
Wawasan
Bettina Grallert, Bangun Museum di Jerman demi Hutan Sumatra
Hutan semakin rusak. Sampai saya memutuskan tidak ke Sumatra lagi karena saya tidak tahan melihatnya.
Eksotisme hutan tropis di Sumatra membuat Bettina Grallert jatuh cinta. Dalamnya cinta Bettina terlihat saat Bettina dan kawan-kawannya membangun sebuah museum untuk memperkenalkan hutan hujan tropis di Kota Leipzig, Jerman. Lewat Museum Phyllodrom yang bermakna rumah daun, Bettina menginginkan agar masyarakat Jerman mengenal dan menyadari pentingnya keberadaan hutan tropis di berbagai daerah, termasuk Sumatra.
Bagi Bettina, hutan menjadi arena antara tumbuhan, manusia dan hewan yang membentuk suatu jaringan. Kerusakan hutan akan memutus mata rantai jaringan tersebut. Karena itu, Bettina mengaku sempat sakit hati saat kerusakan hutan di Sumatra kian menjadi. Sampai-sampai, pakar pertanian tropis dan etnologi itu bersumpah tidak mau menginjakkan kaki lagi ke Sumatra. "Tapi, 2014 saya kembali lagi," ujar dia.

Bettina pun bertemu dengan komunitas masyarakat peduli hutan. Salah satunya, gerakan hutan wakaf di Kabupaten Jantho, Aceh. Bettina kemudian menyadari bahwa masih ada orang asli Sumatra yang tidak disokong oleh kepentingan apa pun selain pelestarian.
Bagaimana gerakan Bettina Grallert untuk memperkenalkan lebih jauh hutan Sumatra di Jerman? Apa pendapat Bettina mengenai masifnya industri sawit yang mengonsesi hutan? Bagaimana Bettina mengenal nilai-nilai Islam yang menjadi agama dan budaya masyarakat Sumatra? Berikut wawancara wartawan Republika, Achmad Syalaby Ichsan, bersama Ketua Museum Phyllodrom, Leipzig, Jerman, tersebut lewat perbincangan telekonferens beberapa waktu lalu.
Anda membuat museum tentang hutan tropis Sumatra di Jerman?
Ya, begitu. Museumnya bernama Phyllodrom itu dari bahasa Latin dan bahasa Yunani. Tapi, itu sebenarnya rumah daun-daun artinya. Itu dari sebuah yayasan yang mendirikan museum itu, didirikan pada 1994. Waktu itu didirikan belum ada rumah, gedung belum ada apapun. Tapi ada tujuan untuk membuat sebuah museum hutan hujan tropis. Idenya sudah ada sejak tahun 80-an. Waktu itu belum ada persatuan Jerman. Saya dari Jerman Timur yang lebih jauh dari tropis lagi. Untuk membuat museum seperti itu karena saya jumpa ada beberapa kawan yang tertarik di Leipzig. Saya ada ide untuk mencari sebuah konsep dan ruang. Tidak ada dana apa pun waktu itu. Yang ada ide, tujuan.
Mengapa yang dipilih hutan tropis?
Idenya kenapa hutan tropis. Nanti dijawab juga di belakang karena kami juga walaupun hutan tropis sangat jauh, tetapi hutan tropis sangat luar biasa sangat istimewa dari hewan-hewan, dari tumbuhan yang ada di hutan tidak bisa dibandingkan dengan yang ada disini. Kami membuat museum disini supaya orang mengerti ini sangat indah dan itu idenya karena hubungan dengan perubahan iklim dan itu semuanya dalam dunia juga waktu itu sudah tampak. Waktu itu sudah didiskusikan.
Museum ini sifatnya bisnis atau sosial?
Bukan bisnis karena, pertama, kalau kita mau mendidik orang-orang tidak pernah boleh menjadi bisnis. Karena tujuannya orang belajar tentang sesuatu yang sangat penting. Dari pertama, bisa dibilang dari tahun 2000, sudah didirikan museum sudah ada uang. Kerjaan yang ada di sana, apalagi misalnya mencari foto-foto, mencari benda-benda, semua dilakukan dari volunteer sampai sekarang. Dari awal sudah didukung pemerintah (Jerman), dukungan dana juga tapi dana itu tidak cukup untuk gaji. Sekarang, ya, karena sudah sangat lancar banyak tamu datang. Murid-murid banyak datang yang ingin tahu hutan tropis. Ada dukungan juga dari pemerintah kota. Untuk pekerja, tidak semuanya volunteer, tapi sebagian besar volunteer.

Kapan pertama kali berkenalan dengan hutan tropis Sumatra?
Pertama kali itu pada tahun 1991. Waktu itu saya studi pertanian tropis bersama sekelompok kawan-kawan nanti yang mendirikan yayasan itu (Phyllodrom). Juga ada ide untuk mewujudkan ekspedisi penelitian. Latar belakangnya keahlian ilmu, serangga, dan hewan-hewan lain. Semuanya belum ke hutan tropis. Pilihan Sumatra itu kebetulan saja karena saya ikut kelompok itu. Tapi, pertama kali mengunjungi Sumatra, saya sudah jatuh cinta dengan hutan.
Pertama kali terutama di Padang, saya mendaki Gunung Talamau (2.982 mdpl). Ada dua bulan di sana karena waktu itu saya masih muda juga. Beberapa orang ikut, tapi di Sumatra kami juga berbagi-bagi. Ada yang tertarik dengan ini dan itu. Waktu itu saya masih kuliah pertanian tropis. Saya juga sudah berbicara dengan petani tentang kehidupan hari-hari mereka. Tapi, waktunya belum ada karena belum bagus berbahasa Indonesia. Meski hanya beberapa kata saja.
Anda bisa lancar berbahasa Indonesia?
Sepulangnya dari Sumatra, saya langsung pergi ke universitas saya, kebetulan di Universitas Leipzig ada profesor yang berbahasa Indonesia. Walaupun mereka sudah mulai (kuliah bahasa), saya minta izin ikut. Profesornya bilang ini bukan bahasa Indonesia tinggi, tapi bahasa Indonesia kampung. Saya ikut beberapa kali kuliah itu.
Apa pentingnya hutan tropis di Sumatra bagi masyarakat Jerman?
Itulah bahwa memang bukan hanya hutan hujan di Indonesia, tapi hutan hujan yang memberikan dan menyimpan ratusan miliar ton karbon yang tidak boleh dilepaskan. Dan oleh sebab itu, hutan-hutan memiliki peran-peran dalam cuaca global yang sekarang didiskusikan. Dari awal pikiran kami, orang Jerman harus mengetahui pentingnya hutan tropis agar kami dapat membantu melindunginya.
Mengapa kita harus membantu melindunginya? Karena memang walaupun jauh tetapi karena sekarang kita mengglobal perilaku kita memengaruhi hutan yang jauh. Misalnya, kita membeli sesuatu yang merusak lingkungan. Oleh sebab itu, kami pikir orang Jerman harus belajar tentang hutan hujan. Dan tentu saja kita semuanya manusia atau penduduk dunia dapat melestarikan bumi demi keturunan kita di masa depan. Belum lagi keindahan hutan yang luar biasa. Kami ingin menunjukkan keindahan hutan yang luar biasa.
Menurut Anda, bagaimana perilaku orang Indonesia dan pemerintahnya kepada hutan?
Kalau pertanyaan pemerintah, yang pertama, pengetahuan saya tidak cukup. Saya bisa jawab, pertama saya mau jawab yang positif. Di beberapa daerah di Sumatra yang saya kunjungi, saya melihat beberapa contoh masyarakat setempat mengambil tindakan untuk melindungi alam. Salah satu yang saya dukung adalah gerakan hutan wakaf. Anda sudah tahu apa yang mereka beli, tanah yang sudah rusak. Akhirnya mereka harap dengan tindakan yang dilakukan di sana, ekosistem alami akan kembali lagi dan ada lagi hutan asli.
Yang agak luar biasa di program itu bahwa itu bukan NGO (non-government organisation), tapi memang aktivitas masyarakat yang mendukung program itu supaya lancar. Ini memang luar biasa, sesuatu yang saya bilang dari pengalaman saya mereka sangat sabar. Tidak seperti orang Indonesia umumnya yang hasil harus langsung ada, kalau tidak ada, mereka tinggalkan. Mereka, kawan-kawan ini, sangat sabar dan memang dari apa yang ada, mereka melakukan yang bisa mereka lakukan. Sementara tidak cukup masih ada aktivitas lain, donasi misalnya. Yang juga luar biasa adalah semangat orang untuk bisa mengajak orang lain supaya orang ikut. Saya tahu ini tidak ada di daerah lain.
Hutan wakaf berdiri di tengah-tengah kebun sawit yang saat ini juga banyak mengonsesi hutan di Sumatra?
Tentang sawit itu, sebenarnya prosesnya beda. Pertama, ada sawit, setelah itu ada hutan wakaf karena hutan wakaf sebagai jawaban supaya masih ada alam yang asli. Tentu saja walaupun ada kebutuhan untuk membuat minyak atau kebutuhan lain. Produk sawit memang sangat berguna untuk segala macam, tapi yang penting jangan kita terlalu merusakkan alam walaupun ada kebutuhan ekonomi seperti itu. Apalagi kalau sawit sudah tidak bisa digunakan lagi. Itu yang saya lihat yang sudah lama ditinggalkan saja, tidak ada yang masih hidup. Tidak ada guna sedikit pun. Jauh sekali dari ekosistem yang asli yang hewan perlu.
Karena memang tujuan kami di museum untuk menunjukkan dan menerangkan bahwa bukan hanya hewan, tapi juga manusia dan tumbuhan yang ada di sekitar hutan ini. Semuanya adalah semacam jaringan dan semuanya terhubung. Kalau kita merusakkan sebagian dari itu, akibatnya akan merusakkan bagian-bagian lain juga. Kalau hewan tidak ada lagi, itu juga bagian dari akibat untuk manusia. Walaupun banyak manusia atau banyak orang sekarang tidak melihat hubungan itu, tapi tetap ada. Sekarang masalahnya manusia yang terlalu merusakkan jaringan itu yang sebenarnya adalah dasar untuk segala kehidupan di dunia.
Masifnya perkebunan sawit di Sumatra yang mengonsesi lahan-lahan di Sumatra mengancam hutan?
Itu sangat mengancam tentu. Karena apalagi cerita pribadi saya seperti itu. Tahun 91 saya ke Indonesia ke Sumatra naik bus dari Medan ke Padang. Tapi saya melihat pertama di Medan waktu itu sudah ada sawit, banyak perkebunan. Nanti di jalan saya lihat hutan banyak sekali hutan yang sangat indah. Waktu itu saya ada dua bulan di sana. Pada 90-an, saya ke Mentawai. Saya kuliah etnologi, saya fokus ke Mentawai juga, tidak hanya ke Sumatra. Tahun 96 dan 97, saya kuliah setengah tahun di Kota Padang di Universitas Andalas dan meneliti juga tentang Mentawai dan waktu itu saya semakin jatuh cinta dengan hutan dan segala alam di Indonesia, Sumatra.
Tetapi, akhirnya apa pun orang yang ingin melestarikan alam, apa pun yang mereka coba aktivitas, memang hutan semakin rusak. Sampai saya memutuskan tidak ke Sumatra lagi karena saya tidak tahan melihatnya. Saya sakit hati. Sampai 2014, saya baru balik lagi. Karena kalau saya tidak pergi juga tidak baik juga. Saya sedih melihat itu semakin rusak. Saya melihat dengan mata saya sendiri kondisi hutan pada tahun 91-92 dan 90-an, saya melihat kondisi sekarang jadi saya bisa membandingkan.
Tentu saja saya tahu itu sangat terancam karena semakin rusak. Apalagi, hewan-hewan semakin sedikit karena hanya beberapa ekor jenisnya sudah semakin habis, seperti harimau atau orang utan. Apalagi, badak sumatra sangat langka seperti sudah tidak ada lagi. Tentu saja dari sisi orang yang tidak ingin tahu, kita bisa bilang kenapa itu penting ada harimau ada badak. Yang harus kita mengerti jaringan alam itu, kalau bagian-bagian semakin rusak, tidak semuanya bisa diganti dengan sesuatu yang dibuat di pabrik.
Apa yang ditunjukkan museum kalau hutannya rusak?
Itu benar juga, ya. Tapi, kami juga ada hewan yang sudah mati cuma bisa ditunjukkan, tapi pasti sedih sekali.
Budaya masyarakat Sumatra yang notabene mayoritas Muslim tentang hutan?
Jawaban saya seperti ini. Pertama, yang saya lihat dan yang saya ketahui dari membaca juga tentang Islam atau membaca juga di Alquran bahwa memang di Islam ada prinsip pelarangan kerusakan alam. Apalagi, manusia sebenarnya diharapkan melestarikan bumi dan segala makhluk yang hidup di bumi. Itu yang saya tahu. Cuma, pertanyaannya, apa memang manusia melakukan seperti itu? Tetapi, memang yang jelas juga saya menghormati orang di Sumatra dan agama Islam yang mereka anut. Tentu saja saya semakin kenal dan semakin mengerti karena bicara langsung dengan orang setempat.
Menurut Anda, seperti apa ajaran dan nilai-nilai Islam?
Pertama, dari dulu setelah pertama kali ke Indonesia, saya tentu saja mengerti kalau saya mau mengerti budaya Indonesia, saya harus tahu tentang Islam juga karena tidak bisa terpisah. Satu akibat dari perjalanan saya ke Indonesia tahun 1991 bahwa saya ganti mata kuliah dari pertanian tropis waktu itu ke etnologi. Jadi, dari sana saya sudah mulai belajar tentang Islam dalam cara teoritis atau ilmu. Dan yang lain itu saya mau pribadi. Maksud saya, profesi saya orang etnologi yang sudah menjadi ketua museum hutan tropis profesi saya ilmu alam dan ilmu etnologi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Telah lama Israel ‘Mengincar’ Saudi
Penyelesaian masalah Palestina menjadi syarat dasar normalisasi hubungan Saudi-Israel.
SELENGKAPNYACerita Pilu dari Ganasnya Kebakaran Hutan di Hawaii
Sebagian besar pasien yang dirawat adalah orang yang memiliki asma atau masalah kesehatan kronis lain.
SELENGKAPNYAPuluhan Ribu Hektare Hutan dan Lahan Terbakar Sejak Awal Tahun
Pemda diminta membentuk satgas khusus untuk mewaspadai dampak El Nino.
SELENGKAPNYA