
Kronik
Surabaya 1945 dan Gaza 2023, Apa Kesamaannya?
Kemerdekaan Palestina mesti jadi hasil akhir eskalasi di Palestina belakangan.
Oleh FITRIYAN ZAMZAMI
Sementara pasukan penjajah Israel melakukan serangan brutal ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu, warga Indonesia merayakan Hari Pahlawan yang memeringati pertempuran perlawanan terhadap pasukan kolonial di Surabaya pada 10 November 1945. Ada sejumlah kesamaan yang menyolok antara dua titik penting dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dan bangsa Indonesia. Berikut diantaranya.
Justifikasi Serangan Penjajah
Kekuatan kolonial Inggris yang mencoba mendudukkan kembali penjajah Belanda jadi salah satu aktor utama pertempuran Surabaya. Mereka disebut menyiapkan perang sebagai balasan atas terbunuhnya Brigjen Mallaby di Surabaya. Namun, pihak kolonial juga mempropagandakan bahwa mereka menyerang Surabaya karena pasukan perlawanan Republik kala itu "membunuh secara brutal orang Belanda, termasuk perempuan dan anak-anak". Hal ini terungkap dalam surat Wakil Panglima Tentara Inggris di Indonesia, Kolonel LHO Pugh saat itu.

Narasi serupa digunakan tentara penjajah Israel. Pada awal-awal serangan, mereka mempropagandakan rerupa kekejaman yang dilakukan pejuang Hamas. Presiden AS Joe Biden yang memberikan lampu hijau untuk pembalasan brutal ke Gaza bahkan sempat menaymaikan soal terjadinya "pemenggalan terhadap 40 bayi", tudingan yang kemudian diketahui adalah kebohongan. Di antara korban di pihak Israel yang meninggal dalam serangan Badai al-Aqsa, sekitar sepertiganya adalah pasukan militer. dari profil yang dilakukan Haaretz, hanya satu dua nama yang di bawah umur.
Alasan yang disampaikan pihak Inggris pada 1945 mencoba menggambarkan pasukan pribumi sebagai kekuatan bengis, demikian juga yang dilakukan Israel dan konco-konconya di Barat terhadap pejuang Hamas. Baik narasi rasialis Inggris pada 1945 maupun Israel pada 2023 mengabaikan sejarah panjang dan brutal penjajahan atas negeri yang dijajah.
Tudingan Ekstremisme Islam
Terkait pertempuran di Surabaya, pada 20 November 1945 surat kabar terkemuka di Amerika Serikat, the New York Times menurunkan artikel berjudul "Moslem Fanatics Fight in Surabaya". Kala itu istilah "teroris" belum marak penggunaannya, namun pertempuran di Surabaya digambarkan sebagai perlawanan ekstremisme Islam, alih-alih perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Pertempuran Surabaya saat itu memang utamanya dilakukan kaum santri menyusul Fatwa Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama (NU) dan diserukan KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. "Warga Indonesia kerap dipimpin menuju pertempuran oleh tokoh agama Mohammedan (istilah merendahkan untuk agama Islam, -Red), kata pilot, dan menyerbu langsung ke senapan mesin Inggris tanpa takut kehilangan nyawa," tulis the New York Times saat itu.
Hal serupa juga dilakukan Israel dan media-media Barat terkait serangan Badai al-Aqsa dan pembalasan brutal ke Gaza. Hamas dicap sebagai gerakan terorisme Islam yang haus darah. Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, diketahui memang dipenuhi pejuang-pejuang relijius dan didirikan oleh ulama. Seruan perang yang kerap mereka gaungkan, sama dengan di Surabaya pada 1945, yakni "Allahu Akbar!". Seperti yang dicap kepada perlawanan 1945, Israel dan Barat juga mencoba melepaskan konteks perjuangan kemerdekaan terkait aksi-aksi Hamas.

Pertempuran tak Seimbang
Dalam pertempuran Surabaya, pejuang Republik diketahui hanya bersenjatakan senapan rampasan dari Jepang. Banyak santri juga disebut nekat terjun ke medan tempur bersenjatakan bambu runcing semata. Mereka harus menghadapi pasukan sekutu yang dipimpin Inggris dengan persenjataan modern. Inggris diperkuat puluhan ribu pasukan, senjata artileri paling modern saat itu, yakni 25-Pounder dan Howitzer, lima kapal perang destroyer, 24 tank Sherman, serta 24 pesawat pengebom Thunderbolt dan Mosquito.

Dalam perlawanan di Gaza, senjata yang dimiliki pejuang Hamas jauh lebih modern dari yang dimiliki para pahlawan di Surabaya. Hamas memiliki roket-roket dan senjata antitank Yassin 105. Namun dibandingkan kekuatan tempur yang dimiliki Israel, milik Hamas tersebut nyaris tak ada apa-apanya. Israel adalah militer terkuat ke-14 di dunia dengan berbagai mesin tempur seperti pesawat dan tank terkini, juga rudal-rudal mematikan. Militer penjajah Israel juga didukung bantuan senjata dari Amerika Serikat yang merupakan kekuatan militer nomor wahid di Bumi saat ini.

Bombardir dan banyaknya korban jiwa
Sekutu yang dipimpin Inggris dicatat menjatuhkan 500 bom ke Surabaya dalam waktu tiga hari pada November 1945. Bom-bom itu meluluh-lantakkan Surabaya. The New York Times pada 1945 melansir, saat itu Kali Mas yang mengalir di tengah Surabaya dipenuhi jenazah para syuhada dari pihak Indonesia. Sepanjang tiga pekan pengeboman Inggris di Surabaya, the New York Times mencatatkan angka 30 ribu hingga 40 ribu warga Indonesia gugur. Angka itu belakangan direvisi berbagai pihak dengan total kematian 6.300 hingga 15.000 di pihak pejuang pribumi dan sekitar 295-2.000 kematian di pihak penjajah.
Dalam skala pengeboman, bombardir yang dilakukan Israel ke Gaza sebulan belakangan jauh melampui yang dilakukan Inggris di Surabaya. Euro-Med Human Rights Monitor mencatat, Israel telah menjatuhkan bom setara 25 tibu ton bahan peledak ke Gaza dalam sebulan sejak 7 Oktober. Bombardir tak pandang bulu itu hingga Kamis (9/11/2023) menyebakan kematian sedikitnya 10.500 warga Gaza, lebih dari 4.000 diantaranya anak-anak. Sementara pihak Israel mengeklaim kematian sejak serangan Hamas dipihaknya mencapai 1.600 jiwa termasuk ratusan prajurit penjajah.

Propagandis
Pada pertempuran surabaya, sosok jurnalis sekaligus pejuang Sutomo jadi salah satu tokoh kunci. Melalui pidato-pidato dan siaran di Radio, ia membakar semangat perlawanan di Surabaya. Pidato-pidatonya juga diwarnai nuansa relijius. Pada perang di Gaza kali ini, ada sosok Abu Ubaidah, juru bicara Brigade al-Qassam yang secara reguler memberikan informasi soal kondisi di lapangan dan memompa semangat pejuang Hamas. Kehadirannya di siaran televisi, dengan wajah ditutupi kafayyeh merah putih, ditunggu-tunggu warga di seantero Arabia.
Sorotan dunia
Di lapangan, pejuang Republik dan para santri mengalami kekalahan telak. Senjata-senjata pihak Republik juga banyak yang hancur dan disita. Namun pertempuran itu jadi simbol perlawanan yang sangat ampuh. Pertempuran itu berhasil menarik perhatian dunia terkait perjuangan kemerdekaan Indonesia yang akhirnya memuluskan pengakuan dunia dan penyerahan kedaulatan selepas proklamasi 1945.
Syuhada dari pihak Brigade al-Qassam, Brigade al-Quds, serta pejuang-pejuang di Tepi Barat juga terus berguguran dalam serangan Israel ke Gaza saat ini. Kendati demikian, perhatian dunia tertuju penuh ke Palestina. Aksi-aksi unjuk rasa membela Palestina dan kemerdekaan mereka terjadi di berbagai belahan dunia, dihadiri jutaan orang secara total.
Pada akhirnya, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 kian teguh setelah perang di Surabaya. Dalam jangka panjang, kekalahan pejuang Republik dan masifnya korban jiwa di Surabaya jadi alat tawar yang tak bisa disangkal soal pembebasan Indonesia dari jajahan kolonial. Tak salah berharap bahwa kemerdekaan Palestina yang sudah tertunda 75 tahun lebih juga semestinya jadi hasil akhir perlawanan Palestina dan nelangsa luar biasa di Gaza belakangan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pejuang Hamas Jebak Tentara Israel di Gaza
Pasukan Israel klaim telah mengamankan benteng militer Hamas.
SELENGKAPNYATank Israel yang Hancur Dirudal Hamas Terus Bertambah
Pasukan penjajah kian dalam memasuki Gaza, bersiap masuki terowongan.
SELENGKAPNYASebulan Israel Bombardir Gaza, Hamas Masih Tegak
Selama Palestina terjajah, kelompok perlawanan akan terus ada.
SELENGKAPNYA