Sejumlah tim medis mengevakuasi seorang pasien menuju Ruang Isolasi Khusus Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi saat simulasi penanganan wabah virus novel Coronavirus (nCoV) di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/1/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww. | ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww.

Kabar Utama

RSUD Laporkan Kekurangan Alat Medis

 

 

JAKARTA – Kelengkapan peralatan medis dan alat pelindung diri (APD) terkait penanganan penyakit virus korona baru (Covid-19) di berbagai daerah di Indonesia mendapat sorotan. Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) juga mengeluarkan peringatan tentang potensi kekurangan alat tersebut.

Di beberapa daerah, sejumlah rumah sakit rujukan melaporkan keterbatasan alat tersebut. Di RSUD Indramayu, Jawa Barat, misalnya, masih ada kekurangan sejumlah peralatan yang dibutuhkan untuk menangani pasien suspect maupun positif Covid-19.

Dirut RSUD Indramayu, Lisfayeni, menjelaskan, kekurangan peralatan yang masih dibutuhkan di antaranya adalah hepa filter (penyaring udara), monitor, ventilator, dan monitor central. Dia mengaku sudah mengajukan permintaan ke Pemprov Jabar untuk memenuhi kekurangan tersebut. “Hanya kurang kelengkapan itu saja. Ruang isolasi kita sudah standar. Ada delapan bed yang kita siapkan,” kata Lisfayeni.

Lisfayeni menambahkan, seluruh SDM yang disiapkan untuk menangani kasus Covid-19 juga terus melakukan simulasi dalam dua hari terakhir. Di antaranya ialah dokter, perawat, sopir ambulans, dan satpam juga petugas lain yang terkait. Dengan kondisi terkini, Lisfayeni berharap tak ada pasien Covid-19 yang dirawat di RS itu meski segala persiapan telah dilakukan.

Di Sumatra Barat, dua RS rujukan telah disiapkan untuk menangani pasien yang terpapar virus korona. Dua RS itu adalah RSUP M Djamil di Padang dan RSUD Achmad Mochtar di Bukittinggi. Namun, Pemprov Sumbar menyarankan untuk sementara hanya menggunakan RSUP Djamil karena RSUD Achmad Mochtar masih kekurangan APD.

Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mendapatkan laporan bahwa RSUD Achmad Mochtar hanya memiliki 14 set APD yang hanya bisa digunakan sekali selama masa perawatan. Nasrul menyebut jumlah kebutuhan minimal APD sebanyak 70 set.

"Sebagai bentuk antisipasi, sebaiknya RSUD Achmad Mochtar jika (mendapatkan) suspect pasien terinfeksi virus korona langsung saja ke Rumah Sakit M Djamil. Khawatir di Bukittinggi ini peralatannya APD masih terbatas," kata Nasrul Abit, Rabu (4/3).

Nasrul mengatakan, RSUD Achmad Mochtar sebenarnya punya pengalaman menangani virus berbahaya, seperti virus flu burung beberapa tahun lalu. Namun, bila APD tidak mencukupi, Nasrul menilai terlalu berisiko bila pasien virus korona dirawat di RSUD itu. Ia khawatir virus justru dapat menyebar luas dan menelan korban lebih banyak. 

Ketersediaan APD untuk menangani Covid-19 di RSUD dr Slamet di Garut juga sangat terbatas. Padahal, RSUD itu merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien virus korona di wilayah Priangan Timur. 

Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD dr Slamet, dr Zaini Abdillah, mengatakan, saat ini di rumah sakitnya hanya terdapat 20 set APD. "Kalau sehari ada tiga pasien masuk, bisa langsung habis," kata dia, Selasa (3/3).

Ia menjelaskan, APD itu terdiri atas satu set baju pelindung dari kepala sampai kaki, masker N95, kacamata pelindung, dan sepatu bot. Seluruh alat itu hanya bisa digunakan sekali pakai, kecuali kacamata dan sepatu. "Kita sudah minta penambahan ke Kemenkes. Tapi, mudah-mudahan tidak ada pasien korona yang masuk," kata dia.

Di Sleman, DI Yogyakarta, persediaan masker di gudang farmasi Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan (POAK) menipis. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo menyatakan, permintaan ke produsen juga belum mendapatkan jawaban pasti. 

"Karena mereka banyak pula mengekspor ke luar negeri, jadi sampai-sampai kehabisan. Produsen kosong dan pasar kosong. Kita sudah ajukan permintaan, tapi belum ada yang bisa memberikan jawaban pasti kapannya," kata Joko. Di gudang farmasi POAK, masker biasa tersisa 501.540 lembar, sedangkan persediaan masker N95 tinggal 5.000-an lembar. 

Terlepas dari laporan di daerah-daerah tersebut, sejauh ini seluruh daerah yang menjadi pintu masuk utama ke Indonesia dan notabene paling berpotensi menangani pasien Covid-19 menyatakan kesiapan. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan, seluruh rumah sakit rujukan di wilayahnya siap menangani pasien Covid-19. Demikian juga laporan dari Batam di Kepulauan Riau, Medan di Sumatra Utara, Bali, Jakarta, dan Manado di Sulawesi Utara.

Prediksi kekurangan alat medis terkait wabah korona ini sudah disampaikan Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus. Menurut Tedros, penanganan pasien korona di luar Cina akan terkendala kelangkaan masker dan kenaikan harga sejumlah alat pelindung diri tenaga medis. 

"Kekurangan ini membuat dokter, perawat, dan petugas kesehatan garis depan lainnya tidak siap untuk merawat pasien Covid-19 karena terbatasnya akses ke persediaan, seperti sarung tangan, masker medis, respirator, kacamata, pelindung wajah, baju isolasi, dan celemek," kata Tedros dalam keterangan yang dilansir di laman resmi WHO, kemarin.

Dia menyebut harga masker bedah meningkat enam kali lipat, harga respirator N95 meningkat tiga kali lipat, dan harga baju isolasi atau operasi meningkat dua kali lipat. Sementara itu, sedang terjadi manipulasi harga di pasaran secara luas dan tidak jarang stok tersebut dijual kepada penawar tertinggi.

WHO menyatakan telah mengirim hampir setengah juta perlengkapan APD ke 27 negara, tetapi persediaan semakin menipis. WHO memperkirakan, setiap bulan diperlukan sebanyak 89 juta masker medis untuk penanganan Covid-19, 76 juta sarung tangan pemeriksaan, dan 1,6 juta kacamata pelindung diri.

Secara global, WHO memperkirakan perlu ada peningkatan pasokan alat pelindung diri sebesar 40 persen. WHO meminta kepada para produsen meningkatkan produksi guna menjamin pasokan. Selain itu, pemerintah tiap negara juga diminta untuk mengembangkan insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi. "Ini termasuk pelonggaran pembatasan ekspor dan distribusi peralatan pelindung pribadi dan persediaan medis lainnya," kata Tedros. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat