Pelajar mengikuti acara membatik bersama di Dekranasda Sleman, Yogyakarta, Kamis (26/10/2023). | Republika/Wihdan Hidayat

Iqtishodia

Menilik Wastra Indonesia, dari Pelestarian Budaya Hingga Peluang Ekspor

Perajin batik dan tenun pada umumnya sudah berusia tua.

OLEH Dewi Setyawati (Peneliti ITAPS FEM IPB)

Istilah wastra masih awam digunakan dibandingkan apabila kita menyebutkan kain tradisional yang ada di Nusantara. Dari bahasa Sanskerta yang berarti sehelai kain, wastra Indonesia tentunya memiliki makna yang lebih karena nilai seni dan budaya yang membentuknya.

Sebutlah batik dan tenun dengan ragam motif, ukuran, dan bahan yang dihasilkan oleh para perajin. Kerajinan yang pada awalnya merupakan usaha turun-temurun, kemudian berkembang menjadi kelompok industri tekstil dan produk tekstil. Wastra Indonesia kini banyak diminati khalayak hingga mancanegara, peluang ekspor menanti untuk dibidik.

Batik Indonesia telah menjadi Intangible Cultural Heritage atau warisan budaya tak benda yang diakui oleh dunia. Perkembangan batik banyak terjadi pada masa Kerajaan Mataram yang berlanjut masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Pusat perkembangan tersebut merupakan daerah santri yang kemudian batik menjadi komoditas yang diperdagangkan oleh pedagang Muslim. Wastra lainnya yaitu tenun, berkaitan erat dengan aspek estetika, adat, keagamaan, dan status sosial. Setiap daerah memiliki penciri motif, bahkan setiap perajin pun memiliki kekhasan masing-masing untuk menonjolkan kelebihannya.

photo
Sejumlah siswa membentangkan berbagai macam jenis motif kain batik seusai mengikuti parade inovasi batik katulistiwa di SD Negeri Pekunden, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/9/2023). - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Proses pembuatan batik dapat berupa batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi. Batik tulis dibuat secara manual dengan menggunakan canting. Sedangkan, batik cap menggunakan cap atau stempel sebagai pengganti canting. Adapun batik kombinasi menyatukan proses proses tulis dan cap.  

Tenun juga bermacam ragam dilihat dari teknik pembuatannya, seperti tenun ikat dan tenun songket dengan alat tenun gedogan maupun alat tenun bukan mesin (ATBM).

Back to nature

Perajin wastra saat ini sudah banyak yang mengusung konsep produk ramah lingkungan. Back to nature, wastra tradisional yang pada awalnya memakai bahan pewarna alami saat ini kembali digunakan.

Seperti apakah wastra Indonesia yang disebut ramah lingkungan? Tentunya secara umum adalah usaha tersebut tetap mempertahankan nilai-nilai sustainability dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Permintaan pasar, terutama pasar luar negeri atau fora internasional yang ramah lingkungan juga menjadi pertimbangan untuk mengembangkan produk wastra hijau. Pada nilai sosial adalah bagaimana konsep ramah lingkungan dapat meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan pelaku usahanya serta menerapkan inklusivitas.

photo
Perajin membuat sarung tenun khas Wakatobi di Kecamatan Wanci, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/6/2022). - (ANTARA FOTO/Jojon)

Isu lingkungan disoroti terkait penggunaan bahan kimiawi dapat diatasi melalui pengelolaan limbah dengan baik. Dalam implementasinya, saat ini belum terdapat perincian yang secara spesifik menjelaskan tentang produk hijau untuk kerajinan, termasuk wastra Indonesia.

Pada tahun 2022, Bank Indonesia bersama Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melakukan Penyusunan Kajian Model Bisnis Pengembangan UMKM Hijau Bank Indonesia. Kemudian pada tahun 2023 ini dilanjutkan untuk melakukan Pilot Project dan Pedoman Model Bisnis UMKM Hijau Bank Indonesia.

Harapannya, pedoman tersebut dapat diimplementasikan untuk menjadi salah satu bagian pengembangan ekonomi hijau di Indonesia.

Peluang pasar

Peluang pasar wastra Indonesia masih terbuka, baik domestik maupun ekspor. Dari data Kemenperin, jumlah industri batik di Indonesia skala besar-sedang tahun 2021 sebanyak 208 dan skala UMKM sebesar 2951 usaha. Provinsi Jawa Tengah memberikan kontribusi yang besar bagi industri batik (51,92 persen) maupun pada skala UMKM (74,25 persen).

Dari sentra produksi di Jawa Tengah, aliran pemasaran ke daerah lain, baik Pulau Jawa maupun luar Jawa. Perajin batik luar Pulau Jawa memesan motif daerah asal kepada perajin di Pulau Jawa untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir rumah tangga maupun perkantoran.

Untuk wastra tenun, relatif lebih local centris, dengan adanya Indikasi Geografis (IG) memastikan bahwa produk tenun berasal dari wilayah tersebut.    

Permintaan dari luar negeri biasanya diperoleh dari pameran-pameran internasional, pencarian melalui media sosial dan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Untuk perajin batik skala UMKM terbatas pada permintaan dari wisatawan yang datang.

Berdasarkan data Kemenperin, nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2022 sebesar 64,56 juta dolar AS yang mengalami peningkatan 30,1 persen dibanding tahun 2021. Adapun pada periode Januari-April 2023, nilai ekspor batik dan produk batik sebesar 26,7 juta dolar AS dan pada tahun 2023 ditargetkan hingga 100 juta dolar AS

photo
Perajin memproduksi kain tenun ikat Sikka asal Maumere, Nusa Tenggara Timur disela-sela Pekan Kain Tradisional Nusantara di jakarta, Kamis (31/20/2019). - (M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO)


Tantangan

Tantangan ke depan adalah kompetitifnya pasar sehingga kinerja wastra Indonesia harus dicermati. Pascapandemi Covid-19, wastra mulai bergerak kembali. Masuknya wastra ke dalam tren fesyen industri kreatif juga menjadi peluang pasar. Apa yang harus dilakukan?

Dalam aspek produksi, permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha wastra di antaranya terkait dengan sumber daya manusia. Perajin batik dan tenun pada umumnya sudah berusia tua.

Berkurangnya minat dari tenaga kerja muda menjadi perajin sehingga sulitnya mencari tenaga kerja. Hal yang bisa dilakukan seperti membuat klub wastra bagi anak-anak muda dengan memberikan pelatihan dan aktivitas lain yang dapat menarik minat.  

Tantangan wastra Indonesia pada era digitalisasi adalah pemanfaatan digitalisasi yang dapat memberikan efisiensi dan efektivitas proses produksi. Hal yang dapat dilakukan adalah pemakaian digital, misalnya untuk membuat desain motif sehingga lebih cepat. Pemotifan tenun endek ataupun tenun songket saat ini pun sudah dapat diaplikasikan dengan menggunakan digital.

Selain itu, sangat memungkinkan jika “gen Z milenial” yang inovatif dan kreatif, didorong untuk sebagai kreator konten pemasaran. Story telling yang dapat menceritakan rangkaian proses produksi bisa dimasukkan dalam media promosi pemasaran digital seperti pada media sosial maupun website.  

photo
Warga membatik di Kampung Batik Giriloyo, Bantul , Yogyakarta, Sabtu (11/2/2023). - (Republika/Wihdan Hidayat)

Dalam pemasaran, promosi melalui pameran masih perlu ditingkatkan untuk mendekatkan kepada konsumen. Beberapa pelaku usaha wastra mengakui bahwa promosi dan pameran memberikan kontribusi yang signifikan dalam pendapatan.

Beberapa event pameran diselenggarakan pada tingkat lokal, nasional, dan internasional. Dukungan dari berbagai pihak untuk membantu pelaku usaha dengan memberikan kesempatan pameran. Misalnya saja melalui Trade Expo Indonesia yang mengundang buyer luar negeri.

Binaan dari kementerian lembaga, perseroan, perbankan dan lainnya difasilitasi setelah melalui kurasi produk. Pelaku usaha dapat langsung melakukan negosiasi, bahkan membuat MoU kesepakatan kerja sama. Jenis pameran lainnya dapat pula menggandeng para desainer terkenal dan endorsement dari public figure.

Tantangan lain adalah produk tekstil dan produk tekstil dari luar yang dapat menggantikan wastra. Dalam hal ini, perlu upaya untuk lebih mendekatkan wastra kepada masyarakat. Dukungan pemerintah daerah maupun pusat seperti imbauan pengenaan pakaian tradisional pada hari atau event tertentu dapat dilakukan.

Terdapat pula tantangan 3K (kualitas, kuantitas dan kontinuitas). Ini dapat diantisipasi dengan penguatan kerja sama antarpelaku usaha. Adanya semacam koperasi produsen wastra menjadi salah satu alternatif yang tepat apabila semuanya dapat bersinergi.

Kelembagaan ini dapat mendukung apabila ingin mengembangkan pasar ekspor ke depan. Dalam pasar ekspor untuk menjaga kontinuitas, maka ketersediaan bahan baku sangat berperan penting.

Pada TPT, termasuk wastra, kain dan benang sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam produksi masih banyak diimpor. Demikian pula untuk kebutuhan modal kerja atau pembiayaan, serta pemenuhan aturan maupun persyaratan oleh buyer apabila akan melakukan ekspor produk.

Pada intinya, dengan membuat satu kelembagaan bersama dapat meningkatkan posisi tawar para perajin wastra. Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan untuk pengembangan wastra Indonesia.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat