjadi salah satu keterampilan yang kian dibutuhkan. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan pendidikan coding untuk anak Indonesia Yayasan Bulir Padi baru-baru ini, menjalin kemitraan dengan Yayasan Matahati Kita Indonesia untuk meluncurkan program pendidikan pra-coding bagi anak binaan Bulir Padi.

Program ini difasilitasi oleh pakar programmer dari Matahati untuk anak binaan Bulir Padi di Palmerah, Jakarta Barat dan Bidaracina-Otista, Jakarta Timur selama tiga bulan ke depan. Melalui program ini, para anak binaan diharapkan akan dapat memiliki media untuk menyalurkan kreativitas, membentuk pola berpikir terstruktur dan teliti, serta mengembangkan kebiasaan untuk belajar tidak mudah menyerah.

Ketua Yayasan Bulir Padi Tia Sutresna menjelaskan, program ini dihadirkan untuk para anak binaan yang berasal dari komunitas marjinal. ?Harapannya, program ini dapat membuka kesadaran terhadap manfaat pendidikan coding yang dapat mendukung pembentukan cara berpikir yang terstruktur,? ujarnya.

Khususnya, Tia melanjutkan, adalah memberi perintah ke komputer dan memberikan fondasi dasar untuk bisa menguasai teknologi yang ada di kehidupan mereka sekarang. Senada, Ketua Yayasan Matahati Kita Indonesia Tari Sandjojo mengungkapkan, coding akan menjadi keterampilan wajib untuk generasi muda, selain baca-tulis-hitung.

Menurutnya, mempelajari coding, tak berarti generasi muda langsung berhadapan dengan gawai atau layar komputer sejak dini. ?Keterampilan coding bisa dilatih lewat kebiasaan berpikir runut dan mengelaborasi buah pikiran yang bisa dilatih lewat kegiatan sesederhana storytelling," ujarnya.

Selain itu, Tia melanjutkan, sebaiknya jangan batasi eksplorasi teknologi oleh generasi muda. Namun, justru anak-anak akan diberi pembekalan supaya mereka bisa memanfaatkan teknologi secara positif, salah satunya lewat belajar coding.

Program Generasi Koding dari Matahati memperkenalkan coding lewat paparan video yang memberikan gambaran mengenai dunia pada era teknologi dan kesempatan kerja yang akan muncul. Diskusi mengenai paparan video kemudian membawa pada kesadaran bahwa coding menjadi salah satu jalan agar generasi muda bisa berkontribusi di masa depan.

Program ini akan dimulai dengan memasuki tahapan belajar coding yang terdiri atas enam tahap, yaitu: Object Definition, Sequence, Debugging, Looping, Conditional Statement, Function. Dalam menjalani masing-masing tahap, siswa akan mendapatkan mentor virtual yang bisa mereka pilih sendiri karakternya.

Program ini berkonsep pengenalan coding sehingga siswa yang menunjukkan minat serta menjalankan semua tahapannya dengan baik sesuai dengan kriteria dari Matahati, akan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pembelajaran coding ke tingkat yang lebih tinggi dengan sekolah coding yang menjadi mitra.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat